Ia masih menatap fokus pada layar persegi 14 inchi tersebut. Jari cowok itu menari indah diatas keyboard. Setelah kegiatan diadakan, tentu ada yang namanya laporan pertanggung jawaban kegiatan. Meski sudah dibuat oleh Difla, si sekretaris kegiatan. Namun, Panji masih perlu untuk mengoreksinya kembali.Dan parahnya, banyak kesalahan pada LPJ tersebut. Padahal Panji masih harus belajar untuk persiapan tes TOEFL-nya beberapa hari lagi.
"Bang kamu lagi sibuk ngga?"
Syifa kini sudah berdiri di samping Panji.
"Udah selesai Ma, ada apa?" Panji berbalik melihat ke Mamanya, wanita yang paling berkorban demi Panji.
"Tolong ambil kue pesanan Mama, ini alamatnya." Syifa menyerahkan sesobek kertas pada Panji yang lalu dibacanya.
Cowok itu beranjak dari duduknya, mengambil jaket bomber yang digantungkan di dinding, memakainya. Tidak lupa sepatu kasual berwarna abu-abu. Ia membawa mobil untuk pergi ke toko kue yang Mama instruksikan. Sebenarnya Panji kalau ke sekolah jarang membawa mobil, ia lebih sering membawa motor.
Dua puluh menit ia tiba di toko kue yang ada di alamat itu. Jika dilihat toko kue ini seperti kafe, di bagian depan yang menyediakan tempat untuk bersantai atau sekadar minum teh. Dia memarkirkan mobilnya, lalu memasuki toko kue itu.
Di bagian resepsionis, ia menyerahkan kertas yang berisi kue pesanan Mama.
"Oh ya Mbak, sembari menunggu saya juga mau minum coklat dingin. Jadi tolong antar pesanan saya di kursi yang di pojok itu." Ucap Panji menunjuk tempat duduk pojok, karena dirasa tempat itu cocok untuk meminum segelas coklat dingin. Tempat itu yang memberi akses untuk melihat pemandangan luar.
Lantas Panji berjalan ke tempat yang ia tunjuk tadi. Sembari menunggu minumannya datang, dia membuka ponselnya, memeriksa beberapa pesan masuk.
•••
"Jadi?"
Pegawai toko kue milik Lista itu mengangguk. Namanya Sari, anak kuliahan semester 4 yang juga bekerja paruh waktu di toko ini.
"Aku yang nganter pesanan ini Mbak?"
Shilla melihat segelas coklat dingin dan dessert di atas nampan itu. Dia memang lebih jago dalam memberi pelayanan, Shilla selalu murah senyum kepada pelanggan. Sehingga mereka puas dengan pelayanan Shilla. Maka Sari yang selalu meminta Shilla melayani pelanggan.
"Okey Mbak."
"Di meja nomor 12, cowok pakai jaket warna biru."
Sari mengingatkan kembali.
"Siap Mbak!"
Gadis itu membawa nampan ke meja yang ditunjukan Sari. Yang pasti dengan senyuman merekahnya, senyuman yang membuat orang lain ikut tersenyum ketika melihatnya. Tiba di ruang pelanggan, Shilla meghentikan langkahnya.
Dari kejauhan ia dapat melihat, cowok berjaket bomber biru. Cowok itu, Panji? Seketika emosinya meluap, kini ia malas untuk tersenyum. Tetapi ia teringat kembali oleh kedua orang tuanya, Mama yang berusaha keras membangun toko ini.
"Shilla lo harus profesional. Lo harus sopan dan hormatin dia, ngga boleh mencampurkan masalah pribadi dengan sosial."
Ia memantapkan diri sebelum ia berjalan lagi untuk menghampiri meja Panji. Tiba tepat di depan meja cowok itu, Shilla tersenyum sembari melanturkan pesanannya.
"Selamat menikmati!" Shilla membungkuk memberikan hormat sambil tersenyum.
Panji balas dengan menatapnya, lalu tersenyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Breath✓ [Telah Terbit]
Teen Fiction[Part masih utuh] "Lo punya posisi penting buat gue. Karena lo itu orang yang akan jadi prioritas gue kedepannya!" Ucapan itu penuh penekanan. Bermula dari Adshilla yang gagal ikut ujian basket. Membuatnya harus diprivat seorang ketua cabang olahrag...