part 43

11.4K 649 27
                                    

"aku ingin memperbaiki semua, dan semoga tuhan memberi kita kesempatan untuk memperbaiki bangunan yang telah rusak."

_______________________

Udara dingin di pagi hari tidak juga membangunkan dua manusia yang masih bergeming dengan pelukan hangatnya. Namun beberapa saat kemudia mata indah nan tegas milik Hafidz mengerjap pelan, dan pandangannya jatuh kepada wajah sayu nan manis sang istri menjadi sarapan yang istimewa baginya.

Teringat akan sesuatu yang ingin dia lakukan, bergegas ia melepaskan pelukan dan mencium kening sang istri setelah itu menaikkan selimut ke tubuh sang istri.

*******

Niswah mengerjakan matanya pelan, sambil meraba tempat di sampingnya dan tidak menemukan Hafidz,  lalu suara gemercik dari kamar mandi menyadarkan ia bahwa suaminya sedang mandi.

Ceklek!

Betapa terkejutnya ia melihat pemandangan yang ada di hadapannya sekarang, apa yang terjadi dengan Hafidz? Sedangkan Hafidz melangkah dengan pasti mendekati bidadarinya yang terdiam menatap perubahan yang ada pada dirinya.

"Mas, ke-kenapa?" ucapnya tergugu, astaga! Apa yang ada di pikiran suaminya mengapa harus seperti ini, rasanya ia bingung dan tak bisa mengucapkan apa-apa, suaminya botak!

Iya, Hafidz mencukur habis rambutnya hingga ia sama dengan Niswah, sedangkan Niswah sudah meneteskan air mata melihat keputusan Hafidz.

"Hey, jangan nangis, sayang. Hust! Gak papa," ucap Hafidz menenangkan.

"Hiks kenapa mas harus ikut Niswah, mas kenapa harus botak hiks."

"Kita itu satu, Niswah. Mas maupun Niswah adalah satu, apapun yang Niswah rasakan mas harus ikut juga."

Niswah langsung memeluk tubuh Hafidz, tak menyangka Hafidz rela mengikuti dirinya yang sudah tak punya rambut. Rasanya ia tak mampu lagi mengucapkan rasa terimakasih selain tetap bertahan dengan suaminya saat ini.

"Sekarang Niswah makan, terus istirahat yah."

Niswah langsung menggeleng, ia tak ingin terus terletak tak berdaya.

"Niswah mau jalan-jalan Mas, boleh yah?"

"Tapi kondisi Niswah lagi kurang fit, besok saja yah!"  Niswah tetap menggelanb, membuat Hafidz tak tega ketika menatap wajah memohon itu.

"Huft! Oke, mas tanya dulu ke dokternya.  Kamu tunggu di sini."

Setelah hafidz melangkah, Niswah langsung terisak pelan, hatinya terasa sakit melihat Hafidz rela mencukur semua rambutnya demi dirinya yang penyakitan ini, jika Niswah pergi bagaiman dengan Hafidz? Pria itu rela mengikuti dirinya yang hampir botak, lalu jika ia pergi apakah Hafidz akan ikut juga bersama dirinya?

Semua semakin sulit, entah ia harus bahagia karena Hafidz sangat romantis, atau ia sedih karenanya Hafidz harus ikut repot.

Tak lama setelah itu, suara langkah mendekat langsung membuat Niswah menghapus air matanya, ia tak ingin Hafidz melihat dirinya menangis.

"Sayang, boleh kok tapi cuma sebentar, dan kamu harus pakai kursi roda, gak papa kan?"

" Gak papa kok, Mas," jawab Niswah dengan suara sumbang yang malah membuat Hafidz langsung menatapnya dalam.

Tangan Hafidz terulur mengusap kedua pipi Niswah yang masih meninggalkan jejak air mata, Niswah  Kembali menangis saat melihat Hafidz, sedangkan Hafidz langsung membawa Niswah kedalam pelukannya sesekali mencium ubun-ubun wanita itu.

"Please, stay with me Niswah, jangan pergi," ucap Hafidz lirih.

Niswah mengangguk, lalu melepaskan diri dari pelukan Hafidz sambil tersenyum.

"Niswah akan bertahan semampu Niswah, mas. Karena umur manusia tiada yang tau, jadi kalaupun Niswah harus pergi, mas harus tetap bahagia yah."

" Bahagia mas cuma sama Niswah, jadi Niswah harus tetap di samping mas, kalau mau liat mas bahagia."

Niswah hanya membalasnya dengan senyuman, karena ia tak mampu mengucapkan janji itu. Hafidz mengangkat tubuh ringkih Niswah untuk di letakkan ke kursi roda, ia akan mengantarkan Niswah kemana pun, asal jangan ke kematian, ia tak akan sanggup.

"Aku bahagia hidup bareng mas terus, tetap begini yang mas, Niswah suka," ucapan Niswah sebagai penutup cerita hari ini.

********

Sudah sebulan terakhir kondisi Niswah tidak menunjukkan sesuatu yang baik, malah semakin hari semakin drop, dan beberapa hari ini juga Hafidz setia menemani Niswah yang harus menjalani serangkaian pengobatan yang mampu membuat ia gemetar dan menahan tangis.

Betapa sakit nya ia harus melihat Niswah yang harus memuntahkan semua yang ia makan, menahan rasa mual, anggota tubuh yang tiba-tiba tidak bisa di gerakan, muntah darah, bahkan sekarang, kepala Niswah sudah bersih dari rambut, yah, itu lah efek dari pengobatan yang di jalani oleh istrinya.

Hari ini pengobatan menggunakan sinar laser pun masih di jalani oleh Niswah, dengan Hafidz yang menunggu di luar ruangan bersama dengan keluarga lain. Awalnya semua keluarga yang melihat penampilannya cukup terkejut, melihat kepalanya yang telah pelontos, demi menyamakan apa yang Niswah rasakan.

Ketika di tanyai oleh salah satu anggota keluarga mengapa ia memutuskan mencukur habis rambutnya, maka ia akan menjawab.

"Aku ingin Niswah tau, bahwa dia tidak sendiri, dia punya aku yang akan menemaninya dalam keadaan apapun, meski harus tanpa rambut, kaki, atau tangan sekalipun."

Bahkan ucapan Hafidz mampu membuat Ummi Niswah menangis terharu, serta Abi Niswah yang langsung memeluk sang menantu. Menantunya sudah menampakkan perubahan dan semoga di balas dengan kesembuhan anaknya.

Sedangkan Naufal yang melihat Hafidz hatinya sedikit merasa hangat, namun entah mengapa, seperti apapun usaha Hafidz tak akan membuat apa yang di rasakan adiknya hilang. Dan sampai sekarang Naufal masih terus menatap tajam suami dari adiknya, meski Niswah sudah meminta Naufal untuk berdamai dengan sang adik ipar, tapi hatinya tak jua mau menuruti nasehat sang adik.

Rian dan Lukman yang melihat perubahan pada Hafidz awalnya tak menyangka, Hafidz akan senekat itu, tapi jujur saja mereka merasa senang, terlebih lagi Rian, ia rasa, ia sudah benar mundur dari perjuangannya untuk mengambil Niswah dulu.

Ceklek!

Pintu ruangan pengobatan Niswah terbuka, disusul dengan keluarnya dokter yang merawat Niswah, Hafidz langsung berdiri dan menghampiri sang dokter.

"Bagaimana dengan istri saya dok?" ucapnya harap-harap cemas.

"Alhamdulillah, kita lihat saja beberapa hari ini, apakah ada perubahan yang baik terhadap Niswah, mohon doanya untuk semua keluarga, Niswah saat ini butuh banyak dukungan. Jika ingin menjenguk harap setelah pasien ke ruang rawat yah, Saya permisi dulu."

Hafidz langsung merasa lega, semoga saja pengobatan kali ini membuahkan hasil, langsung saja ia memasuki ruang rawat Niswah, disana sudah ada Niswah yang terbaring lemah setelah di pindahkan dari ruang tempat pengobatannya.

"Cepat sembuh sayang, mas rindu."

Di luar ruangan, semua orang yang melihat Hafidz ikut merasakan sakit, bagaimana tidak, Hafidz setia menemani Niswah bahkan rela jadwal tidurnya terganggu, terkadang juga ia rela tak tidur sama sekali ketika Niswah merasakan efek dari pengobatannya. Beberapa sanak saudar telah memperingatkan Hafidz untuk istirahat yang cukup, bahkan sang Ummi sudah memaksa, namun Hafidz tidak juga menuruti, ia hanya beralasan ingin selalu ada di samping Niswah saat istrinya itu butuh.

•••••••••

Jangan lupa vote dan coment yah guys, Lala lagi lancar ide heheheh

Aku,Kamu & Seuntai DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang