Hafidz melepas dekapannya, dan menghapus jejak air mata, lalu tersenyum lembut menatap wanita yang ada di hadapannya.
"Kau tau, aku menjadi cengeng karnamu," ucapnya sambil terkekeh.
Niswah ikut tertawa, tapi air matanya tetap mengalir, entah apa yang ia rasakan antara senang juga sedih, senang karena melihat lelaki yang ada di hadapannya sudah semangat lagi, namun sedih melihat akan adanya perpisahan dan kesakitan di hari berikutnya.
"Kenapa menangis?" tanya Hafidz.
"Ada banyak alasan mengapa Niswah menangis Mas, Mas sendiri tau alasan itu. Tapi sekarang Niswah senang, melihat Mas kembali ceria, bisa janji ke Niswah Mas tetap menjalin silaturahmi sama Niswah?"
Hafidz mengangguk lalu tersenyum. Ia bahagia sangat bahagia, mungkin ini jalan mereka menemukan bahagia masing-masing dengan berjalan sendiri.
"Baiklah, kamu juga harus janji! Harus sembuh lalu bahagia, Mas akan tetap di samping kamu, sampai kamu sembuh dan menjalani aktivitas seperti semula."
Mereka saling melempar senyum, tangan Hafidz terulur mengusap lembut hijab Niswah, hingga suara pintu terbuka mengalihkan perhatian keduanya.
"Assalamualaikum..." ucap orang tersebut.
Hafidz yang melihat seseorang yang berdiri di pintu hanya terdiam, dan langsung berdiri untuk pamit pulang.
"Mas pulang, jaga kesehatan, tetap semangat, happy aniversary sayang, maaf dan terimakasih" ucap Hafidz lalu kembali mengusap lembut hijab Niswah dengan senyuman tulus.
Niswah tertegun sejenak, 11 September. Sudah setahun ia mengarungi bahtera rumah tangga bersama dengan Hafidz, dan di hari yang seharusnya hari bahagia harus menjadi hari perpisahan dan saling melepaskan sekaligus.
Niswah dapat melihat reaksi Hafidz setelah kedatangan orang tersebut,ada rasa sesak yang membelenggu hati Niswah.Sementara seseorang yang berada di ambang pintu itu hanya memandang heran Hafidz yang tiba-tiba memutuskan untuk pergi setelah ia datang.
Rian menghela nafas gusar ketika Hafidz hendak lewat di sebelahnya. Sedangkan Hafidz berhenti melangkah ketika sampai di hadapan Rian. Sejenak Hafidz terdiam, lalu menatap Rian dengan senyuman tulus.
"Aku titip dia padamu, Rian! Bahagiakan dia, jangan melukainya seperti aku, cukup aku. Aku percaya padamu."
Rian menatap Hafidz lama, ada nada tak rela dari bicara Hafidz, ingin rasanya Rian membantu Hafidz kembali kepada Niswah, karna sekarang pun ia tak lagi peduli terhadap keinginannya dulu.
"Kau mampu untuk menjaganya, jaga dia melebih aku yang dulu menjaganya, dia tak pantas untukku. Aku hanya sebatas duri yang menancap dan seharusnya di buang cepat sebelum menimbulkan luka yang lebih fatal, tapi! Aku akan tetap memantau kesembuhan Niswah, sampai ia kembali sehat dan sidang perceraian kami di putuskan, aku pamit assalamualaikum."
Setelah nya Hafidz melangkah keluar dari ruangan yang berubah menjadi ruangan yang menyesakkan, ia berlari cepat tak ingin Rian maupun Niswah melihat air mata yang sedari tadi di tahannya.
"Ya Tuhan, mengapa sesakit ini! Jika aku tau melepaskan akan memberikan penyakit ini, aku ingin sembuh."
***
Rian menatap Niswah yang terdiam dengan pandangan kosong, Rian tau apa yang membuat Niswah terdiam, percakapan dan perkataan Hafidz tadilah penyebabnya. Jika ia di posisi Niswah dan Hafidz akan sangat menyakitkan dan mungkin ia tak akan sanggup.
"Niswah, ada apa?" Niswah tersentak kaget, ia menoleh dan baru menyadari adanya Rian di sebelahnya.
"Maaf Mas, Niswah gak tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu & Seuntai Doa
Romance"Ijinkan aku berpoligami," ucap Hafidz dengan wajah tegang. Niswah menatap tak percaya lelaki dihadapannya lelaki yang ia anggap imam sempurna ternyata menjadi belati yang menusuk relung hatinya. PLAKKKKK...!!! "Aku percaya ketika tanganmu menjabat...