15. Kayak Lo Ngga Aja

746 177 33
                                    

Serial BerTemanmu Surgamu – 15. Kayak Lo Ngga Aja

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2018, 25 Agustus

Note: Info for typo(s) are LOVE 💕

-::-

Sahl pulang beli nasi uduk, Bintang ternyata masih menangis. Ngga nangis bombai sampe basahin sprei sih. Cuma nangis jelek gitu yang ngeluapin rasa kesal dalam hatinya.

"Bihunnya ada ngga, Hal?" Tian menyambut kantong kresek merah yang ada di tangan Sahl. "Nah, ini ada gorengan?"

"Iya masih ada," jawab Sahl, lantas beralih pada Bintang. "Bin, makan dulu sini. Ada semur jengkol! Nanti gantian ngosek WC ya!"

Mendengar itu, Bintang beringsut juga dari kasurnya, meski dengan langkah ogah-ogahan.

"Udaaah, UTS remed mah wajar," kata Sahl. "Apalagi anak baru kayak kita. Masih bingung sama mata kuliah."

"Auk ah," sahut Bintang.

Sahl tertawa. "Berdoa aja, remednya dilancarin Allah."

Tian menggigit bakwan dan menoleh. "Berdoa mulu kerjaan lu, Hal. Kayak nilai lo bagus aja. Padahal nilai lo juga jelek. Cuma selamet aja tuh dari remed."

Sahl ngakak. "Gblk si Tian kalau ngomong jujur sangat, bah!"

Bintang masih manyun-manyun, tapi tangannya nyomot tempe goreng.

"Pokoknya, berdoa aja di setiap kesempatan," kata Sahl lagi.

"Lu sih enak," kata Bintang ke Tian, sembari ngegigit tempe goreng di tangannya. "Udah Ganteng, pinter juga. Padahal kalau ada tugas, ngerepotin gua. Pas UTS, kaga nolongin seacan-acan."

Tian nyengir. "Ya maap, bruh. Kalau gue bisa nyamar jadi lo juga gue gantiin deh kelas lo pas UTS. Hehe..."

"Masa Raja ngegantiin Rakyat Jelata," komentar Sahl yang kini sudah membuka bungkusan nasi uduknya. Wajahnya semringah melihat tiga buah jengkol berdiam di atas nasi. Dia sedikit terhuyung ketika pundaknya didorong Bintang.

"Ngehina gua aja lu," kata Bintang. "Kayak lu ngga jelek aja!"

Sahl cekikikan sembari menyendok nasi. "Bismillaah," ucapnya sebelum menyuap nasi tersebut ke mulutnya. "Yang penting nih, Bin, DOA aja terus!"

Tian melirik Sahl yang kini sibuk mengunyah.

"Gua heran dah," kata Tian, "prinsip lo kan ngga jauh-jauh dari doa. Tapi nilai lo aja ngga bagus-bagus amat, Hal. Apa untungnya berdoa?"

Iya, maksud Tian, apa untungnya Capek-capek Worshiping Allah kalau nilai ngga lebih baik?

"Eh, Tian," kata Sahl pada sahabatnya yang kini menganut paham agnostik, yakni tidak percaya pada agama mana pun, kendati di KTP tertera Tian adalah nasrani. "Berdoa itu bukan buat nilai jadi sempurna... Berdoa itu justru bagi gue ya buat ngilangin banyak hal."

Bintang melihat Tian dan Sahl bergantian. Membiarkan Sahl menceramahi Tian tentang Islam.

"Ini lebih gila lagi," kata Tian. "DOA itu bukannya minta sesuatu? Ya meski gue ngga nangkep, apa hubungannya. Maksud gue, kalau lo mau sesuatu, YA USAHA CUY! Diem aja mana bisa dapet..."

"Jangan nyindir gue lo, gblk," omel Bintang.

Tian cuma ngernyitin kening.

"Nah, persis!" seru Sahl, pada ucapan Tian tadi. "Nilai jelek ya salah gue juga sih kenapa ngga belajar lebih giat hehe ya meski gue usaha se-hard apa pun ya kapasitas gue cuma selamet dari remed, ya apalah apalah..."

"Terus, lo kehilangan apaan gegara berdoa?" tanya Tian. "Selain kehilangan waktu loh ya."

Sahl nyengir.

Sabar-sabar dia ngadepin Tian yang mayan sering nanya-nanya kenapa begini dan begitu. Ngademin hati bagi Sahl adalah dengan bersyukur ke Allah, bukan dia yang ada di posisi Tian.

"Kalau gue rajin berdoa, gue kehilangan rasa pengen marah-marah, kehilangan ego, kehilangan kesombongan, kehilangan rasa ngga aman, kehilangan rasa takut atas kematian," jelas Sahl.

Sukses bikin Tian berjengit. "LAH MASA? Elu ngga takut mati, Hal?"

"Kalau gue rajin doa, pasti ngga takut mati," jawab Sahl.

"Sahl mana pernah takut kena begal motor, ya kan?" Bintang nimbrung.

"Ya ngapain juga takut," balas Tian. "Sahl kan ngga punya motor!"

Bintang ngakak dengan nasi uduk di mulutnya. Tawanya dari sekian manyun yang dia perlihatkan tadi.

"Ya pokoknya gitu, Yan..." kata Sahl.

"Ah tapi lo juga sering marah-marahin gua," kata Tian, lanjut melahap bihun kecapnya.

"Ya marah lah," ucap Sahl. "Lo pulang telat, ngga ngabarin. Lo ngga pulang, ngga ngabarin. Kalau Bunda lo telepon gue nanya lo di mana, gimana?"

"Emang, gblk si Tian kan, Hal," celetuk Bintang.

Tian mingkem. "Kalau Bunda ngga nyariin, elu kaga marah gitu ya?"

"Ya tetep."

"Gblk lu, Yan."

"Sepik aja lu bedua," ucap Tian lagi.

"Ya tetep marah lah. Kan kita bertiga sama-sama di sini. Biasa jam sembilan udah pada di rumah, kalau pulang telat ya ngabarin biar ngga bikin cemas."

"Dengerin, woi, dengerin."

Tian mingkem. Teringat dulu juga Bunda heboh tiap dia pulang lewat dari jam enam sore tanpa kabar.

Terus, Tian nyengir.

"Iya sih. Hehe. Sori ya, Hal!"

"Sori-sori aja," kata Sahl. "Bayar dulu tuh bihun sama gorengan."

Tian tertawa. "Iya entar gue bayar abis makan."

"Gue bayar abis bulan aja ya, Hal!" kata Bintang dengan bihun (yang dia ambil dari hadapan Tian) menggelantung di mulutnya.

"Seterah," jawab Sahl sembari menyuap lagi nasi uduk selanjutnya.

Dan Bintang nyengir senang. Galaunya atas remed terhalau dengan nikmatnya melahap seporsi nasi uduk dan semur jengkol yang bisa dibayar abis bulan ini.

Heuheu.

Heuheu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[✓] BerTemanmu SurgamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang