"aku mencintaimu dalam diam, bukan karena aku ingin seperti Fatimah dan Ali, tapi aku masih tak merasakan pantas untuk mengutarakan semua perasaan, karena aku hanya gadis pendosa untuk lelaki sempurna"
___________Hiruk pikuk suasana perkotaan menjadi santapan laki-laki bermata biru ini, jalanan macet dan suara klakson yang memekakkan telinga serah sudah menjadi pemandangan yang sudah biasa. Namun ada yang berbeda pagi ini, jalanan kota Bandung yang kemarin ramai kini lenggang dari orang berlalu lalang, diakibatkan hujan yang tengah mengguyur kota tersebut.
Huft!
Ingatannya kembali memutar kejadian yang membuat ia bertemu dengan Niswah, sekarang wanita muda yang saat itu baru ia ketahui merupakan calon istri dari sahabatny, Sorang mahasiswi yang rela kehujanan demi memayungi anak TK yang sedang berteduh sendirian di halte.
Pada saat itu rasanya ia melihat bidadari, tutur kata yang lembut serta binar keibuan yang hangat menjadikan dada Rian menghangat seketika, meski kenyataan menghantam dirinya saat Niswah adalah calon istri Hafidz.
Suara klakson dari belakang mobil nya membuat ia tersadar dari lamunan manis itu, segera ia tancap gas menuju gedung tempat ia mengais rejeki.
Namun di pertigaan jalan, ia menemukan sosok yang ia kenal sedang berdiri kehujanan, tubuh yang sudah basah kuyup dan menggigil seolah tak lagi ia pedulikan. Tampak gadis tersebut sedang memberikan suatu bingkisan di dalam kantongan plastik kepada para penyandang aja tuna sosial. Tidak ada raut lelah di wajahnya, hanya ada senyum keikhlasan yang terpancar dari wajah ayu itu. Namun entah mengapa rasanya berbeda ketika ia melihat Niswah yang melakukannya.
Segera ia menghampiri gadis tersebut sambil membawa payung yang tersedia di jok mobil.
"Nabila!" Panggilnya kuat, takut suarany tidak terdengar karena suara hujan yang memekakkan telinga.
Gadis itu menoleh lalu tersenyum lebar.
"Mas, Rian, ada apa?"
"Kenapa hujan-hujanan, nanti sakit," serunya tanpa memikirkan ada hati yang tengah melambung tinggi.
"Ah, ini mas, ada kegiatan kampus bagi-bagi sembako," jawab Nabila cukup keras, karena takut Suranya tidak terdengar oleh Rian.
Rian terdiam sebentar, lalu menarik Nabila menepi ke ruko sambil terus memayungi tubuh Nabila yang basah, tanp memperdulikan tubuhnya yang sebagian tidak bisa di oleh payung.
Nabila yang berada di samping Rian menatap sesosok laki-laki di sampingnya dengan senyum tertahan, rasanya begitu menyenangkan dan menenangkan ketika berada dalam jarak yang dekat dengan Rian, detak jantungnya berirama secara cepat, bahkan rasanya sangat sesak.
"Kita berteduh dulu," ucap Rian sembari melipat kembali payung yang tadi ia gunakan untuk menutupi keduanya, meski tak ayal, payung itu tak mampu melindungi Rian dengan sempurna dari tetesan air hujan.
"Mas, Basah?"
Rian melihat gadis di samping nya, lalu menatap kemeja yang ia gunakan sudah basah di bagian kanan, akh! Payung itu terlalu kecil untuk melindungi mereka berdua. Dan kini Rian harus merasakan dingin yang menusuk tulang nya. Semoga saja ia tidak masuk angin nanti.
Beberoaa menit telah berlalu dalam kebisuan, dua manusi yang kini sedang menghangatkan badan masing-masing, masih enggan sekedar membuka obrolan, Nabila yang terlalu takut dan Rian yang terlalu tidak peduli. Namun tanpa mereka sadari, keadaan di luar malah bertambah parah, hujan bertambah deras disertai angin yang cukup kencang.
Rian melirik gadis di sampingnya, gadis yang memakai hijab abu-abu itu kini tengah menggosokkan kedua tangganya untuk mengurangi rasa dingin, Rian memperhatikan bagaimana gadis tersebut menatap hujan dengan pandangan sebal namun juga binar bahagia, bagaimana gadis itu mencoba menghangatkan pipi tembam ya yang entah mengapa terlihat merona, atau mata Rian yang salah melihatnya?
Sadar akan tatapan orang di sampingnya, Nabila berusaha bersifat bodo amat, namun semakin lama ia juga risih dan membalas menatap mata tajam itu.
"Kenap liat Nabila segitunya?"
Rian yang semula fokus ke wajah Nabila kini merasa malu telah tertangkap basah oleh gadis di sampingnya.
"Mas kedinginan?" Tanya Nabila setelah gak ada jawaban dari Rian.
Rian hanya menggeleng, lalu menatap Nabila kembali. Mungkin jika ia tadi memarkirkan mobilnya disini mereka bisa sampai rumah dan menghangatkan badan. Ada dua pilihan saat ini, terobos hujan lalu sampai ke mobil dan kembali ke rumah, atau tetap disini menunggu hujan reda dengan resiko masuk angin. Mungkin opsi pertama lebih baik pikirnya.
"Kalau kita tunggu hujan reda, gak akan reda, jadi kita terobos aja, biar bisa pulang."
Nabila hanya mengangguk dengan bibir yang mulai menggigil kedinginan. Rian langsung berlari di susul oleh Nabila di belakangnya.
Setelah sampai di mobil, Rian langsung mematikan AC agar suasana tidak terlalu dingin. Sayangnya hari ini ia tak membawa sweater yang biasanya ada di jok belakang.
30 menit kemudia, mereka sampai di kediaman Rian, mereka berlari masuk ke dalam rumah dalam keadaan basah kuyup dan tubuh menggigil. Rian langsung masuk kedalam kamar mengambil selimut lalu menghampiri Nabila.
"Pakai dulu selimut ini, selagi saya mencari pakaian untukmu."
Nabila meraih selimut yang di sodorkan oleh Rian, dan mengucapkan terimakasih. Rian mengangguk pelan lalu kembali melangkah memasuki kamar.
Keadaan rumah Rian sangat sepi, bahkan para ART juga tidak ada satu pun yang terlihat. Lalu samar terdengar suara Rian seperti membentak seseorang, dan tak lama Rian tampak tengah berlari terburu-buru, hingga terlupa bahwa ada Nabila yang menunggunya.
Nabila hanya terdiam menatap Rian yang lari tergopoh-gopoh, tanpa melirik dirinya sedikitpun. Setelahnya ia pun keluar rumah, menerobos hujan karena tidak enak jika ia masih berada di rumah Rian sementara sang pemilik rumah tidak ada.
Namun, belum sampai ia melangkahkan kaki, dering handphone miliknya mengurungkan niat untuk pergi.
"Niswah ingin bertemu."
Nabila langsung berlari mencari angkutan umum yang lewat, namun sampai menit ke 5 pun belum ada sama sekali yang lewat, hingga ia melihat taksi lewat, dengan terburu-buru ia langsung menghentikan taksi tersebut, dan menuju rumah sakit.
----------
Rian sampai terlebih dahulu ke rumah sakit, dengan langkah cepat ia menuju ke ruangan Niswah, karena tadi Hafidz mengatakan bahwa Niswah ingin berbicara, namun entah mengapa setiap langkah nya ia merasa ada yang salah, seperti ada sesuatu yang janggal dan terlupa.
Ceklek!
Semua mata menatap Rian dengan serius, seolah ia adalah objek yang menjadi tersangka saat ini, rasa penasaran serta heran kini tengah meliputi dirinya, ada apa sebenarnya? Atau ia melakukan kesalahan?.
Hingga sampai ia di samping brankar milik wanita yang ia sayangi, Niswah.
Niswah menatap lembut Rian dengan senyuman yang khas, membuat Rian seolah terlempar pada pertemuan-pertemuan yang membuatnya jatuh cinta.
Namun sebuah permintaan kecil, yang di ucapkan tanpa basa basi mampu menggoncang seluruh dikirain dan perasaannya, permintaan yang nyatanya mampu membuat ia berdebat tak menentu, permintaan yang sangat tak pernah ia fikirkan sebelumnya.
Hingga tanpa sadar ia menggeleng pelan, menyatakan penolakan dari permintaan tersebut, membuat seorang wanita yang sedang menatapnya merasakan sakit luar biasa, baginya ini adalah kenyataan yang sangat buruk, dimana ia harus menyaksikan dengan mata sendiri semua yang terjadi.
"Aku tak bisa, Niswah, aku mencintai wanita lain."
"Ternyata begini rasanya patah hati, tuhan aku sakit."
•••••••
Haloooo
Assalamualaikum ..
Btw mau ngasih tau nih, tinggal 3 part lagi bakal end loh, jadi siapkan tisu sebanyak mungkin yah, Lala buat bawangnya agak banyakan di part besok 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu & Seuntai Doa
Romance"Ijinkan aku berpoligami," ucap Hafidz dengan wajah tegang. Niswah menatap tak percaya lelaki dihadapannya lelaki yang ia anggap imam sempurna ternyata menjadi belati yang menusuk relung hatinya. PLAKKKKK...!!! "Aku percaya ketika tanganmu menjabat...