Chapter 27: Munculnya Perampok Bertopeng

25 3 7
                                    

Rembulan sudah berada di puncak langit malam, menerangi desa dengan ditemani bintang-bintang yang memancarkan kilau warna-warni. Sebagian besar penerangan di desa telah dimatikan, hanya beberapa lampu sihir di sisi jalan yang masih setia bercahaya, berusaha mengalahkan kegelapan malam meski akhirnya hanya bisa menghasilkan suasana remang-remang. Kesunyian menguasai suasana. Hanya suara serangga malam yang terdengar. Wajar saja. Ini sudah tengah malam.

*srekk!!*

Sebuah siluet bertubuh kekar mendadak muncul dari tengah kegelapan. Ia bergerak bagai kilat, membenturkan sikunya ke kaca jendela dari salah satu rumah hingga hancur berkeping-keping, kemudian melompat masuk ke sebuah ruangan kosong yang terlihat seperti dapur. Sang pemilik rumah yang terbangun dan penasaran akan sumber dari suara berisik tadi pun keluar dari kamarnya dan melintasi lorong, menuju arah datangnya suara.

Pada saat ia telah berada tepat di depan pintu dapur, sang sosok misterius membuka pintu dengan kasar hingga membentur wajah si pemilik rumah. Mereka berdua bertemu pandang sesaat kemudian. Keduanya terbelalak. Cahaya rembulan yang masuk lewat jendela yang terbuka menerangi wajah si penyusup. Sosoknya tampak dengan jelas sekarang. Seorang pria kekar yang mengenakan topeng.

"K-Kau!!"

Dengan kecepatan yang amat tinggi, sosok bertopeng itu mengeluarkan pisau dan menikam dada pemilik rumah, kemudian mencabutnya kembali. Sang pemilik rumah terperanjat. Darah mengalir deras dari lubang luka di dadanya.

"A-Aaagghh ...."

Aliran darah itu menciptakan genangan darah berwarna merah tua di lantai. Sang pemilik rumah tumbang beberapa saat kemudian dengan wajah yang menyiratkan keterkejutan serta kepanikan.

"Aku harus cepat sebelum tubuhnya di-respawn!!" batin sang sosok bertopeng.

Sosok itu bergegas menjelajahi seisi rumah, mengobrak-abrik semua ruangan dengan cepat. Diambilnya uang dan barang-barang yang menurutnya berharga, kemudian dibakarnya rumah itu menggunakan sihir api untuk menghilangkan jejak kaki dan jejak-jejak kedatangannya yang lain. Ia keluar dari rumah itu dengan tenang seolah tanpa dosa, kemudian berdiri menghadap rumah korbannya. Pantulan cahaya api membuat mata merah dari topeng yang dikenakannya seolah menyala. Sosok perampok itu mulai membuka dompet-dompet dan menghitung lembaran-lembaran uang yang dia rampas, kemudian memerhatikan perhiasan-perhiasan yang ia curi.

"Sialan!!!" gerutunya dengan suara berat sambil menendang tanah. "Masih belum cukup juga?!"













—————————————————————————————





Esok paginya.



Matahari belum lama terbit. Panasnya belum separah ketika siang hari. Langit malam yang gelap sudah digantikan oleh langit biru cerah. Warga-warga desa pun sudah mulai beraktivitas. Bangunan-bangunan yang tadinya rusak karena serangan salah sasaran kini sudah mulai diperbaiki dan dibangun kembali. Rupanya serangan beberapa hari yang lalu itu tidak membuat para warga desa jadi takut untuk keluar rumah. Mereka tidak takut meski mungkin harus menjalani sakitnya kematian sekali lagi. Malah mereka kembali beraktivitas seperti biasa dan bercanda tawa tanpa beban.

Yah ..., mungkin serangan seperti itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Mereka sudah terbiasa mati hingga merasa biasa saja meski mati berkali-kali. Tampaknya, di era keabadian ini, ketakutan terbesar bagi umat manusia bukan lagi kematian.

"Hei, Yuuzaki. Hari ini aku akan mengalahkanmu!! Kita bertanding!! Siapa yang berhasil menguasai materi pelajaran hari ini dengan sempurna lebih dulu, dialah yang menang!!" tantang Matsumura sambil tersenyum penuh semangat. Rupanya dia belum menerima kenyataan bahwa saat ini kemampuan bertarung Yuuzaki lebih tinggi daripada miliknya.

"Hei, kenapa tiba-tiba latihan kita jadi persaingan, Matsumura?" Yuuzaki terkekeh geli. "Kita, 'kan, rekan seperguruan."

"Oohh, mencoba kabur, ya?" Matsumura menyeringai dengan sok. "Asal kau tahu, kemarin itu aku cuma pura-pura jadi orang konyol. Kekuatanku yang sebenarnya lebih besar daripada itu. Kau takut, 'kan?"

"Nih anak masih aja ngibul. Udahlah akui saja bahwa Yuuzaki lebih kuat darimu. Tanpa Soul Reaper kau tak bisa apa-apa." Yumatsu hanya terdiam mendengar ocehan omong kosong Matsumura dengan bulir keringat mengalir di keningnya.

"Pura-pura ga denger aja deh," batin Yumatsu sambil menatap lurus ke depan, memandang penduduk-penduduk desa yang tengah melintasi jalan ini. Ya, mereka bertiga sedang melintasi jalanan desa menuju hutan tempat latihan langganan mereka.

"Aku yang terkuat. Aku lebih kuat dari dirimu."

"Kalau begitu, kenapa kemarin kau tidak bisa merobohkan pohon?"

"Sudah kubilang, aku hanya main-main!! Lihat saja, hari ini aku akan serius!!"

"Ah, masa?"

"Kau meremehkanku, Yuuzaki?! Aku menyesal membagi makan siangku denganmu kemarin."

"Siapa suruh?"

"Kau ngajak gelud?!"

"Weee ...."

"Uuuuuuuggggghhhh!!!" Kepala Yumatsu seolah mau meledak. Urat-urat nadi mulai timbul di wajahnya. Dia berpikir bahwa pura-pura tidak dengar adalah pilihan terbaik, tapi rupanya itu malah menambah parah masalah.

"LU PADA BISA DIEM GA SIH?! GUA GEBUG JUGA PALA LU!!!" jerit Yumatsu dalam hati.

(TN: Ngakak oi 😂😂😂😂😂😂🤣🤣🤣🤣🤣🤣)

"Sudah, sudah. Begini saja." Yumatsu menengahi. "Kita lihat siapa yang lebih kuat dengan latih tanding."

Perhatian Matsumura dan Yuuzaki langsung teralihkan.

"Latih tanding?"






To be continued

Spirit God Kara, Tensei Shitara Shinigami ni Natta?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang