23 • Take your pain away

1.9K 77 0
                                    

Ini seperti sebuah masa yang silih berganti, seperti sebuah musim yang silih berganti. Membutuhkan waktu untuk beradaptasi, sebelum akhirnya ia merasa nyaman dari apa yang ia dapat.
☆☆☆

Setelah turun dari mobil kakaknya Shilla langsung berjalan ke lobi sekolah untuk melakukan fingerprint yang digunakan sebagai presensi siswa. Setelah menyentuhkan jarinya pada alat pendeteksi itu lalu terdengar suara bahwa akses diterima, dia langsung berbalik untuk segera pergi ke kelas.

Seorang tersenyum kepadanya. "Hai.."

Shilla membalas senyum yang cowok itu berikan. "Halo."

"Tunggu bentar." Panji meleset ke fingerprint yang diperuntukkan untuk kelas XI MIPA, setelah jarinya terdeteksi dan tercatat presensi. Ia berjalan mendekati Shilla. "Duduk situ yuk." Dia menunjuk pada kursi lobi yang disediakan untuk para penunggu.

Panji menatap gadis yang duduk di sampingnya itu."Tumben berangkat pagi banget."

Shilla mengedikkan bahunya. "Tadi nebeng Bang Alfe, yah gini susahnya kalau nebeng harus nurut sama yang ditebengin. Andai aja gue udah boleh pakai motor, mungkin ngga akan seribet ini."

"Emang lo mau ditilang lagi?"

Mata Shilla membeliak lalu menatap kesal pada cowok di sampingnya itu. "Dari mana lo tahu?"

Panji kini mengedikkan bahunya. "Abang lo yang cerita ke gue, sampai-sampai lo nangis kan? hmmm kasian, makanya jangan nakal."

"Gue sebel kalau keinget masa itu." Shilla mencebikkan bibirnya teringat ketika dia ditilang sehingga uang tabungannya habis untuk membayar denda tilang, padahal uang itu akan dipakai untuk membeli buku.

"Ya udah jangan diinget-inget, pagi-pagi tuh yang semangat jangan cemberut. Jadi ngga suka lihatnya." Panji kembali tersenyum, entah siluman apa yang merasukinya sehingga cowok itu tak sungkan untuk tersenyum.

"Berangkat pagi banget, pasti lo belum sarapan?" tebakan Panji yang tampaknya salah.

Ia menggeleng. "Mama selalu masak pagi, jadi gue udah sarapan."

"Yah, padahal gue pengen ngajak lo ke kantin."

Shilla mengerutkan dahinya. "Lo belum sarapan?" Panji mengangguk, Shilla langsung membuka risleting tasnya, mengeluarkan benda kotak. "Gue bawa bekal, lo makan aja. Kalau lo suka sih, kalau ngga suka, makan di kantin aja."

Cowok itu tersenyum dan mengambil kotak makan dari tangan Shilla. "Makasih, nanti makan siang ke kantin ya. Gue traktir lo."

Panji mulai membuka kotak nasi itu, memakannya dengan lahap, sepertinya cowok itu tengah kelaparan. Shilla melemparkan pandangannya ke penjuru lobi, tempat ini hanya ada beberapa tukang kebun yang tengah menyapu. Berbeda dengan suasana lobi ketika siang atau sore hari yang ramai siswa sedang wifian sambil nobar.

Shilla menyipitkan matanya, saat pandangannya jatuh pada seorang cewek yang berlari dari arah pintu masuk. Shilla mengenali postur tubuh itu, dia Irena yang tengah berlari terengah.

"Shilla gue perlu ngomong sama lo. Kak Panji aku ajak Shilla ke kelas boleh ngga."

Cowok itu menyunggingkan senyumnya. "Silahkan."

"Ada apa Ren?" Tanyanya begitu sampai di ruang kelas.

"Gue sebenarnya udah jadian sama Taki, udah berjalan dua minggu." Ucapnya secara terbata-bata.

"Hah lo jadian sama Taki, udah dua minggu? Kenapa kalian kelihatan biasa aja di kelas." Shilla yang sahabat dekat Irena tidak menyadari jika ada kedekatannya dengan Taki, yang ia ketahui itu semua hanya kedekatan sebagai sahabat.

Cold Breath✓ [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang