38. Ngemensyen Allah

678 136 25
                                    

Serial BerTemanmu Surgamu – 38. Ngemensyen Allah

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2018, 17 Februari

Note: Info for typo(s) are LOVE 💕

-::-

Beberapa plastik berserakan di dekat sofa. Bintang yang duduk di lantai, sibuk dengan ponselnya, memotret benda yang diberikan oleh Tian untuknya. Iya, Tian baru balik dari rumah orangtuanya dan bawa-bawa hadiah. Biasa dia mah begitu emang. Tian bawain Bintang tas keren yang ditaksir Bintang harganya sekitar lima ratus ribu lah. Bokapnya Tian emang tajir melintir. Aslinya, itu tas buat Tian, tapi Tian ngga mau make karena ngga suka warnanya yang abu-abu. Lah, Bintang mah warna apaan juga suka dia sih. Yang penting halal.

Sementara untuk Sahl, Tian ngasih beberapa lembar kaos. Kata Tian, biar stok kaos Sahl lumayan banyak. Abisannya, Tian bosen, lihat Sahl pake kaos itu lagi, itu lagi!

Ponsel Tian berdenting beberapa kali, menadakan notifikasi masuk ke sana. Dari Bintang lah, yang mengunggah gambar tas barunya ke laman sosial media, terus ngetag akunnya Tian.

"Subhanallaah ya ini bahannya adem semua," kata Sahl, usai mengeluarkan semua kaos dari dalam plastiknya.

Bintang menegakkan leher, mendapati ada lima lembar kaos keren milik Sahl. "Ada yang lo ngga suka ngga, Hal?"

Mendengarnya, Sahl menoleh pada Tian, "Emang boleh gue kasih lagi ke orang laen, Yan?"

Dan Tian lekas menggeleng. "Ke orang laen? Kaga boleh lah! Gue ngasih karena gue sayang elu, Hal..."

Bintang manyun. "Emak tiri lu bedua!"

Sahl tertawa, lantas melempar satu kaos warna kelabu, senada dengan tas di tangan Bintang.

"Tuh, buat lu, Bin."

"Lah, kok dikasih ke gua? Katanya kaga boleh?"

"Elu bukan orang laen buat gua, Bin," kata Sahl, kalem.

"Iya," timpal Tian. "Kaga boleh kalau ke orang laen. Emangnya elu orang laen? Lu kan babu gua..."

"Gblk ya!" dumal Bintang, tapi berbanding terbalik dengan wajahnya yang semringah. "Makasih ya. Hehe..."

"Makasih ke Allah, jangan ke gue..." kata Sahl, melipat kembali empat lembar kaos yang lain.

Bintang tertawa, lalu mengucap hamdalah sembari mencium kaos tersebut dalam-dalam.

"TabaarakArrahmaan..." sambung Sahl.

"Eh, itu artinya apaan sih?" tanya Tian, pada Sahl. Dia memang kerap penasaran dengan kalimat-kalimat yang diucapkan Sahl dalam berbagai kesempatan.

InsyaaAllah...

Subhanallaah...

Alhamdulillaah...

Allaahuakbar...

Laa hawla wa laa quwwata illa billaah...

HasbiyAllah...

Ats tsiqoh billaah...

Maasyaa Allah...

Astaghfirullaah...

Innalillaah...

TabaarakArrahmaan...

Dan masih bwaaanyak lagi!

"Apaan?" Sahl menoleh.

"Martabak apaan tadi tuh?" tanya Tian.

Lembar kaos, di tangan Bintang, melayang dan mendarat di wajah Tian.

"TabaarakArrahmaan, woi! Martabak! Lo kata cilok!" omel Bintang.

"Lah, iya itu dah, apaan sih tuh?"

"Pujian buat Allah, Yan," Sahl menumpuk empat bungkus kaos di pangkuannya. "TabaarakArrahmaan, artinya: Maha Suci Allah yang Maha Pengasih."

"Lo banyak bendahara kalimat begituan ya, Hal?" tanya Tian. "Kayaknya gue sering denger-denger itu dari lo. Ngga kayak Bintang, bahasanya ngga lebih dari; Gblk ya! Anjir. Bacot. Curut. Gitu..."

"Bacot nih bocah!" omel Bintang, mau ngelempar tas, tapi urung. Takut dibawa pulang lagi.

Tian mencibir, melempar kembali kaos pemberian Sahl untuk Bintang.

"Cuma buat ngingetin diri sendiri aja sih, Yan, bahwa semua ini dari Allah, punya Allah," Sahl menunjuk tumpukan plastik di pangkuannya, "bersyukur ya ke Allah."

"Tuhan lo seneng ya, dipuji-puji terus," kata Tian.

Sahl cuma nyengir. Masalahnya, dia tidak pernah setuju bahwa ada beda dalam Ketuhanan. Bagi Sahl, Tuhan itu ya cuma satu; Allah Rabbul'alamiin. Selain itu? Cuma makhluk lain yang disekutukan oleh hambaNya yang tersesat.

"Nih, gini, Yan," kata Sahl. "Si Bintang pasti tuh, nanti aplot ke sosmednya, dikasih tas n kaos sama lo. Terus, nanti dia tag akun lo di postingan. Rasanya gimana? Lo rasanya gimana? Seneng ngga?"

Tian melirik Bintang, agak bingung kenapa Sahl nanya beginian?

"Ya seneng lah. Berarti Bintang seneng gue kasih hadiah," jawab Tian.

"Lo seneng, karena Bintang tahu diri dengan mengingati siapa yang kasih dia hadiah. Ya kan?"

Tian nyengir lebar. "Iya sih. Hehe."

"Nah, gitu juga, gue mention Allah di segala kondisi dan keadaan, buat bikin Rabbul'alamiin yang ngurus gue jadi seneng. Meskipun kalau semisal gue ngga muji atau ngga berterima kasih juga ngga ngaruh apa-apa sih ke Allah, tapi ngaruh ke gue. Dengan nge-mention Allah, gue menyatakan diri bersyukur dan bahagia dengan apa yang gue dapet. Gitu."

"Hooo..." Bibir Tian membulat. "Selama ini gue ngelihat lo kayak yang sok taat banget, hehe, monmaap nih, Bapak Sahl... Abisan, lo kayaknya terlalu Islam banget. Ngga kayak Bintang, dia kan biasa aja tuh."

"Dih, apaan lu?" kelit Bintang. "Masa dah gua biasa aja? Heh, gua luar biasa neh Islam-nya! Henak aja ya Anda bicaranya!"

Sahl tertawa, "Dan mohon maap nih, Bapak Tian," katanya. "Sesungguhnya saya tidak peduli dengan apa yang Anda pikirkan tentang saya."

"Bodo amat, Hal," kata Tian, tertawa juga. Dia beranjak dari duduknya.

Bintang mendongak, matanya mengikuti arah langkah Tian, "Mau ke mana lo?"

"Boker. Mau ikut?"

Tangan Bintang langsung mendarat keras ke pantat Tian, dan Tian terbahak sambil lanjut jalan ke kamar mandi.

"Heh, Hal, itu kaos yang putih, pake buat Jumatan ini ya!" kata Tian, menunjuk tumpukan kaos.

"Iya, insyaaAllah. Entar sore gue cuci dulu."

Acungan dua jempol Tian terlihat sebelum dia berkelok untuk masuk kamar mandi.

Bintang melempar kaos abu-abu di tangannya. Entah udah kali ke berapa itu kaos dilempar-lempar.

"Cuciin sekalian, Hal!"

Refleks, Sahl bangkit dari duduknya, "Wani piro, bosku?"

"Sampeyan njaluke piro?" balas Bintang.

Lalu keduanya tertawa.

Lalu keduanya tertawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[✓] BerTemanmu SurgamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang