Chapter 15: Sang Pengabul (Bagian Tiga)

65 11 5
                                    

Bel pulang berbunyi nyaring, membuat para murid bersorak gembira. Seperginya Sang Guru dari mata pelajaran terakhir, sebagian dari mereka langsung berdesak-desakan meninggalkan kelas dengan langkah kaki secepat kilat bagaikan seekor cheetah. Melihat itu, sebagian murid yang tersisa hanya menatap punggung mereka sembari menghela napas panjang. Fuuto berada di kelompok orang-orang yang tidak terburu-buru pulang ke rumah layaknya cheetah.

"Ayolah. Tidak perlu berlari seperti rusa dikejar singa begitu, 'kan? Tidak akan ada singa yang muncul jika kau tetap tinggal di kelas sedikit lebih lama," batin Fuuto. "Yaaahh ..., mungkin mereka lelah. Ah, aku juga harus cepat pulang, makan, dan berangkat ke supermarket. Nanti shift-ku keburu dimulai."

"Hei, nak!!" Perhatian Fuuto teralihkan oleh suara yang terdengar familiar. Ia bergegas menoleh ke arah datangnya suara. Tampak Matsumura, guru baru itu, sedang berdiri di ambang pintu. "Ingin pulang bersama?"

"Pak Matsumura ...," ucap Fuuto. "Baiklah."

"Kalau begitu, ayo bergegas," sahut Matsumura.

Tak ingin mengambil risiko membuat guru itu kesal karena terlalu lama menunggu, Fuuto pun bergegas membereskan barang-barangnya. Tampaknya, guru tersebut adalah orang yang bisa mengendalikan kekuatan dan emosinya. Namun, Fuuto belum pernah melihatnya dalam mode marah yang sebenarnya. Tadi saat menghentikan Arakuji yang hendak menghajar dirinya, guru itu belum benar-benar marah. Fuuto tak mau ambil risiko pulang dengan wajah memar-memar. Lebih baik jaga suasana hati guru bernama Matsumura tersebut.

Usai membereskan barang, Fuuto menghampiri guru tersebut dan meninggalkan kelas. Mereka berdua berjalan di koridor bersisian. Melihat itu, Arakuji berdecak kesal karena ia tak bisa membalaskan dendam kekalahannya kepada Fuuto.

"Sial .... Tunggu saja!! Aku akan menghabisimu begitu kesempatan berikutnya tiba, Fuuto!!!"















—————————————————————————————-














"Namamu Fuuto, ya?" tanya Matsumura, mencoba membuka pembicaraan.

Mereka berdua sedang melangkahkan kaki melewati jalanan kota Tokyo yang ramai. Pertokoan dan bangunan-bangunan mengapit jalan di kanan dan kiri. Orang-orang yang lewat tampak tersenyum dan mengobrol dengan akrab. Berkebalikan dengan mereka, Fuuto malah menundukkan kepalanya serta memasang ekspresi datar dan sendu.

"Ya," sahut Fuuto tanpa mengangkat kepalanya.

"Apa anak bernama Arakuji itu sudah lama menindasmu?" tanya Matsumura lagi.

"Ya."

"Apa usahamu untuk melindungi hakmu selalu gagal?"

"Ya."

"Malang sekali. Tenang saja. Mulai sekarang, dia dan kelompoknya takkan mengganggumu lagi."

"Ya."

"Hei!! Kau bukan robot!! Kenapa kau terus-menerus mengatakan 'ya' saja dari tadi? Setidaknya berterimakasihlah pada penyelamatmu ini!!" Matsumura menepuk bahu Fuuto dengan keras, mencoba mencairkan suasana yang kaku.

Sayangnya di luar harapan, Fuuto malah melotot ke arahnya dan berseru: "Sakit, bodoh!!!"

Mendengar itu, senyum yang terukir di wajah Matsumura pun lenyap. "Kau ... marah?"

"Kau tidak tahu apa-apa tentang Arakuji!! Dia itu orangnya picik dan pendendam!!! Kalau kau berpikir sudah menyelamatkanku, maka kau salah besar!!! Kau malah menambah kebencianku padanya!! Sekarang aku aman karena kau ada di sini, tapi tak ada jaminan bahwa kau akan selalu bersamaku!!!" Saking marahnya, Fuuto sampai lupa bahwa pria muda di hadapannya ini adalah guru, yang secara umur dan akademis lebih tua darinya.

"Kau tidak tahu apa-apa!! Jangan kira kau lebih mengerti diriku daripada siapa pun!!!" bentak Fuuto sebelum berlari secepat mungkin meninggalkan Matsumura di belakang.

"He-Hei!! Tunggu!! Fuuto!! Tunggu aku!!!"









—————————————————————————————-





"Hahh ..., hahh ..., hahh ...." Fuuto membungkuk kelelahan sesampainya ia di depan rumahnya. Napasnya tak beraturan. "Sial! Guru baru itu berani-beraninya berpikir kalau dia sudah mengerti permasalahan hidupku!! Orang sebijak manapun tidak akan pernah mengerti permasalahan hidupku, bahkan dewa sekalipun!!!"

"Yo, Fuuto!!"

Kegusaran Fuuto kembali bangkit begitu ia mendengar suara yang menyebalkan itu. Ia menolehkan pandangannya ke sumber suara dan melihat Matsumura muncul dari gang di depannya. "Guru itu!! Mau apa dia mengejarku sampai sejauh ini?!"

"Bagaimana bapak bisa menyusulku? Kulihat tadi bapak tidak ada di belakang." Teringat akan derajatnya yang hanya seorang murid kelas tiga SMP, Fuuto pun mulai menambahkan kesopanan pada tutur katanya. "Maaf atas ketidaksopananku tadi. Saya agak sensitif."

"Tidak apa-apa. Perkataanmu yang tadi sudah kumaafkan," sahut Matsumura sembari tersenyum ramah. "Aku tadi lewat jalan pintas, makanya aku bisa menyusulmu. Sebenarnya, aku tadi sampai duluan, kemudian menunggumu di balik tembok gang."

"Ada apa sampai bapak menyusulku kemari? Memangnya bapak tidak pulang ke rumah?"

Matsumura tersenyum. "Alasan aku memintamu pulang bersama adalah ... karena aku ingin tinggal bersamamu ...."

"Eh?!" Fuuto terperanjat.

"Boleh, 'kan? Bahaya, lho, kalau anak SMP tinggal sendirian," bujuk Matsumura. "Tolong, ya. Aku baru saja datang ke kota ini dan belum punya tempat tinggal."

"Ya, boleh," ucap Fuuto, masih tanpa ekspresi. "Jadi, ini alasan dia membawa tas besar ke sekolah? Ternyata dia ingin sekalian melakukan pindahan. Ya ..., tidak masalah, sih .... Mungkin dengan begini, memori-memori kelamku di rumah ini akan lenyap seluruhnya."

"Yahoooo!!!" Matsumura bersorak girang. "Terima kasih!!!"

"Ya, sama-sama."

"Oh, ya. Satu hal lagi, Fuuto," ucap Matsumura. "Kulihat dari tingkat kesensitifan, sikap, dan ekspresi wajahmu bahwa kau sedang dilanda masalah yang amat berat."





"Apa yang telah terjadi di hidupmu?"






To be continued

Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang