Chapter 14: Sang Pengabul (Bagian Dua)

69 10 4
                                    

Dua hari kemudian, pada jam istirahat siang, Fuuto kembali mendapat perlakuan yang sama dari kelompok pembully itu. Hanya saja, kali ini mereka memalaknya di tempat yang ramai, yakni di kelas dengan pintu dan gorden jendela tertutup rapat agar tidak ketahuan oleh guru-guru yang lewat. Ya, di kelas!! Mereka tidak takut. Semua murid SMP takut pada geng itu, terutama pada Sang Pemimpin, anak kelas tiga SMP yang bernama Arakuji. Bahkan seksi keamanan kelas dan ketua kelas pun takut padanya. Rumornya, dia pernah menang bertarung melawan geng bermotor sendirian. Bahkan, guru-guru pun takut kepadanya. Konon katanya, dia pernah menghajar guru sampai masuk rumah sakit. Itulah sebabnya Fuuto mau saja ketika disuruh datang ke lapangan sepi untuk dipalak. Mau mengadu pada siapa? Semua temannya takut pada si ketua pembully. Mau melapor guru supaya dia dikawal diam-diam selama ada di sekolah dan di perjalanan pulang? Percuma. Guru saja pernah dia hajar sampai babak belur. Arakuji adalah berandal paling ditakuti di SMP tersebut, baik oleh siswa maupun guru.

Lalu, mengapa sekolah tidak mengeluarkannya saja? Itu juga percuma. Dia pasti akan datang lagi ke sekolah tersebut dan mencari mangsa. Satpam sekolah takkan bisa menghalanginya untuk masuk. Geng bermotor saja pernah dia bantai habis.

"Hei, Fuuto," ucap pemimpin kelompok perundungan bernama Arakuji itu sembari mendatangi Fuuto bersama dengan kelompoknya. Tatapannya kelam dan buas, tampak amat mengintimidasi. "Serahkan jatahku hari ini."

"Tak akan!!" seru Fuuto. Rupanya, anak itu masih belum menyerah meski sudah dihajar setiap kali dia menolak.

Arakuji kembali mencengkeram kerah baju Fuuto dan mengangkat tubuhnya, membuatnya sedikit tercekik. "Kau ingin mati, ya?!" bentak pemimpin kelompok pembully itu.

"Hei, Arakuji," ucap salah seorang teman sekelompoknya. "Supaya dia kapok, kita hajar saja dia lagi. Di sini, semuanya takut pada kita. Jadi apa yang kita takuti? Dia bisa melapor ke siapa?"

Arakuji tersenyum bengis. "Benar. Mungkin aku harus menghajarmu lagi, Fuuto."

"HENTIKAN!!!"

Bentakan itu membuat seluruh murid yang berada di kelas langsung menoleh ke arah pintu yang terbuka dengan kasar hingga menabrak dinding. Seorang pria berambut hitam kelam dan berseragam guru dengan raut muka garang tampak berdiri di ambang pintu. Kedua matanya melotot tajam. Tampaknya ia benar-benar marah.

"Eh? Kau guru baru, ya? Bagaimana kau bisa tahu soal perundungan ini? Bukankah pintu dan gorden jendelanya sudah kami tutup?" Pandangan Arakuji teralihkan ke arah pria muda itu. "Maaf, tapi percuma saja jika kau ingin melawanku. Asal kau tahu, aku pernah membuat seorang guru babak belur."

"Diam!!" bentak pria itu. "Aku tak bisa memaafkan perbuatanmu tadi!!!"

"Oh?" Alis mata Arakuji terangkat, terkesan seolah menantang. Tangan kanannya mengepal. Kakinya bersiap melakukan kuda-kuda bertarung. "Kau ingin kuhajar juga?!" serunya sembari melesat secepat angin ke arah guru pria tadi dan melancarkan tinjunya.

*tap!!*

Seisi kelas terbelalak. Kelompok Arakuji pun turut terperanjat. Tinju cepat Arakuji yang berhasil mengalahkan pemimpin geng bermotor berhasil ditahan oleh guru baru itu hanya dengan satu tangan!!

"Mustahil!!"

"Hanya dengan satu tangan?!"

"Itu tidak mungkin!! Kabarnya, pemimpin geng bermotor yang pernah dihadapi Arakuji sekalipun tak mampu menghindar dari tinju tersebut!!"

"Siapa guru baru ini sebenarnya?!"

Kelengahan akibat keterkejutan itu segera digunakan oleh guru pria tersebut untuk melakukan sapuan kaki secepat kilat terhadap Arakuji, kemudian mengunci anggota-anggota tubuhnya dengan sangat cepat, bahkan nyaris tak terlihat mata. Itu membuat keterkejutan terukir semakin jelas di wajah para siswa. Teman-teman satu geng Arakuji hanya mampu diam terpaku, tak berani menolong. Mereka belum sebanding dengan Arakuji, bagaimana mau melawan guru baru yang berhasil mengalahkan Arakuji itu? Bisa-bisa nanti mereka babak belur.

"Tidak mungkin!! Dia mengalahkan kecepatan gerakan dan serangan Arakuji yang luar biasa?!"

"Siapa dia?!"

"Namaku adalah Matsumura," ucap guru pria itu yang ternyata merupakan Pangeran Hiiro Matsumura Verenian DivineCross, sekaligus Sang Malaikat Kematian, Shinigami Chroze. "Aku bukan siapa-siapa. Hanya guru olahraga kalian yang baru. Tenang saja. Kalian takkan kudidik dengan keras. Aku tidak memaksa kalian untuk menjadi sama kuatnya denganku. Yang terpenting adalah kalian harus mau berusaha sampai titik maksimal dari kemampuan yang kalian miliki."

"Hei, bocah," ucap Matsumura, mencoba membuka pembicaraan dengan pemimpin kelompok pembully itu.

"Namaku bukan bocah, bodoh!! Aku Arakuji!!" bentak Arakuji dengan marah. Mendengar itu, Matsumura menambahkan tekanan pada kunciannya di tubuh Arakuji, membuatnya menjerit kesakitan. Berandal perkasa yang ditakuti satu sekolah itu kini lebih mirip tikus yang terperangkap. Di tengah kuncian Sang Malaikat Kematian, ototnya yang kekar tak berdaya.

"Arakuji, ya? Aku ingin memperingatkanmu. Jangan besar kepala hanya karena kau ditakuti di sekolah ini. Ingat, di atas langit masih ada langit. Kau harus berubah atau kau akan menghancurkan hidupmu sendiri. Kekuatan yang tak dikendalikan bisa menjerumuskanmu ke jurang kehancuran. Minta maaflah pada anak yang kau sakiti itu."

"Jangan sok bijak, bodoh!! Aku takkan minta maaf!! Lebih baik tutup mulutmu yang- AAAAARRGGHHH!!!" ucapan Arakuji terputus akibat tekanan yang diberikan oleh Matsumura pada kunciannya. Pembully itu pun menjerit sekali lagi.

"Cepat. Minta maaf dan berjanjilah kau takkan mengulanginya lagi," perintah Matsumura. "Atau aku perlu mematahkan lenganmu supaya kau tak bisa meninjunya lagi? Aku siap atas konsekuensi yang harus kuterima, walaupun aku harus dituntut dan masuk penjara sekalipun."

"Ba-Baiklah!!! Baiklaaaahhh!!!" Arakuji berseru sembari meringis kesakitan. Ia sudah masa bodoh dengan harga dirinya. Lebih baik kehilangan harga diri daripada patah tangan. "Aku ... minta maaf ..., Fuuto. Aku janji takkan mengulanginya lagi."

"Baiklah kalau begitu," ucap Matsumura sembari melepaskan kunciannya terhadap Arakuji. Teman-teman dari remaja SMP itu segera membantunya berdiri dan memapahnya. Tepat setelah itu, bel masuk berbunyi nyaring.

"Ah. Sudah waktunya, ya? Kalau begitu, aku pamit. Aku harus mengajar," ucap Matsumura sembari membalikkan badannya dan melambaikan tangan. "Sampai jumpa."

"Hei, pak!!" seru Arakuji, membuat guru muda itu menoleh ke belakang. "Aku tadi belum mengeluarkan kekuatanku sepenuhnya!!! Anggap saja kau beruntung kali ini!! Aku akan meremukkanmu sampai ke tulang-tulang pada pertarungan berikutnya!!!"

Senyum terukir di wajah Matsumura. "Aku akan menunggu pembalasanmu."














To be continued

Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang