chapter 22 - kemungkinan

160 10 0
                                    

TING..
hp gian bergetar menandakan ada pesan masuk,

"jangan lupa makan malam." begitu bungi SMS dari niki, singkat padat dan jelas.

gian tersenyum melihat pesan singkat itu. niki memang jadi sering mengingatkan gian makan lewat SMS, sejak niki tau gian sendirian dirumah.
gian mulai mengetik balasan.

"iya aku udah makan kok. :P"

niki segera menyambar HP nya ketika berdering, dan senyumnya merekah melihat emoji di ujung pesan gian, rasanya lucu sekali.
niki memeluk erat Hp nya di dada.
ia berharap semoga hubungannya dengan gian akan tetap seperti ini.

*****

rian tengah berjalan di koridor sekolah seorang diri,
ia hendak menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku yang sekarang menumpuk ditangannya.

"gue denger gian deket lagi sama nurul."

rian tak sengaja mendengar obrolan 2 orang cowok yang sedang asyik nongkrong di sisi koridor.

rian memelankan jalannya agar bisa menguping pembicaraan 2 orang yang ada di depannya ini.

"oh ya? bukannya dia lagi deket sama niki yah?"

"yah ga tau, pilihannya berat kali. haha."

"gila.. kenapa sih tu anak selalu deket sama cewek-cewek cantik disekolah kita."

"ahh elu iri aja jadi orang, makanya punya wajah gantengan dikit napa."

"kaya lu ganteng aja ahh tutup botol."

rian segera berlalu setelah mendengar celotehan anak-anak itu. lalu hanya menggelengkan kepala pelan.

*****

seperti biasa niki dan riska masih berada di kelas, ketika yang lain sudah meninggalkan bangku masing-masing.

"kamu udah denger ki?" riska menyenggol lengan niki yang sedari tadi malah terlihat lesu.
tapi sepertinya riska sudah melihat jawabannya dari raut wajahnya.

tanpa mendengar pertanyaan dari riska lagi, niki segera mengangguk lesu.

"apaan sih tuh anak, genit banget deket-deketin 'dia', udah tau 'dia' deket sama kamu, masiiiih aja di deketin."

"aku kan cuma deket sebagai sahabat, bukan berstatus pacar, 'dia' masih bebas mau deket sama siapa-siapa juga."

"jadi kamu mau nyerah aja gitu?"

"nyerah dari apa?"

"dari gian laaahh.. harusnya kamu peeeeeepeeet terus, jangan di kasih kendor, buat dia jatuh cinta sama kamu, itu baru namanya berjuang."
ucap riska dengan menggebu-gebu mulai berani berkata lebih keras karena kelas telah kosong kali ini, tanpa harus menyamarkan nama gian menjadi 'dia'.

niki terkekeh pelan, sahabatnya ini emang kadang-kadang rada absurd. perasaan niki yang ngalamin, tapi kok dia yang geregetnya yah.

"aku emang mau gian jatuh cinta sama aku, tapi aku mau.. dia jatuh cinta sama aku tulus dari hati dia sendiri."

"bukannya ada kalimat kalo cinta tidak dapat dipaksakan?" lanjut niki, membuat riska terdiam sejenak.

riska hanya ingin cepat-cepat melihat wajah sahabatnya ini tersenyum bahagia, dengan seseorang yang disukainya.

"terus mau sampai kapan?"

"hmm?"

"mau sampai kapan kamu memendap perasaan kamu buat gian? ki aku ingetin yah kita disekolah ini tinggal menghitung minggu buat ujian, dan kelulusan."

"gimana kalo seandainya kamu dan gian berbeda universitas ketika kuliah nanti, masih mending kalo kalian masih deket kaya sekarang, kalo ngga gimana? gimana kalo dia jadi sibuk sama urusan dia sendiri sampai lupa sama kamu. aku bukan nakut-nakutin kamu, cuma mikirin jauh kedepan, sama kemungkinan yang bakal terjadi."

niki menghela nafas panjang. jika dipikirkan lagi hal yang dikatakan riska ada benarnya juga, dan rasanya cukup menakutkan jika hal itu sampai terjadi.

"haruskah aku yang nyatain cinta duluan?"

"kalo harus." jawab riska dengan cepat

"tapi.. aku takut ris."

"takut apa ki?"

"kalo aku nyatain semua perasaanku, dan kalo dia menolak, akan jadi kaya apa hubungan aku sama dia? pasti bakal canggung banget, dia pasti bakal jauhin aku, atau mungkin lebih buruknya lagi dia jadi ilfeel sama aku gimana?"

riska menoyor kepala niki pelan dengan gemas. "kamu itu orangnya pesimis juga yah, ini namanya kalah sebelum berperang, sampai kapanpun kamu ga akan tau kalo belum menyatakannya dulu."

niki hanya memasang wajah cemberut.

"gini deh? niki tatap mata aku." suruh riska dengan raut wajah serius.

"iiih gak mau, jangan hipnotis aku ris." niki refleks memejamkan matanya dengan rapat.

"siapa yang mau hipnotis ahh elah, dasar korban televisi."

"hehehe." niki hanya cengengesan melihat wajah kesal riska.

"menurut kamu, gian ada perasaan ga sama kamu?"

niki berpikir sejenak. "aku ga yakin, kamu juga tau sendiri kan gian seperti apa orangnya, tapi..aku ga tau ini perasaanku atau bukan, terkadang disaat-saat tertentu gian seolah seperti suka sama aku, dari cara bicaranya, perhatiannya, jahilnya, sikapnya, Yang sedikit berbeda dibanding orang-orang yang ada disekitarnya."

"tapi aku berpikir lagi, mungkin karena dia nganggep aku sebagai sahabatnya, makanya aku diperlakuin 'sedikit' istimewa, itu sih yang aku rasain."

"ngga ngga ngga," riska menggelengkan kepala tidak setuju. "feeling aku bilang, gian ada rasa sama kamu."

niki mendengus "kamu bilang kaya gini, cuma buat aku seneng kan? udahlah ris, aku ga mau keGR-an."

"ngga ki beneran, dengerin aku dulu.."

"oke."

"kenapa aku bilang kaya gitu, pertama ketika awal-awal dia jauhin kamu, dan ketika kamu minta dia jangan jauhin kamu lagi, dia gak nolak, malah lebih milih kamu dibanding sahabatnya rian. iya kan?"

"kedua ketika kemarin-kemarin kamu jauhin dia, kamu liat sendirikan gimana sikap dia yang mohon sama kamu buat ga jauhin dia lagi, seolah ga mau kehilangan kamu."

"ketiga, entahlah perasaanku bilang setiap dia ngeliat kamu, kaya yang beda aja, kaya tatapan yang penuh arti, tapi sulit buat diartikan. kamu tau kan maksudku?"

"aku ga ngerti."

"masa kamu sendiri ga bisa ngerti tatapan dia siihhh, ahh dasar ga peka," sewot riska kesal.

"jadi intinya apa?"

"intinya, kamu harus nyoba nyatain perasaan kamu sama gian, karena aku yakin gian punya rasa yang sama, meski mungkin ga sebanyak perasaan kamu.. kamu harus ngambil kesempatan itu, sekecil apapun celah itu."

setelah berpikir panjang niki akhirnya mengangguk, meski hatinya masih sangat ragu.

"oke, aku bakal nyatain perasaan aku, tepat pada waktunya nanti."

tokk..tokk..tokk
suara ketukan pintu memotong obrolan kedua sahabat itu..
niki dan riska menoleh bersamaan kearah pintu, untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kelas mereka. niki langsung menahan nafas melihat nurul DKK ada di daun pintu.

"niki, bisa kita bicara sebentar?" tanya nurul tiba-tiba membuat niki dan riska bertukar pandang.

*****

Message love [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang