13

3.1K 410 10
                                    

Valetta, Malta

11.00 a.m CET

     Saat itu usianya masih belia sekitar dua tahun. Memang, dia tidak menyaksikan secara langsung bagaimana ibunya meregang nyawa di atas podium eksekusi. Tapi setelahnya, yang ia ketahui ibunya wafat dengan cara itu. Kemudian ia menjalani kerasnya kehidupan tanpa seorang ib–––

      "Rosie."

      "Rosie."

Sayup-sayup suara samar menggugah pikirannya.

      "Kau melamun lagi." Taehyung menegurnya memberikan senyumam, karena posisi mereka berdua berjalan beriringan.

      Wanita itu sadar kemudian memandang keadaan sekitar mereka. Ah, iya. Sudah berbeda tempat. Gerak dari kedua langkah kaki, sementara ia hentikan, roda-roda kecil dari koper yang ia seret juga ikut berhenti. Satu benda persegi panjang berpendar ia keluarkan dari dalam tas tangannya untuk menghubungi seseorang,

      Chanyeol dan Hyunsik yang asik bercengkrama di belakang tubuh Rose, otomatis ikut menghentikan langkah mereka. Tidak lain karena saudari mereka yang berada di depan sedang berhenti. Agar tidak saling menabrak satu sama lain. Maka itulah yang harus dilakukan.

       "Yuma," belum selesai Rose mengucapkan kalimatnya dibalik sambungan komunikasi melalui ponsel. Pria di ujung sambungan sudah memotong kalimat. "Maaf miss, jika Anda ingin menyetir jet pribadi sendiri seperti biasanya. Lisensi dan dokumen terkait milik Anda, ada bersama saya. Dan Anda tidak bisa pergi tanpa itu semua."

      "Hah!"

       Untuk salah satu hal penting yang biasanya ia perhatikan, kali ini Rose sangat ceroboh sampai tidak menyiapkannya. Segera ia memeriksa, mengobrak abrik isi di dalam tas tangan yang di kenakan. Dari dalam sana ada dua ponsel yang ia keluarkan. Dompet, cermin, pena, kotak make up sisa barang tetap di dalam, karena tidak begitu mengganggu. Iya benar tidak ada di dalam disini. Sekarang hembusan nafas kasar terasa di sekitar wajahnya.

      "Baiklah, jaga ayah untukku. Tolong awasi segalanya dan laporkan perkembangannya padaku."

      "Baik miss, selamat berlibur."

       Rose mematikan sambungan telepon untuk Yuma. Taehyung memperhatikan sejak berada di kabin pesawat. Wanita ini pembawaannya lebih tenang, dan diam. Berbincang-bincang juga tidak.

      "Ponselmu banyak, apa tidak bingung menggunakannya..." Atas pertanyaan tersebut, Rose menggeleng dengan pikiran kosong. Menatap lurus ke depan.

      "Tidak, aku sudah seperti ini sejak dulu. Satu––untuk berkomunikasi dengan keluarga, satu untuk urusan kerja, dan satunya untuk kegiatan sosial." Rose memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat, hasilnya menemukan Hyungsik dan Chanyeol yang seperti mengetahui sesuatu. Tetapi wajah keduanya seperti berpura-pura lugu dan polos. Wah...

      "Das isst vunderbar!!¹"

      Kemudian ia melenggang pergi dengan uap di atas kepala yang meninggi, Hyungsik menatap punggung sang adik dengan wajah datar, "Hei adik, aku tahu kau seperti kamus. Jangan mengumpat dengan bahasa yang tak ku mengerti."

      Chanyeol menggaruk rambutnya, cuaca panas, ditambah tingkah kakak-adiknya. Selalu seperti tikus dan kucing. "Lama-lama kau bisa kena serangan jantung Hyung. Aku akan sedih jika kau meninggal usia muda." Kemudian berlari mengejar Rose sambil tertawa.

      "Apaaa." Suara Hyunsik lebih tepatnya seperti berteriak. Tentu saja, itu untuk Chanyeol dan Roseanne. Taehyung hanya bisa menggeleng. Memang seperti api dan air jika mereka bertiga bersama. Lucu juga...

❄️❄️❄️

      Perjalanan kemari sekitar sepuluh menit dari mansion, para pria ini enggan untuk tinggal di hotel, karena masalah privasi. Mereka tidak akan leluasa berlibur. Jika para pria yang memang bekerja di dunia entertainment yang dipenuhi sorot kamera dan banyak pasang mata, Rose dapat menerima dan memaklumi, bagaimana dengan kedua saudaranya? Mereka sudah seperti artis saja. Enggan tinggal di hotel karena apaaaa. Takut diliput, yang benar saja. Siapa yang perduli.

     Aroma kuat dari air laut, belum jika ditambah angin yang rasanya kering dan menyengat dari sinar matahari. Rasanya seperti melakukan pekerjaan yang sia-sia. Jika ia berpergian, Rose lebih menyukai pergi dan menetap di tempat yang bisa membantu kehidupan mereka yang memerlukan. Biasanya tempat itu adalah lokasi yang sulit di jangkau pemerintah setempat.

       Duduk sendiri, seperti orang gila. Menatap hilir mudik manusia yang berwajah bahagia. Padahal mereka semua juga memiliki beban hidup karena rutinitas. "Beban hidupku baru dimulai, di tempat ini."

'Tuhan, hamba ingin pergi dari sini'

       "Pertama, seharusnya aku tidur saja di kamar, kedua sedang apa aku disini, ketiga kemana mereka semua."

       Mau tidak mau Rose pergi dari sana, ia  bangkit dan memilih mengikuti jalan yang ada di sekitar pantai. Sepertinya ada pasar yang menjual cinderamata di dekat sini.

Dugaannya benar—ada kios, menarik...Tapi ia sulit sekali untuk tertarik. Dengan kondisi perasaannya yang hancur lebur karena ulah kedua saudaranya. Sudah lima kios menjual barang yang berbeda. Rose hanya menatap saja. Ia berlalu seperti angin. Kios ke enam membuat Rose tersenyum. Barulah wanita ini tertarik.

      "Buku...wah..." Ia mendekat mencoba mengetahui.

Bayangan tempo hari yang menjadi memori pikiran saat bertemu Namjoon di toko buku tiba-tiba muncul kembali. Rose tersenyum. Penjaga kios menyapa ramah dirinya dan tersenyum saat wanita itu menatapnya.

       "Hi young lady,"

Suara seseorang menginterupsi kegiatannya, ia mencari sekitar tempatnya berdiri. Jelas sih dari suarnaya. Itu suara pria.

       "Panggil saja Jhope atau Hoba. I'm your hope."

       "Oh..hi..." Dapat Rose lihat pria ini sudah terlebih dahulu ada disini, lengannya memeluk dua buku yang sudah di bayar.

       "Biasanya para wanita menyukai untuk melihat pernak-pernik. Tapi aku menemukanmu disini."


       "Aku menyukai keduanya. Aksesoris digunakan untuk menambah kecantikan dari fisik yang terlihat oleh mata, buku menambah kecantikan dari kecerdasan yang tidak terlihat oleh mata."

       Hoseok tertegun, ia memberikan sedikit tepuk tangan. "Kau benar, wanita cerdas akan terlihat tanpa ia menunjukkan bagaimana pribadinya. Dan bagiku, wanita sexy adalah wanita yang cerdas."

       "Oh ya." Rose tertawa lepas. Ternyata Hoseok, seseorang yang memiliki jiwa humoris tinggi kemudian membantu Rose menjelajah buku-buku di tempat ini.

Perburuan mereka berhenti, saat.

Seseorang datang, ia berdehem cukup nyaring, membuat Rose dan Hoseok menoleh ke sumber suara.

–––––––––––––
¹) Luar biasa

Rozellezwart [Tae x Rosé] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang