#28

519 29 6
                                    

Via tersenyum getir melihat perban di tangannya, dia masih tidak habis pikir Ali yang melakukan ini padanya.  Itukah sifat aslinya?ingin rasanya via meneriakinya, apa salahnya, kenapa selalu dirinya yang salah. Hatinya sakit, tidak bisakah Ali sedikit memikirkan perasaannya?

Via bego!loe selalu berharap buat hal yang gak mungkin.

Ditempat lain, Ali masih diam membisu memikirkan apa yang telah dilakukannya. Seharusnya dia tidak bersikap sekasar itu, ntah kenapa dia tidak bisa menahan emosinya apalagi kalau ingat saat kejadian diatap sekolah kemarin. Ali berusaha menahan ego nya saat jari-jari tangannya menekan nomor itu tetapi harus dibatalkannya kembali. Ternyata rasa gengsi nya lebih tinggi dibandingkan rasa mengalahnya. Ali ingin tahu apa cewek itu sudah sampai dirumahnya?bagaimana dengan luka ditangannya?apakah parah?berbagai pertanyaan muncul di kepalanya membuatnya semakin kesal dengan dirinya.

"Loe baik-baik aja?"

Lamunan Ali buyar saat verell menepuknya pundaknya, verell sudah memperhatikan sikap Ali dari tadi, gelisah dan tampak wajah khawatirnya. Verell merasa Ali belum bisa mengakui bahwa dirinya juga bisa jatuh cinta sama cewek yang baru saja disakitinya. Akhir-akhir ini banyak kejadian yang membuat sahabat-sahabat nya berubah seratus persen. Semua karena jatuh cinta pada orang yang sama.

"Hmmmm..."Ali hanya menjawab seadanya, walau verell tau Ali gelisah, beberapa kali Ali mengusap wajahnya.

"Kenapa gak liat kerumahnya aja?"

"Siapa?"

"Yang lagi loe pikirin."

"Emang gue mikirin siapa?"

"Tuh tertulis dijidat loe namanya." Verell menunjuk dahi Ali, refleks Ali memegang jidatnya. Dalam sekian detik Ali tersadar akan kebodohannya karena sudah dipermainkan oleh verell. Verell hanya tertawa geli melihat tingkah Ali. Sangat senang bisa mengerjakan Ali.

"Loe ngerjain gue?"

"Lagian loe juga percaya banget, kenapa?loe khawatir sama dia?"

"Sok tau loe."

"Udah deh...jangan gengsi."

"Gue gak mikirin dia."

"Yakin?"

"Gue gak mikirin via, siapa dia yang harus gue pikirin?"

"Ooooo....loe mikirin via?"tanya verell sambil tersenyum penuh arti. Skakmat 2-0!!

Siall!gue masuk jebakan verell.

"Udah deh, gue gak suka diganggu."

"Kemana Ali yang dulu, yang cuek dan gak peduli urusan cinta apalagi kalau ada Nadira. Ternyata sahabat-sahabat gue udah pada dewasa untuk urusan cinta."

"Semakin lama gue disini, omongan loe semakin ngawur tau gak." Ali beranjak dari duduknya, hari ini hati nya benar-benar kacau.

"Jangan lupa Al buat acara Minggu depan, kita bakal ketemu sama CEO yang baru.tuntasin masalah loe, jangan sampai kita gagal."

Ali hanya mengajungkan jempolnya tanda mengerti. Verell hanya mendesah pelan. Dia tahu Ali akan tetap profesional, tapi tidak dengan sahabatnya satu lagi.

Verell menghubungi seseorang, udah saatnya dia harus ngomong sekarang. Sebelum semua semakin hancur, karena waktu mereka seminggu lagi.

"Gue pengen ngomong sama loe, cafe biasa." Verell mematikan sambungan teleponnya saat orang disana menyetujuinya.

Andrew masih tetap diam karena verell belum menyampaikan maksudnya. Ini kali pertama mereka bertemu setelah pertengkaran kemarin. Andre tau tiada dendam diantara mereka hanya rasa kesal karena saling menyakiti dan tidak ada yang mau menurunkan gengsinya.

"Loe mau sampai kapan diam kayak gini sama Ali, ndrew?loe sendiri tau kan,Ali bakal tetap bertahan kalau dia merasa benar."

"Terus gue yang bakal terus minta maaf sama dia karena dia merasa benar dan gue yang salah?"

"Gue gak bilang loe salah, loe berdua sama-sama egois."

"Gue apa loe berdua yang egois?loe berdua yang bilang diantara kita gak boleh nyakitin cewek, apa janji itu hanya berlaku buat Ghea?trus via gak cewek gitu?dengan segampangnya dia buat nyakitin via."

"Kenapa sih loe berdua ribut hanya karena tuh cewek?loe gak mikirin persahabatan kita yang udah dari dulu?"

"Kalau tujuan loe nemuin gue hanya karena masalah ini, gue gak mau bahas." Andrew beranjak dari duduknya.

"Andrew...."

Andrew berhenti bukan karena panggilan verell, tapi karena ada ghea dihadapannya.  Andrew tahu bahwa Ghea terluka, tapi Andrew sudah tidak tahu harus berbuat apa. Ada keinginan dalam hatinya ingin menjelaskan semua, tapi Andrew tidak bisa berhenti sekarang. Perasaannya mulai berubah saat Ghea mulai menjauhinya, Andrew sadar Ghea banyak berubah. andrew merasa kehilangan Sahabat-sahabatnya dan juga cewek dihadapannya ini. Dulu Ghea selalu berada disampingnya seberapa sakit pun perasaannya ghea selalu menerima perlakuan Andrew. tapi sekarang walau tidak berada disampingnya Andrew pun, Andrew merasa tetap menyakitinya.

"Sejauh apa Ali bakal nyakitin via, sejauh itu juga gue bakal ngelindungi dia."

Maafin gue.

Dan untuk kesekian kalinya Ghea terluka. Ghea hanya tersenyum getir dan memberi Andrew jalan untuk Andrew melewatinya. Andrew berlalu meninggalkan Ghea yang masih berdiri ditempatnya. Setelah masuk kedalam mobil, Andrew melihat verell yang memeluk Ghea. Andrew tahu, cewek itu pasti menangis karena dirinya. Andrew belum bisa mengakuinya, rasa gengsinya lebih besar.

"Ahhhhhhhhhhh!"

Andrew memukul stir mobilnya, kesal dan marah jadi satu.

Via mencari sosok Andrew yang dari tadi menunggunya, cowok itu menghubungi dengan suara seraknya. Via tahu Andrew menangis, matanya sibuk melirik kemana-mana sampai akhirnya menemukan Andrew yang duduk dibawah pohon belakang rumahnya. Rumah ini terlalu besar untuk dihuni sendiri, via saja mencari Andrew kesulitan.

"Andrew..."

Cowok itu langsung melihatnya dan tersenyum. Via bernafas lega melihat cowok itu masih bisa tersenyum sementara dirinya sudah terlalu khawatir, takut kalau Andrew berantem lagi sama Ali. Baginya Andrew lebih dari teman. Dulu Andrew sosok yang sangat menyebalkan, tapi sekarang cowok itu seperti putus asa. Via langsung memeluknya, ntahlah saat ini via hanya bisa melakukan ini, memberi Andrew pelukan untuk meringankan bebannya. Andrew hanya diam, ada perasaan bahagia karena masih ada via yang menemaninya.

"Loe tahu, gue baru aja nyakitin ghea lagi."

"Kenapa?"

"Gue gak tahu, saat gue liat dia menangis perasaan gue sakit."

Via tersenyum, "ternyata loe lebih dewasa dari yang gue kira,perasaan itu muncul karena loe sayang sama Ghea."

"Hmmm.."

"Loe gak bisa lari lagi sekarang, jangan egois.karena gak selamanya Ghea akan bertahan dengan perasaan sakit yang loe buat."

"Loe sendiri gimana?"

"Gue?emang kenapa sama gue?"

"Loe masih gak mau ngakuin perasaan loe sama Ali?"

"Maksud loe?"

"Hmmm...jagonya cuma bilangin orang, loe sendiri gak tahu perasaan loe."

"Gue...gue bakal bertahan selama loe ada." Jawabnya serius. Andrew hanya tertawa kecil dan mengacak rambut via, via hanya tersenyum dan memukul lengan Andrew.

Seandainya gue bisa jatuh cinta sama loe, mungkin gak harus serumit ini.

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang