"Hei. Kau keren juga tadi, Pangeran Matsumura," ucap Pangeran Excatio sembari menepuk punggung Pangeran Matsumura dengan keras ketika mereka berdua tengah berjalan pulang, membuat pemuda itu mengaduh kesakitan.
"Jangan dipukul, bodoh!! Sakit, tahu," ujar Pangeran Matsumura yang membuat Pangeran Excatio langsung menggaruk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya sama sekali tidak gatal sembari cengengesan.
Kedua pemuda itu tampak sangat akrab. Wajar saja, mereka adalah sesama anak bangsawan di kerajaan manusia. Ayah mereka — Raja Kegelapan dan Raja Cahaya — adalah sahabat. Ya, kalian tidak salah membaca kalimat itu. Sahabat. Mungkin agak aneh, sebab biasanya cahaya dan kegelapan merupakan dua hal yang saling bertentangan. Namun, karena kedua kerajaan itu merupakan anggota dari aliansi yang sama, wajar saja mereka bersahabat.
Hubungan keluarga itu membuat mereka menjadi dekat, dan akhirnya mereka berdua menjadi teman masa kecil. Bahkan sampai saat ini sekalipun, ketika keduanya telah tumbuh dewasa, mereka tetap akrab.
Mayat-mayat telah menghilang dari pandangan, digantikan oleh pepohonan yang rimbun. Mereka kini memasuki hutan yang membatasi medan tempur (padang rumput tadi) dengan Kerajaan Cahaya, di mana markas pusat aliansi terletak serta tempat di mana para tenaga medis Kerajaan Cahaya tengah berjuang sekuat tenaga untuk menyembuhkan keenam pemimpin kerajaan manusia lainnya yang tengah terluka parah akibat pertempuran melawan Bael dua hari yang lalu.
Pangeran Matsumura tersenyum miris. Entah mengapa, ia merindukan masa kecilnya. Hari-hari ketika ia dan Pangeran Excatio bermain-main bersama dengan ayah mereka di hutan ini saat Pangeran Excatio berkunjung bersama ayahnya ke Kerajaan Cahaya. Sungguh masa kecil yang indah. Saat-saat di mana masalah terbesar dalam hidupnya hanya dimarahi oleh ibunya karena pulang terlambat. Bukan seperti saat ini. Ia harus berjuang, mengorbankan semuanya, menyaksikan para prajurit serta orang-orang yang disayanginya mati. Pertama, ia harus kehilangan prajurit-prajuritnya yang berharga, dan kedua ia dan Pangeran Excatio harus kehilangan ayah mereka karena serangan Bael. Kenyataan yang pahit itu amat menusuk hatinya.
"Kalau begini ceritanya, lebih baik aku tidak pernah tumbuh dewasa," batin Pangeran Matsumura sembari tersenyum miris. "Ironis sekali. Dulu, aku selalu berharap cepat dewasa agar bisa berguna bagi kerajaan ini. Waktu itu aku berpikir bahwa menjadi orang dewasa sangatlah seru dan mengasyikkan. Namun, yang terjadi di kenyataan malah berbanding terbalik dengan ekspektasiku. Kehidupan orang dewasa sangatlah kejam dan pahit."
"Mungkin akan lebih baik jika aku tidak pernah tumbuh dewasa seperti di cerita anak-anak 'Peterpan.' Namun, kurasa itu mustahil. Tidak mungkin ada anak kecil yang akan terus menjadi anak kecil sampai selamanya dan tidak pernah tumbuh dewasa. Semua orang pasti akan tumbuh dan menjadi orang dewasa pada waktunya, serta dipaksa menelan kenyataan hidup yang kejam dan pahit ini bulat-bulat."
Mendadak, sebuah tangan meraba bahunya. Sebuah tangan yang agak kasar, tangan seorang pria, tapi membelai bahunya dengan lembut bagai tangan seorang gadis. Pangeran Matsumura agak terkejut dan bergegas menoleh ke samping. Tampak Pangeran Excatio tengah meraba bahunya sembari mengukirkan senyum persahabatan di wajahnya.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan, kawan," ucap Pangeran Excatio. "Aku juga merindukan masa-masa itu. Namun, sekarang semuanya telah berbeda. Kita mengemban tanggung jawab yang amat besar sekarang."
"Memang, tapi rasanya aku ingin kembali ke masa-masa yang nyaman, damai, tenang, dan tanpa masalah itu." Pangeran Matsumura kembali tersenyum miris.
"Oh, ayolah!!!" ujar Pangeran Excatio sembari menepuk punggung Pangeran Matsumura dengan keras, membuatnya kembali mengaduh kesakitan. "Kau baru saja mengalahkan Bael sang Ultimate Dark Elf dan menyelamatkan dunia Neironius!! Kenapa kau terdengar seperti seorang pengecut yang hendak menyerah?"
Senyum jantan terlukis di wajah Pangeran Excatio. "Mungkin mulai sekarang, rintangan yang kita hadapi akan menjadi lebih berat lagi. Mungkin kita harus menghadapi dua musuh lagi yang seperti Bael, atau mungkin tiga, atau mungkin lima, atau sepuluh, atau lebih banyak lagi. Namun, bersama kita pasti bisa menghadapi mereka semua."
Pangeran Matsumura turut tersenyum mendengar itu. "Kau benar juga. Maaf, tadi aku terlihat seperti pengecut yang payah."
Perlahan, pepohonan yang rimbun berakhir, digantikan oleh hamparan rumput dan tembok besar yang menjulang tinggi dan berdiri kokoh. Sekumpulan prajurit yang mengelilingi tembok pelindung segera membuka jalan. Dari balik kerumunan itu, seorang wanita paruh baya beserta seorang gadis berambut pirang berlari menghampiri mereka. Melihat itu, kedua pangeran tersebut tersenyum senang.
"Kita telah sampai, Pangeran Matsumura."
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?!
FantasyJudul: Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?! English: From a Spirit God, I Got Reincarnated as a Death God?! Judul Alternatif: SpiRaTenGami Pangeran Hiiro Matsumura Verenian DivineCross, putra mahkota Kerajaan Cahaya sekaligus pahlawa...