Chapter 13: Sang Pengabul (Bagian Satu)

89 11 10
                                    

WARNING: 14+ ZONE. MENGANDUNG ADEGAN-ADEGAN KEKERASAN YANG TIDAK LAYAK UNTUK DITIRU.









Kilasan-kilasan masa lalu itu akhirnya usai. Pemuda berjubah hitam tersebut nyaris terlena dalam tumpukan kenangan yang amat banyak. Dalam gunungan kenangan itu, ia merasa kembali ke masa lalu dan menjalani hidup lamanya selama beberapa minggu meski sebenarnya ia hanya merenung selama beberapa menit. Rintik-rintik hujan menyadarkan pria itu dari lamunan, menariknya keluar dari dunia masa lalu yang indah. Langit menggelap. Hujan semakin deras.

"Hujan lagi ..., ya?" ujar pemuda tersebut sembari menatap ke arah jendela. Pandangannya menerawang ke kumpulan tetesan air di luar sana. "Sepertinya kata orang-orang tua di dunia Neironius itu benar. Jika turun hujan, tandanya ada orang yang tiada."

Sang pemuda kembali tersenyum miris. "Yah ..., tapi masa lalu biarlah masa lalu. Sekarang, aku bukan diriku yang dulu lagi."

"Dulu, aku menerima tugas ini karena katanya aku akan menjadi penyelamat para mortal dengan cara menarik mereka keluar dari takdir pahit menuju kematian yang damai. Namun, nyatanya sekarang aku malah menjadi penghukum keji dan pembalas."

"Apa aku ... masih seorang pahlawan?"

Mendadak, ia teringat akan sesuatu. Pemuda tersebut bergegas membuka portal ke dimensi ruang dan waktu. "Ah, ya!! Aku harus segera pergi sebelum anak buah dari pemimpin bandit ini melihatku!! Lagipula, Kaisar Dewa sudah menyuruhku kembali ke Kaminosekai!! Aku tidak boleh membuatnya marah. Aku tidak mau mati untuk kedua kalinya!!!"

Jubah hitam kelam yang dikenakan oleh pria pencabut nyawa tersebut sedikit menari begitu ia memasuki portal. Tak lama kemudian, lubang dimensi itu lenyap. Sekarang, yang tersisa di ruang tersebut hanyalah jasad sang pemimpin bandit dan rintik-rintik hujan yang terdengar semakin nyaring. Hujan semakin deras. Kilat dan guntur juga mulai bersahut-sahutan. Apakah ini pertanda bahwa alam dewa sudah murka?





Mungkin pemimpin bandit itu sedang dihukum di alam sana.








(Author: kok malah jadi kayak sinetron AZAB Indosiar 😂😂😂😂😂)









Omni-God's Throne Area, Kaminosekai.








Portal yang tadi digunakan oleh Sang Pencabut Nyawa muncul tepat di depan singgasana keemasan yang memancarkan cahaya emas menyilaukan. Seolah tak mau kalah, dewa yang duduk di atas singgasana itu pun memancarkan kilau putih bersih yang tak kalah terang. Bola energi berwarna emas mengelilinginya. Sebuah tangga merah yang bersinar memisahkan Sang Dewa dengan portal tersebut. Di sekelilingnya, langit hitam kelam membentang luas. Bintang-bintang yang bersinar beraneka warna dan benda-benda langit bertebaran, seolah ruangan itu berada di alam semesta.

Selang beberapa saat, pemuda berjubah hitam tadi keluar dari portal dan perlahan melangkah menapaki tangga merah tersebut, yang biasanya dijuluki Bridge of Crimson. Tak butuh waktu lama baginya untuk mencapai singgasana tempat Sang Dewa berdiri. Cahaya suci dari sekujur tubuh dewa tersebut tidak memengaruhi dirinya, sebab ia adalah Sang Dewa Kematian, Shinigami. Jika mortal biasa, pasti sudah mati jika terpapar radiasi cahaya suci seperti itu. Meskipun begitu, Shinigami tersebut tak bisa menembus atau bahkan menyentuh bola energi yang menyelimuti tubuh Sang Dewa, sebab bola energi raksasa itu memiliki tingkat kesucian paling tinggi di seluruh semesta. Sekali menyentuhnya, tubuh Sang Malaikat Pencabut Nyawa akan lenyap secara abadi bersama dengan rohnya.

Dengan segera, malaikat itu berlutut penuh hormat di hadapan dewa itu. Melihat formalitas yang terkesan agak berlebihan itu, Sang Dewa hanya terkekeh. "Sudah kubilang, Matsumura. Tidak perlu sampai begitu. Aku benci formalitas. Ah, tapi sekarang namamu Chroze, ya ...," ucapnya dengan suara yang menggema ke segala arah.

"Maaf, Kaisar Dewa," ucap malaikat kematian itu yang ternyata bernama Chroze sembari bangkit berdiri dari posisi berlututnya. "Jadi, apa tugas berikutnya yang harus kulaksanakan?"

Kaisar Dewa memunculkan sebuah bola kristal di telapak tangannya, persis dengan yang sering digunakan oleh peramal. Mata kanannya mendadak bersinar keemasan. Energi-energi putih bersih yang menyusun tubuh Sang Kaisar Dewa bergejolak tak karuan layaknya laut yang dilanda badai. "Clairvoyance!!!"

Bola itu terlepas dari telapak tangan Sang Kaisar Dewa, kemudian melayang menjauh dan membesar, memproyeksikan gambar seorang anak berseragam SMP yang tampaknya tengah mengalami perundungan di sebuah lapangan yang sepi.

"Serahkan uangmu!!" perintah anak berbadan paling besar yang tampaknya adalah ketua dari kelompok pembully itu.

"Tidak akan!! Ini hakku!!" Anak yang dipalak itu terus berusaha menolak. Matanya tampak penuh tekad, sama sekali tidak ingin menyerah. "Kalian tidak tahu usaha yang harus kulakukan untuk mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhan hidupku!! Aku berusaha keras, dan kalian ingin mengambilnya begitu saja?! Tidak akan kubiarkan!!!"

"Hah? Jangan berlagak, Fuuto. Arai yang biasanya melindungimu tidak masuk sekolah hari ini. Di sini tidak ada guru. Apa yang bisa kau lakukan?" ujar pemimpin kelompok perundungan itu.

"Melawan kalian!!" seru anak yang dipanggil Fuuto sembari melancarkan tinjunya. Sayangnya, serangan itu dapat ditahan dengan mudah oleh si pemimpin.

"Lemah!!" Sang pemimpin berseru sembari melancarkan tinju ke tubuh Fuuto hingga jatuh tersungkur, kemudian menghujaninya dengan pukulan bersama dengan teman-temannya.

"Curang!! Kalian main keroyokan!! Pengecut!!" bentak Fuuto.

Mendengar itu, pemimpin kelompok pun menjadi gusar. Ia mencengkeram erat kerah baju Fuuto dan mengangkat tubuhnya dengan sangat ringan, seolah-olah ia sedang mengangkat gumpalan kapas. Tinjunya menghantam wajah Fuuto sekali lagi, membuat anak laki-laki itu meringis kesakitan.

"Jangan banyak omong, Fuuto. Kau tidak ingin pulang dengan babak belur, 'kan?" ucap pemimpin itu. Ia mengambil uang yang tersimpan di saku dada Fuuto, kemudian menjatuhkan tubuhnya dengan keras. Fuuto pun kembali meringis.

"Jika kau melapor ke guru, kau akan benar-benar pulang dengan babak belur," ancam pemimpin kelompok sebelum akhirnya pergi bersama kelompoknya, meninggalkan Fuuto sendirian.

Kini, hanya debu-debu di aspal lapangan dan embusan angin kencang yang menemani anak malang itu. Ia tampak sangat kesal. Gigi-giginya bergemeretak dan matanya melotot marah.

"Sial!!!" serunya gusar sembari meninju aspal lapangan. "Setelah semua yang telah kualami, mengapa aku masih juga menderita sampai sekarang?! Apa saja yang dewa-dewa lakukan?! Apa mereka tidur?! Aku tidak melakukan kesalahan apa-apa, tapi mengapa kalian mengambil segalanya dariku?! Dewa macam apa kalian?!"

Tatapan iba mulai menghampiri wajah Kaisar Dewa dan Chroze. Bola kristal itu berhenti memproyeksikan gambar dan mengecil, kembali ke ukurannya yang semula, kemudian melayang kembali ke telapak tangan kanan Sang Kaisar Dewa.

"Apa ... aku harus membunuhnya juga?" tanya Chroze.

"Ya. Aku iba padanya. Aku tidak ingin dia terus tersiksa dan menyalahkan takdir seperti itu. Aku melihat kalau di masa depan dia akan terus mengalami kesulitan finansial dan kemudian terus menyalahkan para dewa hingga mati dan masuk ke neraka abadi, Eternalia. Aku ingin kau mengubah takdir itu. Kulihat bahwa ini bukan salahnya. Lagipula, kegelapan masih belum sepenuhnya menyelimuti hatinya. Dia masih bisa diselamatkan. Aku ingin dia masuk ke Havenius, bukan ke Eternalia."

"Chroze, ini tugasmu. Datanglah ke rumah anak itu di kompleks perumahan Ryugaki blok 5 nomor 14, kota Tokyo, Jepang, Bumi. Kau harus datang pada tanggal 17 Oktober 2019, dua hari setelah waktu di tayangan ini. Murnikanlah hati anak itu, kemudian cabut nyawanya. Namanya adalah Fuuto Yugaki. Inilah tugas Shinigami yang sebenarnya. Ini berbeda dengan tugas-tugas penghukumanmu yang sebelumnya. Tenggat waktunya adalah 3 hari bumi. Kau bisa melakukannya, Chroze?"

Chroze mengangguk tanda paham. "Ya, aku bisa!!"







To be continued

Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang