12. Cukup Diam

844 177 7
                                    

Serial BerTemanmu Surgamu – 12. Cukup Diam

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2018, 13 Agustus

-::-

Bintang lagi gabut banget hari ini. Sebenernya bukan gabut, tapi mager aja sih. Cucian dia ada sebak, dia cuekin aja gara-gara pengin minum Thai tea belum kesampean juga.

"Bin, jemuran pada ke manain sih? Kok tinggal segini?"

Pertanyaan Sahl bikin Bintang nengok. Fokusnya teralihkan. Ada kepala Sahl nongol di pintu kontrakan.

"Di situ lihat aja. Ngga gue jual kok!"

"Ya gue tahu, ngga lo jual. Tapi ngga ada nih..."

"Gue yang pake," kata Tian, kalem. "Buat gantung baju-baju gue, hehe. Lo mau pake ya?"

Sahl diam.

Masalahnya, yang beli gantungan baju itu ya Tian.

"Ng... ngga. Lo pake aja ngga apa-apa, Yan. Gue biar dijembreng aja nih bajunya. Ngga banyak juga," ucap Sahl cepat. Dia menghilang lagi dari ambang pintu kontrakan.

Tian dan Bintang kembali berfokus pada kegiatan mereka masing-masing. Tian sibuk dengerin lagu dari yutup, dan Bintang nge-scroll hapenya, lihat-lihat timeline.

Bintang menghela napas pendek melihat postingan teman di dunia mayanya, perihal kunjungan-kunjungan ke banyak masjid di berbagai belahan dunia. Bintang keki banget lihatnya. Masa fotonya sok modeling banget!

Ada foto pas lagi masuk area masjid, lalu pas lagi wudhu, lalu pas di dalam ruang shalat, lalu video ceramah dalam bahasa yang aneh-aneh yang Bintang ngga ngerti, saking keliling dunia-nya ini orang.

Masjid-nya juga bagus-bagus, batin Bintang yang kayaknya agak-agak iri.

Iya, ada Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Al Aqsha, Masjid Quba, Masjid Aisyah, Blue Mosque, Masjid di Mesir, Masjid di Kairo, Masjid di Yaman, Masjid di... AH! Semua Masjid bagus kayaknya didatangi sama ini orang.

Bintang menggulir layar beberapa kali. Walau agak-agak keki, tapi Bintang suka sekali melihat tampilan-tampilan yang tersaji di layar ponselnya. Lagipula kualitas gambar yang diunggah oleh temannya ini termasuk kualitas HD atau High Definition, jadi mata yang melihat gambarnya juga termandjakan.

"Ck, norak lo. Pamer!" komentar Bintang ketika tiba di foto terakhir.

"Apaan, Bin?"

Bintang mendongak, mendapati Sahl duduk di sampingnya, menyodorkan selembar kertas.

Rupanya nota pembelian pulsa yang belum dibayar oleh Bintang. Ini biasanya mereka memang pesan pulsa ke Salwa, kakak perempuan nomor dua di keluarga Sahl.

"Ini, Hal, temen gua," kata Bintang, suaranya meninggi, "kerjaannya ngapdeeet bae ke mana dia jalan-jalan. Pamer banget," sambungnya. "Tuh, lihat tuh, masa pas wudhu aja difoto! Dia mau kurban kambing, itu kambingnya difoto! Najis banget. RIYA BANGET, ASLIK!"

Sahl melirik sekilas ke layar ponsel Bintang, lantas tertawa hingga bahunya berguncang.

"Lah, kok lo ketawa dah? Lo kata ini lucu?" Bintang makin snewen. "Kocak lu!"

"Ya gimana gue ngga ketawa, lucu banget sih elu, Bin..." kata Sahl.

Bintang jadi bingung, mau sebel atau seneng dibilang lucu di kondisi begini.

"Gini, Bin, kita tuh ngga pernah ngerti hatinya seseorang sampe-sampe kita berani nyimpulin isi hati seseorang. Lagian nih ya, ngomentarin orang lain itu ngga boleh dalam masalah hati. Misal kayak gini ini nih, main simpulin temen lo riya dan segala macem. Iya sih dia posting pas lagi wudhu, atau pas lagi shalat dia posting pun, kita ngga boleh, Bin, suuzhan sama dia. Bilang dia riya, dan lain-lain, itu ngga boleh. Walaupun kita udah paham bahwa ibadah yang terbaik itu yang disembunyikan," jelas Sahl. "Cukup kita diam dan itu lebih menyelamatkan, daripada kita ngomentarin perbuatan saudara kita terusannya kita salah. Berarti siap-siap kita dimintain tanggung jawab di akhirat."

Bintang berjengit ngeri mendengarnya. " Kok jadi gua yang tanggung jawab. DIH! Rugi amat!"

"Itu dia," kata Sahl lagi, "padahal lo ngga ikut keliling dunia, cuma komen aja, eh rugi dah dimintain pertanggungjawaban." Sahl geleng-geleng kepala. " Males banget ngga tuh, Bin?"

Bintang manyun. "Ya tapi dia emang pamer-pamer di sosmed tuh! Tujuannya apaan kalau bukan buat dipuji? Riya kan?"

Sahl menarik napas. Bintang memang begitu. Meletup-letup pada pendapatnya sendiri.

"Kali aja postingannya buat simpanan pribadi?" kata Sahl.

"Halah! Kalau buat simpenan pribadi mah, simpen aja di laptop! Atau ya simpen aja ngga usah dipublik settingannya!" kelit Bintang.

"Ya ngga tahu. Kali aja buat berbagi juga, ngasih tahu bahwa tempat-tempat itu bagus. Dia foto di mana sih tuh?" Sahl menggerakkan kepalanya, "Di Aqsha!" Sahl heboh sendiri. "Woaaah! Bagus ya, Bin!"

"Paan sik ah!" sungut Bintang.

Kenapa Sahl jadi excited begini?!

"Udah," kata Sahl lagi, "Jangan iri sama nikmat yang dikasih oleh Allah ke orang laen..."

"Siapa yang ngiri, gblk?!" Bintang nyolot.

Sahl tertawa. "Iya, maap, maap, haha," ucapnya. "Ya udah, kapan mau bayar pulsa?"

Bintang tersadarkan pada selembar kertas di tangannya.

Haduh, mana dua ratus ribu lagi totalannya, keluh Bintang seorang diri.

"Entar ye, kalau transferan dari Mas Langit udah masuk," kata Bintang, nyengir gaje. "InsyaaAllah, hehe."

Tian, yang sejak tadi memasang headphone di kedua telinganya, menoleh. Pandangannya terfokus pada nota di tangan Bintang.

"Gue punya utang pulsa ngga, Hal?" tanya Tian pada Sahl.

"Ngga, Bos. Udah langsung lunas kalau lo mah," kata Sahl. "Kak Salwa demen banget kalau lo order pulsa."

"Jangan nyindir gue dah, Hal. Gblk amat," gerutu Bintang.

Sahl terbahak, "Kak Salwa yang bilang, Bin. Tapi lo ngutang juga ngga masalah. Haha," ucapnya. "Eh, Yan, itu lo poto di mana? Di Paris apa di tower sutet?"

Sahl bertanya demikian sebab laptop Tian menampilkan gambar Tian sedang berdiri di dekat rerumputan dengan latar belakang menara tinggi yang biasa disebut Eiffel Tower.

"Di Paris, waktu naik kelas sebelas kayaknya," jawab Tian. "Ganteng ya?"

Bintang melirik Sahl ketika dalam benak Bintang terbesit sedikit rasa kesal melihat foto tersebut. Tadinya mau bilang Tian PAMER, tapi keingetan kalimat Sahl tadi.

"Wah, ke Paris? Ke Madrid udah belom?" tanya Sahl.

"Udah, waktu itu nonton tanding bola," kata Tian, menggerakkan jemarinya di laptop yang touchsreen itu, membuka folder-folder.

Bintang rasanya mau nangis. Karena dia suka banget sama tim sepakbola Real Madrid dan pengin banget ke stadion Santiago Bernabeu, dan...

"Ini, di Santiago Bernabeu," kata Tian pada fotonya yang sedang berada di tribun, mengenakan jersey Real Madrid. "Waktu itu Madrid lawan Milan."

Sahl melihat foto itu lekat-lekat. Wajahnya terlihat semringah.

Bintang juga melihat foto itu lekat-lekat. Bedanya, wajahnya mendung dan dia iri abis dengan Tian.

Rasanya Bintang mau teriak di kuping Tian.

JANGAN PAMER LAH, GBLK!

Tapi dia ingat lagi kalimat Sahl tadi. Jadi dia mingkem-manyun aja.

Ah, dunia...

Ah, dunia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓] BerTemanmu SurgamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang