"Aku menggali lubang masalahku sendiri ya Rabb, kesalahan fatal yang mungkin kau pun tak ingin memaafkanku"
---------"Mas kenapa? Lagi banyak tugas yah, kok ambil cuti? Atau mas lagi sakit."
Lihatlah betapa manis istri kecilnya, bagaimana mungkin Hafidz tega menceritakan semua kepada istrinya, yang bahkan tahu segala gerak gerik Hafidz.
"Mas baik-baik saja, kamu tidak jadi masuk kuliah?"
tanya Hafidz seraya membelai lembut rambut Niswah yang lagi bersandar didadanya, setelah selesai makan tadi Ummi pamit ingin istirahat sedangkan Syilia pamit duluan karna merasa lelah, mungkin lelah yang dimaksud adalah lelah menerima kenyataan yang pahit, akhirnya Hafidz yang mulai ngawur memikirkan Syilia membawa istrinya ke kamar mereka."Tidak Mas, nanti Ummi sama siapa? Mbak Lia juga."
"Kan ada Mas."
"Entar Mas jatuh cinta sama Mbak Lia, Mbak Lia kan cantik."
Deg.
Harus Hafidz akui ia merasa bersalah dengan Niswah menyembunyikan semuanya, andai Niswah tahu, apa ia masih ingin bersandar di dadanya seperti ini?
"Mas kok tegang, Niswah bercanda maaf Mas." Hafidz tersenyum menatap istrinya, tak pernah bosan ia memandang wajah cantik Niswah,bibir tipis dan kecil, lesung pipi dikedua pipinya,mata yang bulat serta bulu mata lentik menambah kecantikan meski tanpa make up.
"Niswahku, sayangku kau lah bidadariku tulang rusukku dan ibu dari anak-anakku, eh! Belum punya anak ya, yaudah buat yuk!"
Niswah yang mendengar kejahilan suaminya pun langsung menarik mulut Hafidz, membuat Hafidz meringis kesakitan.
"Kok ditarik, sakit tau!" ucap Hafidz mengusap-usap bibirnya yang sakit bercampur rasa panas.
"Cup cup suamiku sayang, sini mana yang sakit?"
"Ini." tunjuk Hafidz pada sang istri.
Cup.
Hafidz terkejut sedangkan Niswah mukanya tengah merah meskipun ia sering mencium Hafidz ia tetap merasa malu.
"Yah istri Mas genit, siapa yang ngajari?"
"Mas lah, siapa lagi?"
"HAHAHAHAHAHA." Tawa Hafidz pecah, selalu begini jika ditanya selalu Hafidz lah yang menjadi guru genit Niswah, Niswah yang melihat Hafidz menertawakannya kesal dan meninggalkan Hafidz di kamar, Hafidz berniat mengejar Niswah saat membuka pintu berketepatan Syilia juga keluar.
Tuhan ijinkan aku melanggar hukummu, pikir Syilia ketika melihat Hafidz yang menjauh tanpa melihatnya, sakit tapi ia tak sadar ada seseorang yang juga merasa sakit.
***
"Sayang janganlah marah."
Hafidz masih membujuk Niswah yang kini masih duduk enggan melihatnya."«لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ»"
"Janganlah engkau marah, niscaya bagimu surga".
(Hadits Shahih, Riwayat Ibnu Abid Dunya, Lihat Shahiihul jaami' no. 7374).
"Kau ingat hadist itu? Jangan marah apalagi pada suami."
Niswah langsung berbalik, menatap Hafidz lalu membenamkan wajahnya didada kekar Hafidz.
"Maaf Mas."
"Sudah tak apa, maafin Mas juga membuatmu marah."
Niswah hanya tersenyum mengangguk, baginya dengan kata maaf semua akan selesai.
Tapi entah kenapa ada perasaan khawatir terhadap rumah tangganya seperti akan ada bencana besar yang akan memporakporandakan rumah tangganya."Mas Niswah kok takut yah!"
"Takut?" Ucap Hafidz heran
"Iya takut, gak tau tiba-tiba Niswah merasa akan ada sesuatu."
"Itu cuma perasaanmu saja."
"Tapi ini seperti nyata Mas."
"Apapun itu semoga Allah menimpahkan kebaikannya untuk kita."
Niswah hanya diam, dalam hati ia merasa tak tenang.
Tok tok tok
Ketukan pintu membuyarkan lamunan Niswah, Niswah hendak bangkit tapi dicegah oleh Hafidz.
"Biar Mas saja."
Hafidz segera beranjak menuju pintu kamar, tak lama setelah ia buka muncul seseorang yang membuat resah hatinya.
"Maaf Mas Lia bisa minta tolong."
Hafidz diam, dalam hatinya ia merutuki diri sendiri yang tak bisa berkata apa-apa ketika dihadapan Syilia.
"Mas siapa?"
Itu suara Niswah dari dalam setelah mengucapkan itu Niswah ikut keluar dan melihat Syilia yang berdiri di depan pintu.
"Eh mbak Lia, ada apa Mbak?"
"E-mm, itu mau minta tolong sama Mas Hafidz antar in Mbak ke supermarket ada yang mau dibeli."
"Mas ya sudah antar, kan Mas juga gak ada kerjaan."
"Tapi ..."
"Ayolah Mas, deket kok."
"I-ya."
Setelahnya Syilia turun diikuti Hafidz dibelakangnya, sebenarnya Hafidz ingin menolak namun apalah daya ketika Niswah yang memintanya.
"Mas!"
Syilia mulai mengajak bicara Hafidz yang sedari tadi diam.
"Mas!""Hm."
"Mas benci Lia?"
"Tidak!"
"Tapi Lia merasa Mas benci Lia."
"Sudah lah Lia jangan bahas masa yang sudah lewat."
"Tapi Lia masih sayang sama Mas."
Deg
Hafidz diam tidak merespon karna bingung akan mengucapkan apa.
"Mas tak adakah kesempatan untuk Lia?"
Apa? Kesempatan, apakah Lia lupa jika Hafidz adalah suami dari sepupunya.
"M-maksud kamu?"
"Lia tau Mas masih sayang sama Lia, dan Lia juga sayang sama Mas, bukan kah dalam islam poligami di Boleh kan?"
Hafidz masih diam enggan merespon atau lebih tepatnya bingung harus merespon seperti apa.
"Mas Lia gak masalah jika harus jadi yang kedua."
"Kita liat ke depan."
Tidak! Itu kalimat yang terlontar spontan dari bibir Hafidz, apa yang telah ia lakukan, seolah ia memberi harapan untuk Syilia.
"Mas aku yakin Niswah tidak masalah jika ini menyangkut kebahagian Mas, ya jika ia mencintai Mas."
"Lia ku mohon beri aku waktu, tak mungkin aku katakan pada Niswah, aku belum siap."
Syilia terdiam, setidaknya ia tahu Hafidz masih ingin bersamanya terbukti dari kata-kata Hafidz 'kita liat kedepan' seolah menjadi jalan titik terang perasaannya.
"Maafkan aku Niswah."
----------
Hai jumpa lagiiii
Ciee yang gak sabar hahahah
Oke silahkan baca
Jangan lupa vote dan koment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu & Seuntai Doa
Romance"Ijinkan aku berpoligami," ucap Hafidz dengan wajah tegang. Niswah menatap tak percaya lelaki dihadapannya lelaki yang ia anggap imam sempurna ternyata menjadi belati yang menusuk relung hatinya. PLAKKKKK...!!! "Aku percaya ketika tanganmu menjabat...