Setelah mengantar Shilla pulang, Panji langsung memutar balik motornya untuk pulang ke rumahnya. Ia membuka pintu rumah, suasana terdengar gaduh. Syifa dan Alika sedang mendebatkan sesuatu di dapur bersama Satria juga. Alika—adiknya itu tidak lama lagi akan menduduki bangku kelas satu SD. Banyak sekali yang dia inginkan mulai dari tas bergambar Tinkerbell, kotak pensil yang ada kalkulatornya, hingga sepatu berkelip yang biasanya digunakan shuffle dance. Tentu Syifa sebagai Mama, tidak setuju. Mau jadi apa Alika di hari pertama sekolah, bisa-bisa buku catatan pelanggaran langsung penuh.
Cowok yang masih memakai jersey biru itu melangkahkan kakinya menuju kamar untuk membersihkan diri. Setelah ritual mandi yang tidak begitu lama. Ia meraih ponselnya lalu menuju ruang keluarga. Menikmati waktu bersama kedua orang tua serta adiknya.
Tiba-tiba ponsel Panji berdering, ada sebuah panggilan vidio masuk dari Racle.
"Sori nih Nji, gue tiba-tiba video call. Ganggu elo ngga nih." Terlihat wajah gadis itu dari layar ponselnya. Racle tampak memakai seragam sekolah dengan almamater yang sangat bagus.
"Rese, ganggu banget lo! Gue putus panggilan aja nih."
"Eh eh jangan, ngga ngerhargain banget, sepupu lo yang cantik ini kan udah ngeluangin waktu buat lo. Seharusnya lo seneng kek."
"Ngga! Musibah tau."
"Yang musibah itu, ketika gue punya sepupu kayak lo. Udah jelek, galak, tukang marah-marah. Ngga heran deh sekarang lo jadi raja jomlo." Ia menepuk dahinya."Eh iya gue lupa sekarang kan lo udah ngga jomlo. Gue heran deh sama Shilla." Wajahnya terlihat tampak berpikir.
"Ngga usah bawa-bawa dia." Tukasnya.
"Gue juga heran kenapa Shilla mau sama lo. Kalo gue jadi dia mah, uh ngga usah aja deh. Mending nyari cogan yang romantis ngga kayak lu."
"Gue putus nih sambungan! Buruan lo mau ngomong apa?" Panji menyentak menggeser tubuhnya untuk bersandar di sofa.
"Hmmm sebenarnya gue cuman mau bilang, kalau lo. Lo sekarang nambah ganteng."
"Dari lahir atuh."
Racle membenahi duduknya, ia menatap Panji melalui ponselnya itu. Kali ini ekspresinya terlihat serius. Panji secara refleks menegakkan tubuhnya.
"Sekolah lo gimana Nji?"
"Berjalan baik-baik aja."
Racle menggigit bibir bawahnya, ia menyelipkan rambutnya. Panji bisa melihat wajah Racle tengah gugup. " Apa Axel macem-macem sama lo."
Panji menyadari jika obrolan ini akan lebih serius. Karena merasa tidak enak membicarakan hal ini di depan keluarganya. Ia bangkit berdiri untuk pergi ke teras. Duduk di kursi teras dengan salah satu kaki yang ditekuk tujuannya hanya ingin mencari posisi nyaman.
"Tadi Axel ke sekolahan gue, sepulang sekolah dia udah nangkring di depan gerbang. Udah pasti dia nyariin gue. Saat gue temuin dia, yah seperti dugaan, dia marah dan nggak terima. But, i think it's not problem, his can't take you. Gue rasa ini saatnya lo fokus sama tujuan hidup lo. Axel ngga akan ganggu lo. Sekalipun dia datang ke Paris yah walaupun gue ngga yakin kalo dia bakalan kesana, lo akan aman karena lo udah bareng nyokap bokap."
Racle diam tak bersuara tapi wajahnya seperti menyimpan banyak kecemasan. "Lo kenapa nglamun? Boros-borosin wifi aja, gue putus sambungannya nih."
Ia kembali menatap Panji. "Thanks ya, lo udah bantuin gue."
Panji mengangkat kedua alisnya lalu tersenyum. "Ngga usah takut, Axel urusannya sama gue sekarang. Dia ngga akan kesana."
Racle tersenyum. "Kalo lo di dekat gue, mungkin udah gue peluk Nji. Sepupu gue yang paling ganteng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Breath✓ [Telah Terbit]
Ficção Adolescente[Part masih utuh] "Lo punya posisi penting buat gue. Karena lo itu orang yang akan jadi prioritas gue kedepannya!" Ucapan itu penuh penekanan. Bermula dari Adshilla yang gagal ikut ujian basket. Membuatnya harus diprivat seorang ketua cabang olahrag...