"Masalah apa yang terjadi di hidupmu?"
"Bukan urusan anda. Untuk apa saya menceritakannya pada orang yang baru saya temui hari ini?" ujar Fuuto datar sembari membuka gembok dan menarik gerendel pintu, kemudian masuk ke dalam rumah. Matsumura mengikutinya dari belakang.
"Tidak masalah, 'kan? Mungkin aku bisa membantu. Apa kau punya permintaan atau keinginan yang belum terkabulkan?" tanya Matsumura sembari tersenyum ramah.
"Mengapa anda sangat yakin kalau anda bisa membantuku?" sahut Fuuto sembari melepaskan tas ranselnya dari gendongan, masih tak menoleh ke arah Matsumura.
"Tentu saja. Karena aku adalah Sang Pengabul," ujar Matsumura sembari turut meletakkan tasnya.
"Omong kosong macam apa itu?" Fuuto kembali berujar. Wajahnya masih tampak datar.
"Kau tidak percaya? Kalau begitu sebutkan permintaanmu. Aku akan mengabulkannya. Apa pun itu."
"Yaaahh ..., mungkin satu set lengkap PlayStation terbaru?" Fuuto berucap asal-asalan, tampak meremehkan ucapan Matsumura.
"Baiklah. Aku akan mengabulkannya."
Selintas cahaya putih bersih muncul di telapak tangan Matsumura. Cahaya itu berputar-putar sebentar, kemudian melesat secepat kilat menuju lantai rumah. Sinarnya makin menyilaukan begitu ia mendarat di lantai, membuat Fuuto harus menutup kedua matanya dengan pergelangan tangan kanannya. Beberapa detik kemudian, cahaya itu lenyap.
Fuuto terbelalak begitu ia membuka kedua matanya. Di tempat cahaya putih tadi mendarat, satu set lengkap PlayStation keluaran terbaru tengah duduk manis.
"Hebat sekali!!" seru Fuuto girang. "I-Ini asli, pak?!"
"Tentu saja asli. Dicoba saja," ucap Matsumura sembari terus mempertahankan senyum di wajahnya.
"Masa, sih?" Dengan ragu, Fuuto mencoba menyambungkan PlayStation dengan TV di rumahnya, dan berhasil menyala dengan sempurna!!!
"Mu-Mustahil?! Ini benar-benar asli?!" Fuuto terperanjat sekali lagi. Pandangannya terfokus pada layar TV. Jari-jemarinya sibuk menekan-nekan tombol pada stik PS. "Hebat sekali!!"
Fuuto kembali mengalihkan pandangannya ke arah Matsumura. "Hei, Pak Matsumura. Sebenarnya, anda siapa?"
"Bukan siapa-siapa. Hanya seorang utusan dewa yang dikirim untuk mengabulkan permintaan anak-anak malang seperti dirimu," ujar Matsumura.
"Benarkah? Wah, hebat!! Kalau begitu, bapak pasti bisa menolongku!!!" serunya senang.
"Kita kembali ke topik semula, Fuuto," ucap Matsumura sembari melenyapkan senyum ramah dari wajahnya dan menggantinya dengan raut wajah serius. "Masalah hidup apa yang sedang kau hadapi?"
Raut wajah Fuuto perlahan kembali berganti menjadi sendu. Ia menundukkan kepalanya dan meletakkan stik PS di meja televisi, kemudian mematikan PS-nya. "Itu ...."
"Ayahku meninggal dunia karena sakit dan ibuku meninggal karena terlibat kasus perampokan dan pembunuhan. Aku selamat karena menyadari kehadiran kawanan perampok itu lebih dulu dan berhasil bersembunyi tanpa ketahuan. Semuanya terjadi ketika aku masih berusia 13 tahun. Tabungan keluargaku semakin menipis. Itulah sebabnya sejak naik ke kelas tiga SMP, aku terpaksa hidup dengan bekerja sambilan sebagai kasir supermarket."
"Ah, begitu, ya ...," ucap Matsumura iba. Ia turut menundukkan kepalanya.
"Kemudian, ketika aku naik ke kelas tiga SMP, Arakuji dan teman-temannya mulai melakukan perundungan terhadapku. Namun, Arai, sahabatku, selalu melindungiku. Walaupun dia selalu berakhir babak belur karena kekuatannya tidak seimbang dengan kekuatan Arakuji yang sanggup menghajar guru dan bahkan pemimpin geng bermotor sekalipun."
"Hah?! Anak itu pernah menghajar guru dan pemimpin geng bermotor?!" Matsumura terbelalak. "Begitu, ya .... Pantas saja guru-guru lain terlihat sangat ketakutan dan berusaha mencegahku begitu aku bilang mau menghentikan perundungan yang dilakukan oleh Arakuji."
"Ya. Semuanya takut kepada dia, kecuali Arai. Tak peduli berapa kali dia kalah, anak itu akan terus berusaha melindungiku. Dia menderita karena aku .... Sama seperti tahun lalu, ketika para perampok itu membunuh ibuku. Aku hanya bisa diam dan mengintip sambil gemetaran di tempat persembunyianku. Aku ingin menyelamatkannya, tapi aku ...."
Air mata mulai mengaliri wajah Fuuto. Rasa iba semakin menghampiri Matsumura. Anak itu masih sangat kecil, tapi sudah dipaksa oleh takdir untuk menelan kenyataan pahit. Sekarang, Matsumura merasa dirinya beruntung karena harus menerima kenyataan pahit setelah menginjak usia remaja akhir. Tanpa disadari oleh dirinya sendiri, tangan kanan Matsumura tergerak untuk menyentuh bahu Fuuto.
"Begitu, ya .... Maaf sudah mengingatkanmu pada kenangan yang buruk, Fuuto. Ngomong-ngomong, kau rindu dengan orangtuamu, 'kan? Bagaimana kalau kita mengunjungi mereka sekarang?"
"Eh?" Fuuto menghapus air matanya, kemudian memasang tatapan heran. "Maksudmu mengunjungi makam mereka?"
"Tidak, bodoh," ujar Matsumura sembari terkekeh geli. "Kita akan benar-benar mengunjungi mereka. Aku, 'kan, Sang Pengabul. Menembus ruang dan waktu bukan masalah bagiku. Hanya saja, kita tidak bisa lama-lama di sana atau akan terjadi masalah di masa depan."
"Eh?! Kau bisa melakukannya?!" Senyum girang kembali terukir di wajah Fuuto meski pipinya masih dilumuri oleh air mata. "Keren sekali!! Tentu saja aku mau!!"
"Kalau begitu, cepat mandi dan ganti baju. Aku akan berangkat ke supermarket untuk menggantikanmu bekerja. Kau bersantai saja di sini. Kita akan pergi setelah shift-ku selesai."
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?!
FantasíaJudul: Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?! English: From a Spirit God, I Got Reincarnated as a Death God?! Judul Alternatif: SpiRaTenGami Pangeran Hiiro Matsumura Verenian DivineCross, putra mahkota Kerajaan Cahaya sekaligus pahlawa...