"Jika rasa penyesalan begini rasa nya , maka lebih baik aku mati terkubur tak kembali dari pada hidup di lindungi dengan resah hati"
-------------------------Hafidz masih menenangkan Niswah yang terisak pilu, ini semua salahnya, hingga bidadari surganya harus kembali merasakan kesakitan yang tiada tara. Kesakitan yang seharusnya hanya Hafidz yang menerima, mengapa Allah membekukan hatinya, hingga ia tak bisa melihat ada hati yang dengan tulus menyayangi serta menemani setiap lembaran hidupnya.
Penyesalan!
Satu kata yang menjadi momok menakutkan, momok yang menjadi penghancur harapan-harapan. Dan saat ini, itulah yang tengah di hadapi oleh Hafidz, ia bingung harus memperbaiki dari mana karma tak ada lagi sisi yang bisa di perbaiki, melihat betapa hancur bangunan yang telah ia robohkan secara perlahan itu.
Kini tinggal reruntuhan bersama pondasi tua yang menyanggah bangunan rumah tangganya, sang pondasi utama telah hilang sebelum ia dan Niswah menyadari keberadaannya, hingga yang tersisa hanya pondasi lemah yang pantas disebut harapan semata.
Niswah telah tenang, namun isak tangis masih terdengar, meski tak sehisteris tadi. Deru nafasnya mulai teratur menampakkan ia sudah tidak diliputi emosi.
Niswah menatap Hafidz lekat, menatap mata indah yang dulu selalu menatapnya dengan memuja. Wajah yang dulu selalu terlihat ketika ia bangun tidur, dan senyum yang selalu menjadi candanya setiap hari.
Bayangan ketika suami nya berselingkuh, bayangan ketika sang suami lebih memilih yang lain di banding dirinya, hingga bayangan bahwa rumah tangganya hancur memenuhi pikiran Niswah, air matanya kembali mengalir membuat Hafidz juga ikut menangis, ia dapat merasakan apa yang dirasakan sang istri, bagaimana ketakutan yang sama ia rasakan mengingat keputusan untuk bercerai sang istri sangat bulat.
"A-apa salahku?" ucap Niswah lirih. Hafidz hanya diam, ia menunggu Niswah mengeluarkan semua uneg yang selama ini ia tahan.
"A-apa salah aku kepadamu, Mas? Apa? Hiks... betapa menyakitkan semua ini untukku, aku wanita biasa, aku juga punya titik lemah seperti wanita lainnya, aku bisa mempertahankan, namun aku juga bisa melepaskan, apa aku salah memperjuangkanmu? APA AKU SALAH?" Niswah sudah tak terkendali, emosi nya langsung melesak ketika melihat Hafidz hanya menatapnya tanpa menjawab tanya nya.
"Apa sesakit ini mencintaimu? Apa harus sehancur ini memperjuangkanmu? Pergilah, Mas, raih kebahagiaanmu, aku ikhlas kau bersama dengan mbak Syilia, aku tunggu undangan menghampiriku beriringan dengan surat cerai menunggu tanda tanganmu."
Hafidz langsung menggeleng, tidak, ini tidak akan terjadi. Ia tidak bisa melepaskan istrinya yang tulus, ia masih membutuhkan Niswah di sisinya.
"Gak akan ada kata cerai diantara kita, gak akan."
"Akan ada! Aku sudah tak bisa mempertahankan semua, Mas, kumohon mengertilah."
"GAK! GAK AKAN!"
Niswah terdiam, menatap Hafidz yang terlihat menahan amarah dan emosinya, rahangnya mengeras serta tangannya yang mengepal.
"Kamu dengar baik-baik, Niswah, tidak ada kata cerai dalam rumah tangga kita, tidak akan pernah ada, kamu camkan itu."
"Kamu egois, kamu serakah, kamu tak punya hati, Hafidz. hiks... kamu berlaku sesuka hatimu, tanpa kamu sadari ada aku yang terluka, ada aku yang merasakan akibatnya, karnamu anakku hilang, KARNAMU!"
Selanjutnya, hanya kegelapan yang dirasakan oleh Niswah, ia jatuh tidak sadarkan diri, Hafidz yang melihat itu seketika panik dan berlari keluar kamar inap memanggil dokter, hingga beberapa saat, dokter serta perawat menghampiri Hafidz yang mencoba membangunkan Niswah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku,Kamu & Seuntai Doa
Romance"Ijinkan aku berpoligami," ucap Hafidz dengan wajah tegang. Niswah menatap tak percaya lelaki dihadapannya lelaki yang ia anggap imam sempurna ternyata menjadi belati yang menusuk relung hatinya. PLAKKKKK...!!! "Aku percaya ketika tanganmu menjabat...