#29

522 29 2
                                    

Seperti biasa, via tidak langsung masuk ke kelasnya. Selalu ada verell dan Ali dikelasnya sudah pasti menyapa Ghea. Dan via hanya menunggu dan duduk di bangku depan kelasnya. Ingin rasanya via mengusir mereka, tapi apa boleh buat keberaniannya tak pernah ada.

"Belum masuk?"

"Andrew...hmmm..." Via hanya mengangguk dan melirik kelasnya, Andrew mengikuti tatapan mata via.

"Kalau gitu gue temenin deh."

"Kok loe gak masuk?"

"Kan belum bell masuk." Jawabnya sambil tersenyum.

"Loe gak kesepian?semenjak temenan sama gue, loe jadi dijauhinya sama mereka."

"Bukan karena loe kok, emang udah waktunya kita berantem. Ada beberapa hal yang kita gak bisa satu paham."

"Hmmm..."

"Loe masuk gih, gue anterin ke dalam.ntar pak Verry marah kalau loe masih diluar."

Via hanya mengangguk, Andrew langsung menemaninya masuk kedalam. Kehadiran mereka membuat anak-anak dalam kelas berbisik.

"Gue mau duduk, soalnya udah bell masuk."

Ali langsung berdiri dari tempat duduknya, dia tahu via mengusirnya secara halus. Karena Ali belum mendengar bell masuk.

"Kalau gitu, gue duluan ya. Nanti jam istirahat gue tunggu diatap sekolah." Andrew mengecup puncak kepala via, membuat cewek itu membeku. Andrew tersenyum dan mengelus rambut via. Ali yang melihat itu hanya diam membisu, ntah kenapa emosinya hampir meledak kalau verell tidak menahannya. Via bingung dengan kondisi ini, dia tidak berani melihat Ali. Via hanya pura-pura sibuk dengan mengeluarkan buku-bukunya. Ada satu orang lagi yang terluka melihat itu semua. Ghea.

"Ghea, gue sama Ali ke kelas dulu. Nanti pulang bareng ya. Tunggu dikelas aja."

Ghea hanya mengangguk pelan.

"Ghea...gue bisa jelasin semua kok." Via akhirnya angkat bicara, dia gak mau Ghea semakin terluka. Via juga tidak mengerti dengan Andrew.

"Tangan loe udah sembuh?"

"Ghea...dengerin gue dulu."

"Gue gak apa-apa kok via, gue juga udah biasa."

"Ghe...mungkin loe berfikir jelek banget sama gue sekarang."

"Gak kok, lupain aja.gue lagi gak mau bahas itu, lagian semua udah gak ada gunanya lagi kok. Gue lupa, ini undangan buat loe. Minggu depan ada acara peresmian kerja sama perusahaan kita, jadi gue kasih loe undangan. Loe kan pacar Andrew, dan Andrew  salah satu pemegang saham di perusahaan kita.Loe bisa datang kan?"

"Gue gak bisa, soalnya gue udah ada janji tanggal segitu." Via baru ingat kalau papanya memberinya undangan untuk hadir di acara peresmian juga sebagai CEO. Via lupa acaranya dimana karena via belum membuka undangannya. Ghea hanya tersenyum dan menarik undangannya kembali. Peresmian via sebagai CEO sebentar lagi akan diresmikan, sebenarnya via belum siap tetapi papanya sudah memaksanya.

###

Via menatap dirinya di cermin.sangat cantik. Dress biru yang dipesan langsung oleh mamanya dari Paris.

"Halo pa..."

"Halo sayang, maaf papa tidak bisa menemani kamu hari ini, tapi sekretaris papa sudah menyiapkan semua yang kamu butuhkan.semoga berjalan dengan lancar ya sayang."

"Iya pa."

Bayangkan saja, untuk acara sepenting ini pun papanya masih sibuk dengan bisnisnya yang lain dan mamanya?ya sudahlah...

"Maaf Bu, ini undangan yang akan ibu bawa."

"Kenapa harus pakai undangan segala?"

"Ini karena rekan kerja kita sangat memperhatikan keamanan, dan tamu yang akan datang adalah orang-orang penting Bu."

"Apa sampai segitunya?saya kan cuma tanda tangan kontrak kerja sama, kenapa harus pakai keamanan."

Via hanya menggerutu kesal. Dia bukan presiden atau anak presiden yang harus dijaga-jaga.

"Tapi keamanan ini adalah salah satu bentuk kepedulian mereka akan keselamatan ibu."

"Ya udah, tolong disiapkan semua ya. Saya akan berangkat sekarang."

Ditempat lain.

Andrew menatap Ghea yang dari tadi diam dan hanya menikmati minumannya tanpa mempedulikan orang disekitarnya. Penampilannya hari ini sangat cantik, perpaduan warna dress  dengan warna kulitnya sangat sempurna. Saat tatapan mereka bertemu, Ghea langsung memutuskan kontak matanya. Ghea langsung pergi dari tempat itu. Ghea berusaha menenangkan detak jantungnya, sampai saat ini pun jantungnya masih berdetak kencang walau hanya mendengar nama itu. Ghea ingin terbiasa tanpa nama itu, tapi tetap tidak bisa. Perlahan air matanya jatuh, hatinya masih sakit. Ghea membasuh wajahnya dan keluar dari toilet. Langkahnya terhenti saat melihat Andrew sudah bersandar disisi pintu toilet. Ghea bingung harus seperti apa, ingin pura-pura tidak melihatnya padahal Andrew sekarang lagi menatapnya. Ghea semakin takut saat Andrew berjalan mendekatinya.

"Loe nangis?"

Ghea hanya diam dan menggenggam erat tangannya.

"Kenapa?"

Bahkan Andrew dengan santainya bertanya kenapa, padahal tidak ada satu orangpun yang bisa membuatnya menangis kalau orang itu bukan Andrew.

"Gue mau lewat, gue ada urusan lain. Sebentar lagi acara bakal dimulai."

"Loe ngehindari gue?kenapa?" Andrew semakin merapatkan jarak antara dirinya dan Ghea, membuat Ghea semakin salah tingkah.

"Gue...gue gak ada ngehindari loe. Sekarang loe minggir karena gue mau lewat." Ghea berusaha mengeluarkan keberaniannya padahal ya Ghea sudah takut setengah mati. Andrew melangkah mundur memberi ruang pada Ghea, Ghea langsung berjalan meninggalkan Andrew tapi seseorang menarik tangannya membuat tubuh Ghea membentur tembok. Andrew sudah tidak bisa pura-pura dengan keberadaan Ghea, Andrew menciumnya tepat dibibirnya membuat kaki Ghea lemas hampir jatuh kalau saja Andrew tidak memeluknya.

"Jangan hindari gue lagi, gue gak bisa pura-pura gak ngelihat loe."

Andrew berjalan meninggalkan via yang masih diam membeku, hampir saja Ghea teriak karena perlakuan andrew. Bibirnya tersenyum bahagia, akhirnya kesempatan itu datang buatnya.

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang