Keduanya masih diam, "Gue anterin lo pulang sekarang aja." Ponselnya tiba-tiba berdering. "Apaan lagi sih, Mbak Shinta."
"Bapak sore ini udah pulang Mas. Beliau sekarang ada di apartemen." Axel menutup panggilannnya.
"Kenapa?" Tanya Shilla penasaran.
"Papa udah pulang. Sekarang beliau di apartemen. Ngga jauh dari sini kok."
Shilla mengangguk, cowok itu langsung menuju apartemen Papanya. Tidak jauh dari tempat ini, hanya beberapa menit keduanya pun sampai. Langkah Axel yang sangat cepat membuat Shilla susah mengatur napasnya. Iyalah, cowok itu terlihat seperti kesetanan.
Tiba di depan pintu, ia memencet. Shilla duga Papa Axel yang keluar, tapi ternyata seorang wanita yang seumuran dengan Mamanya. Bedanya wanita itu lebih terawat jadi terlihat lebih cantik.
"Papa saya dimana?" Ucap Axel spontan.
"Yang sopan, itu orang tua." Shilla berbisik di telinga Axel, "Gue ngga peduli." Karena yang terlihat dari wajah Axel adalah sorot kebencian. Untuk apa dia harus bersikap sopan pada seorang yang telah menghancurkan keluarga bahagianya.
"Ada di dalam ayo masuk." Tanpa permisi, Axel menerobos wanita itu, Fita sudah paham dengan sikap Axel. Maka dari itu Papa Axel tidak ingin mengajaknya pulang di rumah bersama Axel.
"Maaf ya, Tante." Shilla membungkukkan badannya, ia mengikuti langkah Axel yang masuk ke dalam.
"Kamu ke sini, Nak." Ucapan itu yang pertama keluar dari mulut Rendra, setelah hampir satu bulan ia tidak bertemu putranya.
"Saya perlu ngomong dengan Anda."
Pria itu meletakkan secangkir kopinya. "Duduklah."
Sejenak Axel meredakan ketegangan wajahnya, ia menarik Shilla untuk duduk di sampingnya.
Shilla tersenyum pada Rendra.
"Dia pacar kamu?"
"Papa ngga perlu tahu. Saya kesini untuk menanyakan alamat Mama saya."
"Axel kenapa kamu ngotot seperti ini. Hak asuh kamu jatuh ke tangan Papa, Mama kamu sudah bahagia di rumahnya sana. Karena sekarang yang terpenting kamu belajar dan melanjutkan peran Papa di perusahaan."
Axel tersenyum getir. "Meski hak asuh saya ke Anda. Faktanya anda tidak perlu dengan saya. Bukankah anda sudah bahagia bersama calon keluarga baru Anda."
"Axel!" bentak Papa.
Shilla bingung ia merasa tidak seharusnya di tempat ini. Namun bibirnya tidak bisa ditahan untuk bicara. "Om, saya tidak bermaksud untuk ikut campur. Tapi Axel benar-benar membutuhkan kasih sayang dari Mamanya. Sebagai anak remaja, kami tidak perlu uang yang berlebihan seperti yang Om berikan pada Axel. Yang Axel butuhkan hanya ketulusan kasih sayang." Ujarnya secara hati-hati.
Pria itu menghela napas panjang. Ia menyandarkan tubuhnya di sofa itu, mengeluarkan kertas di sakunya. "Ini, Mamamu tinggal di Depok."
Tangan Axel gemetar mencoba meraih secarik kertas itu. "Mama tinggal di sana sama siapa?"
"Papa tidak tahu, kami sudah tidak saling berhubungan." Ucapan itu bagaikan tombak yang menusuk hati Axel. Sebegitu sakitkah semua ini. Dan sebegitu hancurkah hubungan mereka. Terasa sesak di dadanya, namun ia tidak akan membiarkan matanya basah.
"Terima Kasih." Ia bangkit berdiri untuk segera pergi. Shilla mengucapkan salam pada pria itu, tapi tangannya dicekal. "Tolong temani anak saya."
Ia mengangguk pelan.
•••
Axel mengantarkan Shilla ke rumahnya. Hari ini sudah terlalu sore untuk perjalanan ke Depok. Axel sendiri tidak berani mengajak Shilla pergi di waktu yang akan larut ini. Mungkin lebih baik jika besok karena hari libur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Breath✓ [Telah Terbit]
Teen Fiction[Part masih utuh] "Lo punya posisi penting buat gue. Karena lo itu orang yang akan jadi prioritas gue kedepannya!" Ucapan itu penuh penekanan. Bermula dari Adshilla yang gagal ikut ujian basket. Membuatnya harus diprivat seorang ketua cabang olahrag...