22

2.4K 317 49
                                    

      Rupanya kabar berita lamaran itu sampai ke telinga Hyungsik. Pria ini memberikan reaksi berbeda, kebiasaan yang bertolak belakang dari kebiasaan yang sering dia lakukan. Tidak ada lelucon konyol. Kedatangan Rose ditunggu-tunggu olehnya, masuk menyentuh kamar yang digunakan selama berlibur disini. Ketika itu juga, ia menemukan sosok tidak asing baginya, saudara tertuanya yang terlihat merebahkan dirinya di atas tempat tidur.

Jejak langkah Rose membuat Hyungsik mengangkat kedua kelopak matanya.

        "Besok aku pergi ke Burundi."

        "Aku tidak tahu harus bicara seperti apa lagi denganmu." Hyung sik mengembalikan tubuhnya seperti semula. Kedua kakinya sudah kembali menginjak lantai.

        "Kau memerlukan pengacara, aku akan meminta pengacaraku. Sampaikan pada Yeolli jika dia harus menggunakan jasa pengacara yang biasa dia gunakan." Setelah mengatakan semua kalimat, Hyungsik pergi. Rose tertegun, terdi ditengah mengepak pakaian yang akan ia masukkan ke dalam koper. Tidak mengerti maksud dari perkataan Hyungsik, karena kalimat itu memberikan makna berbeda.

        Kedua matanya berganti menjadi sorot tajam, melempar pakaian di atas tempat tidur, bergegas menyusul saudaranya. Mengikat lengan hyungsik dalam genggaman tangannya saat mereka di lorong.

       "Apa maksudnya?."

      "Kau mengerti maksud ucapanku."

Hyungsik melepaskan genggaman tangan yang menghalangi kedua langkahnya.

       "OPPA."

Pria yang menjadi lawan bicaranya, melipat semua jari jemarinya. Kecuali satu jari telunjuk, mengarah dari kejauhan untuk Rose.

       "Aku hanya mengikuti cara yang selalu kau gunakan. Pergi dan pergi, menghindar dan menghindar. Aku akan melepaskan silsilah Park yang ada dalam darahku. Aku ingin sepertimu yang tidak peduli dengan sekitarmu. Aku ingin sepertimu yang menutup mata dari kenyataan. Apa yang kau pikirkan tentang kakakmu ini. Seseorang yang tidak perduli pada keluarga, tidak perduli pada kedua adiknya. Seseorang yang brengsek? seseorang yang bertindak semaunya? Kau tidak pernah mengerti bagaimana setiap detik, ku habiskan dilanda ketakutan saat kau berpergian seorang diri, ketakutan jika kau tidak akan kembali ke rumah. Menikah dan memiliki pendamping bukan suatu tindakan yang melanggar hukum."

       Chanyeol panik, berlari berusaha mencari keberadaan Rose setelah mendengar satu suara teriakan adiknya.

       "Aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan. Hentikan, sebelum ada yang mendengar perdebatan kalian berdua." Chanyeol juga meminta Rose kembali ke kamar. Wanita ini menolak.

        Hyung Sik pergi menjauh membelakangi Rose juga Chanyeol, ia menekan hidungnya sendiri dengan dua jari tangan. Rasa pening menumpuk menghantam tulang hidungnya.

        Pikiran dan relung hati Rose melebur, keruh. Untuk pertama kalinya, seperti sosok ibunya seperti berada di dekatnya. Apakah seperti ini yang ibunya inginkan darinya. Mengepalkan dengan gemetar kedua kanannya.

      "Baiklah. Aku tidak tahu karena keberadaanku menyiksamu. Aku mengalah, aku akan melakukannya. Dengan syarat jangan bertanya atas keputusan yang akan aku buat." Hyunsik berhenti, menoleh ke belakang.

       "Apa maksudnya?" Chanyeol menyentuh bahu Rose.

        Satu kalimat meluncur bebas dari balik bibir merah muda. Mimik wajah Chanyeol berubah ketika mendengar penuturan Rose. Tidak dengan Hyung Sik. Pria itu memang berharap dengan keputusan ini.



❇❇❇




     Tidak ada perayaan khusus. Tidak ada hiasan bunga, tidak ada kemewahan. Tidak ada tamu yang berbondong-bondong datang. Semua berjalan seperti kegiatan normal pada umumnya. Acara berlangsung setelah menunggu kedatangan kedua orang tua mempelai laki-laki. Lokasi yang dipilih jauh dari hiruk pikuk. Pemandangan birunya air laut sebagai hiasan alam dari Tuhan untuk tempat ini.

       Seorang pastor sebagai pemimpin acara sakral hari ini, dua orang pengacara dari masing-masing pihak mempelai wanita dan mempelai laki-laki. Kedua orang tua dari mempelai laki-laki, kedua saudara laki-laki dan ayah dari mempelai wanita. Juga sepasang orang kepercayaannya. Melaksanakan acara dalam tenang dan khidmat menyaksikan kedua orang mengikat janji pernikahan di depan Tuhan.

       Rose menghela nafas panjang memperhatikan setiap orang yang berada tidak jauh darinya.

'Sekarang aku sudah tidak sendiri, memiliki seorang pendamping hidup, seorang suami. Sekarang harus membiasakan, melihat orang lain selain diriku dalam satu tempat jika bersama.'

       Menatap dalam teduh, sosok pria di depan sana yang sedang berbicara dengan sepasang suami istri paruh baya. Sekarang dirinya merasakan memiliki seorang ibu. Rose masih bisa mengingat, ketika seorang wanita paruh baya itu memeluk erat tubuhnya dengan tersenyum simpul lima menit yang lalu.

Mereka semua berpamitan sebelum pergi kembali ke Seoul. Menyisakan Rose, suaminya dan Yuma di tempat ini.

Suaminya itu masih membelakanginya, salah satu tangannya melambai pada setiap orang yang mulai menjauh.

        Memasukkan satu tangan ke dalam saku celana. Mengubah poros tubuhnya, berbalik menemui Rose. Tersenyum singkat, menyugar rambutnya yang berantakan dalam terpaan angin laut.

       "Aku memilih penerbangan besok pagi untuk kembali ke Seoul."

       "Hemm, Yuma akan menemaniku ke Burundi, Malawi dan Liberia. Mengawasi langsung sisa proyek pembangunan fasilitas disana."

      "Baiklah."

Rozellezwart [Tae x Rosé] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang