Ada yang benar dengan ucapanmu dan ada yang salah pada diriku. Jadi ini saatnya untuk berubah.
🏹🏹🏹
Suara azan subuh yang merdu itu membangunkan cowok itu dari tidur tak nyenyaknya. Semalam Panji baru bisa tidur sekitar pukul dua dini hari, malam tadi ia merasa kepalanya pening. Lalu hingga pagi ini masih sama saja, kepalanya pening terasa ada beban diatas kepalanya. Bahkan keringat dingin mengucur di sekujur tubuhnya.
Dengan berat hati, ia bangun dari posisi tidurnya. Melangkah secara gontai ke kamar mandi untuk wudu. Panji memakai sarung dan peci, lalu ia berjalan ke masjid yang letaknya tidak jauh dari rumahnya. Setelah salat subuh berjamaah, cowok itu membaca beberapa ayat suci Al-qur'an. Ia rasa, sekarang tubuhnya sudah agak mendingan.
"Kamu kenapa Bang, kok mukanya kayak ngga semangat gitu." Ucap Syifa begitu melihat putranya duduk di bangku ruang makan.
"Nggapapa Ma, cuman sedikit pening aja."
"Kalo gitu kamu ngga usah berangkat aja, biar Papa yang kirim surat izin ke sekolahanmu." Ucap Satria, pria jangkung yang selama ini selalu menjadi motivasi Panji.
"Makasih Pa, Panji masih bisa kok ke sekolah."
"Berangkat bareng Papa saja gimana?"
"Aku udah minta Irsyad buat jemput ke sini."
Tidak lama kemudian, orang yang dibicarakan datang. Irsyad dengan mobil fortunernya ia parkirkan di depan rumah Panji.
"Tante, Om, Alika...." cowok itu berseru, suaranya yang koar-koar itu membuat seseorang ingin memeriksakan telinganya ke dokter THT. Irysad itu cowok, tapi suaranya itu loh ngga kalah dari ibu kos yang nagih bayaran buat anak kos yang nunggak beberapa bulan.
"Bang Irsyad...." Seru Alika, anak kecil itu kini mengenakan seragam TK dengan rambut yang dikepang dua.
"Ma, Pa aku berangkat dulu ya." Ucapnya sebelum ia keluar rumah dan naik di mobil Irysad.
Sebenarnya Panji itu lebih suka berada di sekolah daripada di rumah, makanya dia memutuskan untuk ke sekolah meski badannya sedikit tidak enak. Yah mau gimana lagi, di rumah bakal ngebosenin. Papa bakal bekerja di kantor, Mama punya bisnis pakaian muslim bersama temannya, sedangkan Alika harus sekolah yang mungkin pulang ikut Mamanya.
Setibanya di sekolah, turun di parkiran mobil. Terdengarkan suara hiruk pikuk siswa yang membuat kepala cowok itu semakin pening. Jadi ia memutuskan untuk melangkahkan kaki ke kelas. Ia duduk di bangkunya, memijit keningnya beberapa kali.
"Kenapa lo Nji?" tanya Gilang begitu melihat ekspresi teman sebangkunya yang lesu. Panji bukanlah orang yang seperti itu, cowok itu selalu memasang wajah yang semangat dan tegas.
"Udah tahu sakit malah nekat berangkat." Tukas Irsyad, lalu menyerahkan obat dan sebotol air mineral padanya. "Nih, nyokap lo tadi nitipin gue ini. Katanya lo suruh minum ini."
"Mending lo tiduran aja di UKS." Suruh Gilang, namun tidak didengarkan oleh Panji.
"Gue masih bisa di kelas."
•••
Hari ini adalah pertemuan atau latihan basket minggu ketiga. Dan hari ini Shilla memutuskan untuk kabur lagi dari ekskul dance. Bukan kabur sih, lebih tepatnya ia hanya datang beberapa menit lalu pergi meninggalkan. Gadis itu hanya mengabsen satu per satu anggota ekskul setelah itu buku absensi ia titipkan kepada Irena. Kebetulan saat ini Gilang dan Miss Salsa belum datang, yah jadi ia tak perlu repot-repot untuk menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Breath✓ [Telah Terbit]
Fiksi Remaja[Part masih utuh] "Lo punya posisi penting buat gue. Karena lo itu orang yang akan jadi prioritas gue kedepannya!" Ucapan itu penuh penekanan. Bermula dari Adshilla yang gagal ikut ujian basket. Membuatnya harus diprivat seorang ketua cabang olahrag...