part 39

14.5K 769 88
                                    

"tugasku mungkin hanya sebatas menjagamu, soal kepada siapa hatimu berlabuh mungkin tak akan ada yang tau, selain Rabbku"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Author Pov

Hafidz menghela nafas gusar, apakah jalan yang ia pilih ini adalah jalan yang terbaik? mengapa harus sesulit ini? rasa gamang malah mendominasi, seolah tak ada lagi pijakan untuk kakinya melangkah. pusat hidupnya telah rapuh meski penguatnya telah tiba.

"Ya Rabb! ini membuat hamba bingung,"  batinnya.

Sedangkan dilain tempat, Rian tengah berdiam diri di taman rumah sakit, mecoba menerima semua yang telah ditentukan oleh pemegang kendali hidup. jika memang Niswah bukanlah jodohnya, ia hanya berharap agar wanita itu tidak lagi mengalami hal yang menyakitkan seperti dulu lagi. Demi Tuhan, ia merelakan wanita itu bukan untuk kembali tersakiti.

Mata Rian menjelejah sekitar taman rumah sakit yang sebagian besar di isi oleh pasien yang ingin mencari suasana baru selain ruang dan ranjang persakitan. hingga matanya menangkap satu pemandangan yang membuat dirinya kembali merasakan nyeri seperti beberapa saat lalu. 

Niswah dengan Hafidz yang tengah berjalan bersama, dengan Hafidz yang mendorong Niswah dengan kursi roda. dari kejauhan Rian melihat raut bahagia dari wanita yang ia cintai, namun hal serupa tak terjadi pada raut wajah sahabatnya yang tak lain adalah Hafidz, wajah itu tidak jauh berbeda dengan wajahnya, ada apa? bukankah seharusnya Hafidz bahagia karna akan kembali pada wanita yang telah ia sia-siakan dulu.

Entahlah, Rian tak ingin lagi mengurusi kehidupan mereka yang jelas-jelas akan membuat Rian sakit lagi.

Tubuh Rian seketika kaku, melihat kejadian di depannya, di depan sana wanita yang telah menjadi poros hidupnya sudah terkulai tak sadarkan diri, sedangkan laki-laki yang menemaninya tadi asik melamun tanpa sadar wanita di hadapannya sudah diambang kematian.

"NISWAH!!!" teriak Rian membuat Hafidz tersentak.

Buru-buru Rian berlari menghampiri  tubuh Niswah yang sudah terkulai, sedangkan Hafidz yang mendengar teriakan Rian baru sadar, dan langsung membopong tubuh Niswah guna di periksa,langkahnya terburu-buru, seolah-olah jika ia telat dalam 1 detik saja maka bidadarinya tidak akan pernah kembali lagi.

Sepanjang jalan Hafidz merutuki kebodohannya yang tidak fokus terhadap Niswah, hingga kejadian ini menimpa wanita itu sendiri, jika sesuatu terjadi kepada Niswah maka ia lah yang berhak di salahkan.

Rian berjalan cepat memanggil dokter dan suster, sedangkan Hafidz sudah meneteskan air mata berusaha membangunkan Niswah. tak lama seorang dokter menghampiri mereke dengan tergesa-gesa mengarahkan ke sebuah ruangan khusus, setelahnya Hafidz merebahkan Niswah pada ranjang persakitan.

 "Ya Allah, jangan kau tambah kesakitan istri hamba, beri kesakitannya kepada hamba ya Allah. Sungguh hamba tak sanggup melihat ini, biarkan hamba yang merasakannya"

Dokter menggelengkan kepalanya, menandakan keadaan sedang tidak baik saat ini, membuat nafas Hafidz tercekat, sedangkan Rian sudah terdiam di samping Lukman. ia baru saja kembali usai memanggil Lukman, namun yang ia dengar justru mematikan setiap persendian tubuhnya. 

" Saat ini  saudara Niswah dalam keadaan kritis, chemo  yang kita laksanakan tidak berhasil, tubuh Niswah tidak menerima semua pengobatan. maka jalan satu-satunya adalah cangkok sumsung tulang belakang."

"Lakukan yang terbaik, Dok." Hafidz melihat orang yang mengatakan itu, terlihat Rian tengah menatap ruang tempat Niswah di rawat dengan raut khawatir.

"Maafkan aku,Rian. Lagi- lagi aku lalai menjaganya."

Rian hanya terdiam, tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibir nya. Ia sedang kalut, memikirkan nasib Niswah di dalam sana. Mengapa keadaan seperti ini kembali terjadi? Padahal baru saja wanita itu merasakan udara bebas, apakah kurang cukup Tuhan menguji dengan mengambil kembali calon buah hati wanita itu, lalu sekarang penyakit yang menggerogotinya malah semakin mengibarkan bendera perang.

Harus jalan apalagi yang harus di tempuh guna pengobatan Niswah, rasanya Hafidz sudah hampir putus asa,  tak sanggup lagi melihat wanitanya lemah serta merasakan kesakitan tanpa henti. 

Hafidz menatap ruangan Niswah dengan hampa, baginya patah hati terberat adalah saat ia melihat orang yang di cintai kesakitan sementara ia tak bisa melakukan apa-apa.

"Seandainya perginya Niswah adalah yang terbaik untuknya, aku rela dan ikhlas ya Allah, Hambah sudah tidak bisa lagi melihat ia di ranjang persakitan tanpa melakukan apapun."

Tak lama setelah itu terdengar
Langkah kaki yang terburu-buru mendekat, Hafidz langsung mendongak melihat siapa yang datang, tatapan nya terpaku menatap seseorang yang menjadi alasannya menyakiti Niswah, seorang wanita yang nyatanya mampu memporak-porandakan pertahanan rumah tangganya, tapi ia tak bisa menyalahkan wanita itu, ini semua salahnya yang tak bisa menahan nafsu setan, hingga wanita yang ia cintai, wanita yang seharusnya ia jaga malah tergeletak tak berdaya seperti sekarang.

"Ada apa kau kemari?" Bukan, itu bukan suara Hafidz, melainkan Suara Rian yang sangat kentara akan nada ketidaksukaan.

"A-aku hanya ingin menjenguk Niswah," jawab Syilia tanpa berani menatap Rian, akan tetapi ia menatap Hafidz yang bahkan tidak mau menoleh kepadanya barang sedetikpun.

Rian yang melihat arah pandang Syilia hanya tersenyum sinis, wanita ini sungguh tidak tau malu, wajar jika Hafidz sempat tergoda, ternyata wanita ini sama dengan iblis, Rian seketika berdiri ketika Syilia beranjak menghampiri Hafidz.

"Jangan dekati apa yang bukan hak kamu, Syilia," ucapnya sinis.

Hafidz yang merasa suasana sudah tegang langsung menatap Syilia dan Rian, dalam hati ia bertanya mengapa Rian terlihat peduli kepadanya? Ah, itu tidak penting. Sekarang yang terpenting mengusir wanita ini dari hadapannya, ia sudah tidak ingin lagi melihat wanita ini.

"Lia, pergilah! Aku rasa kau sudah tak ada lagi alasan untuk kemari."
"Aku ingin memberimu semangat,Hafidz."

Hafidz hanya tertawa mengejek, sedangkan Rian penasaran apa yang akan dilakukan Hafidz terhadap wanita ini.

"Semangat? Semangat seperti apa yang akan kau berikan kepadaku, Lia? Aku rasa kau cukup tau diri sebelum mengklaim kau akan memberiku semangat," ucapnya skartis.

"Ma-maksud kamu apa, mas?  Aku kan hanya ingin memberimu semangat."

" Aku tak butuh semangat darimu, oh yah, perlu kau catat ini, ingat dengan baik-baik. Semangatku hanya ada pada istriku, ISTRIKU," ucap Hafidz dengan menekankan kata istri di hadapan Syilia.

Rian yang mendengar itu seketika tertawa mengejek kepada Syilia, wanita ini benar-benar tak ada lagi urat malunya.

"See, Lo udah dengerkan? Jadi kenapa masih disini?"

Syilia yang mendengera pun langsung pergi dengan wajah memerah menahan malu dan sakit hati. Rian langsung menepuk pundak Hafidz yang menatap kosong ke depan.

"Kenapa baru sekarang bertindak seperti ini,Hafidz? Seharusnya dari dulu kau seperti ini, agar kejadiannya tidak serumit ini. Tapi tak apa, ini sudah lebih dari cukup. "

Hafidz mengangguk, ia tau ini sudah terlambat, seharusnya tindakan seperti ini ia lakukan dulu, mungkin wanitanya masih baik-baik saja, namun kata seandainya tidak alahi berguna, sekarang ia hanya fokus untuk memperbaiki dan terus memperbaiki.

°°°°°°°°°°°°°

Guys maaf baru up, mungkin udah ada yang gak mau baca yah?

maaf kan Lala yah. baru ada hp wkwkwkwk

Kasih saran endingnya gimana dung, masih bingung😁😁😁😁

Aku,Kamu & Seuntai DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang