21. Ikut-ikutan

732 153 32
                                    

Serial BerTemanmu Surgamu –21. Ikut-ikutan

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2018, 16 September

Note: Info for typo(s) are LOVE 💕

-::-

Jelang magrib hari ini, Bintang, Tian, dan Sahl sudah berada di kontrakan. Sahl memutuskan untuk membersihkan teras depan, Tian tidur, dan Bintang main hape. Enak banget jadi mahasiswa semester awal, masih santaaai.

"Bin, udah dapet transferan belom?" tanya Sahl yang baru dari luar. Di tangannya ada ember lengkap dengan kain pel. Sahl sengaja berhenti di depan kamar sebelum lanjut ke kamar mandi.

Ditanya begitu, Bintang mendongak.

"Hah? Oh! Udah!" jawab Bintang cepat.

"Terus kapan mau setor? Gue butuh buat bayar listrik nih," kata Sahl lagi.

"Lo butuh cash apa gue transfer aja?"

"Sama aja, nanti juga gue transfer ke kak Salwa," jawab Sahl sambil ngeloyor ke kamar mandi.

Bintang angguk-angguk sambil buka aplikasi mobile banking yang dia punya, lantas melakukan transaksi yang Sahl pinta; Bayar kontrakan bulan ini.

"Udah tuh," kata Bintang pada Sahl yang balik dari dapur bawa toples isinya keripik tahu, makanan kesukaan Sahl yang dibawain Salwa pas ke sini kemarinan.

"Alhamdulillaah," kata Sahl, nyengir senang.

"Eh iya, gue nanya dong," kata Bintang, menggerakkan ponselnya agar mendekat ke Sahl yang duduk di tepian kasur Bintang. "Bagus mana?"

"Apaan?"

Sahl nanya sambil ngelihatin ponselnya Bintang, keningnya agak mengerunyut sedikit begitu matanya diperlihatkan deretan kaos-kaos segala warna. Ada biru, kuning, abu-abu. Dan yaang paling mencolok adalah lafaz tauhid; Laa Ilaaha Illallaah, yang tertera di bagian dada kaos tersebut.

"Apaan nih?" tanya Sahl cepat. Dia melirik Bintang lalu melihat ke ponsel lagi.

"Kaos."

"Ya gue tahu, ini kaos. Nenek-nenek juga tahu ini kaos," komentar Sahl, galak. "Lo mau beli kaos ginian?"

Bintang mengangguk, alisnya turun-naik. "Yoi. Kan lagi ngetren."

"Astaghfirullaah," ucap Sahl, geleng-geleng kepala. "Masa pake ginian gara-gara lagi ngetren sih, Bin?"

Bintang mendecak, "Ck! Lo ngga tahu emangnya? Orang-orang julid lagi parno banget sama kalimat ini! Terus, pake goods yang ada giniannya juga sekalian menunjukkan, kita tuh bangga! Ah elah. Lu mau ngga? Gue orderin sekalian."

"Ngga."

"Yeeeuh, ya udah!"

"Bin, lo ngga usah tran-tren tran-tren gitu kenapa sih?"

"Ngapa dah?"

"Ngga usah beli kaos begituan lah..."

"Apa dah lo, Hal? Lo ngga bangga sama kalimat ini?"

Sahl menghentikan kunyahannya, lalu menghela napas pendek, tapi penuh rasa kesal yang ingin sekali ia enyahkan.

"Bin, ini tuh kalimat yang pengen banget gue ucapin pas tarikan napas terakhir," kata Sahl, masih usaha sabar. "Gue hidup dengan kalimat ini, mati juga maunya dengan kalimat ini."

"Lah, ya udah kalau gitu. Pake ini biar pas di jalan orang-orang inget sama ini kalimat."

"Ngga segampang itu, Bin," kata Sahl cepat. "Ini kalimat penting. Kalimat mulia. Gimana kalau pas lo pake kaos ini, lo masuk ke dalam toilet? Atau lo ngelakuin maksiat, entah apaan itu. Ngebohong, ngeliatin cewek. Menurut lo, makna ini kalimat, apaan?"

"Innalillaahi, gblk ya Sahl mah," Bintang merepet, "ya makanya pake kaos ini biar kaga maksiat!"

"Tapi pas masuk toilet?" cecar Sahl. "Rasul pernah pake cincin yang ada tulisan ALLAH-nya, terus dilepas tiap mau ke toilet. Nah, kalau lo pake kaos dengan tulisan ini? Apa lo buka kaosnya? Kaosnya lo taro di luar toilet, baru lo masuk toilet? Iya?"

Bintang mingkem. Dia ngga kepikiran sih bahwa tulisan ini segitu mulianya sampai ngga boleh masuk toilet.

"Ribet dah lu," dumal Bintang, main hape lagi. "Ini itu ribet. Lo ngga sewot ya, denger berita sekarang-sekarang tuh kalimat ini dijadiin hinaan sama orang-orang JIL?"

Helaan napas Sahl terdengar lagi. "Gue bukan cuma sewot, Bin. Gue marah, tapi ngerasa gblk karena ngga bisa apa-apa."

"NAH!" kata Bintang, "Pake atribut begini jadi kayak dukungan atau bangga jadi muslim."

Dan lirikan Sahl terarah lagi pada Bintang.

"Kalau pakai atribut ginian doang terus membuktikan gue muslim yang baik dan masuk surga, gue mau," kata Sahl lagi.

Bintang langsung keki.

"Ya ngga bisa lah. Masa masuk surga segampil itu. Ngarang aja lu."

"Nah, itu lo tahu?" balas Sahl. "Masuk surga ribet, ya ngga? Lagian nih, Bin, ngapain pake atribut beginian yang khawatir masuk toilet dengan lafaz Allah kelihatan begitu, tapi shalat Subuh aja mesti dibangunin susah payah."

"HANJIR YA SAHL GBLK BANGET JADI MANUSIA!" teriak Bintang serta merta. "Astaghfirullaahal 'azhiim!"

Tian sampai terkejut dan berbalik dari tidurnya. "Heh, apaan seh? Gue lagi istirahat digangguin aja!"

Tapi Bintang ngga peduli. Bintang masih mendelik pada Sahl yang asik ngemilin keripik tahu.

"Ya iya, kalau bangga jadi muslim, bukan dengan cara pakai atribut begini doang. Ini sih ngga menyelesaikan masalah," kata Sahl. "Kalau bangga jadi muslim, masjid-masjid rame pas shalat lima waktu, semua kegiatan di-stop pas jelang azan. Sedekah nominalnya besar-besar, senyum kalau ketemu sesama muslim, suka nolongin muslim lain bahkan tanpa diminta. Itu tuh kalau bangga jadi muslim, bukan malah kebalikannya..."

Hening.

Bintang manyun. Malu bukan main.

Sahl kenapa sih ngeselin amat, dumal Bintang dalam hati.

"Tilawah ngga pake ngantuk, hafalan nambah. Kalau ada yang menistakan agama, marah. Kalau ada yang hina Nabi dan Rasul dan para Sahabat, marah. Bukan malah ikut-ikutan tren pake atribut ini itu tapi kelakuan? NOL. Tapi ibadah? NOL. Apalagi akhlak ke sesama manusia; NOL. Ya buat apaan?"

Suara Sahl mengiang-ngiang di telinga Bintang.

"Ngomongin apaan sih?" tanya Tian yang rupanya sudah bangun. Suara Bintang emang mirip petasan mercon sih. Ganggu.

"Ah, ngga," kata Sahl. "Kebangun kan lo jadinya. Sori, Yan."

"Hm," balas Tian. "Hooaahm---jam berapa sih nih?" Tian melihat ponsel yang ia letakkan dekat kakinya. "Jam setengah enam. Lo pada ngga ke masjid?"

"Iya nih, bentar lagi," Sahl melahap satu keripik sebelum bangkit dari duduknya. "Masjid, Bin. Mau pake atribut itu ya boleh aja, yang penting paham gimana memuliakan kalimat itu. Jangan sampe masuk toilet. Jangan cuma gara-gara mau ikut-ikutan kekinian, malah kebablasan."

Dan Bintang tidak menyahut lagi, melainkan menyasar pada kolom inbox di sosmed-nya dengan penjual kaos tadi. Mengetik beberapa huruf di sana;

Ngga jadi order, gan. Sori.

 Sori

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


[✓] BerTemanmu SurgamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang