Sepasang mata elang cowok itu diam tak berkutik. Pikirannya terfokus pada suatu hal yang membuatnya terhempas pada lubang kebencian. Hal ini tidak layak disebut dendam, tepatnya adalah sebuah pembuktian. Pengembalian sebuah rasa, atas apa yang pernah dia rasakan dulu hingga sekarang. Meredam tidaklah cukup untuk apa yang telah menghempaskan. Sebuah aksi adalah hal tepat untuk pembuktian, serta pengembalian rasa sakit untuk orang yang melakukan itu kepadanya.
Salah satu kakinya terangkat ke atas meja. Masih dengan tatapan mata yang menguar. Dia melepaskan earphone yang menyumpal telinganya. Kakinya ia turunkan dari atas meja. Axel berjalan keluar kelas dengan diikuti Zion.
Pentolan SMA Adiwangsa itu menjadi sorotan banyak siswa. Meski Axel siswa baru, namun eksistensinya langsung melejit dan diketahui seantero sekolah. Kebiasaanya membolos dan berbuat onar, membuatnya dikenal oleh kalangan guru. Tak heran banyak yang mengira Axel pindah dari SMA Taruna Arsa ke SMA Adiwangsa karena dia dikeluarkan. Padahal tujuan Axel pindah untuk mengikuti seorang yang dicintainya.
Di depan kelas Racle, tanpa permisi dia langsung masuk. Ruangan kelas yang awalnya ceria karena para siswa sedang makan siang dengan bekal mereka masing-masing berubah tegang dan mencekam. Axel yang menciptakan suasana itu, sikapnya yang bossy membuat banyak siswa tunduk kepadanya.
Dia menepik kursi yang menghalanginya. Berjalan ke arah seorang perempuan berkacamata. "Dimana Racle berada?" Secara spontan tanpa berbasa-basi, tatapannya yang mencekik membuat seorang yang ditatapnya tak berkutik, apalagi untuk berbohong.
Gadis yang bernama Zira, yang Axel ketahui dia adalah teman semeja sekaligus sahabat dekat Racle di sekolahan ini. Zira terlihat mengerutkan dahinya untuk menyembunyikan rasa takut. "Sudah lama Racle ngga berangkat."
"Makanya gue nanya sama lo dimana sekarang dia berada?"
Zira semakin merasa takut apabila mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Kehadiran Axel adalah badai yang datang. Kemarahan Axel adalah singa yang kelaparan hendak memangsa lawan bicaranya. Wajah Zira pias.
"Ngomong aja, gue ngga akan marah sama lo."
Zira mengangguk, memantapkan dirinya untuk berbicara. "Maaf, emmm baru aja kami dapat kabar dari Bu Nirma kalo Racle pindah sekolah."
Axel berdecak. "Kemana dia pindah?"
"Yang ada menara eiffel, itu negara mana? Aku lupa."
"Maksud lo Paris, Perancis?"
Zira mengangguk. "Iya Xel, Paris. Racle pindah ke Paris."
Tidak ada tanggapan kata dari Axel. Cowok itu keluar kelas dengan wajah penuh gurat amarah. Derap langkahnya yang serius menandakan kegelisahan cowok itu. Axel tidak menyangka jika perasaanya akan serumit ini. Awalnya dia tidak terima dengan semua penolakan Racle apalagi sikap Panji yang selalu menghalanginya.
Axel selalu berpikir jika Panji adalah bumerang. Sebenarnya Racle seorang gadis yang penurut, namun sepupunya itu terlalu ikut campur.
"Xel, gue baru dapat kabar kalo guru-guru lagi pada rapat. Kemungkinan kelas kita kosong sampai jam pulang. Mending kita manfaatin waktu ini." Axel mempertimbangkan ucapan Artazion atau yang kerap disapa Zion itu. Jam seperti ini sama saja membebaskan singa dari kandangnya.
"Bagus juga. Kita cabut ke bengkelnya Pak Jodi."
Mereka sepakat untuk kabur di waktu yang masih menunjukkan jam belajar. Kebetulan saat motor mereka melintasi gerbang, satpam sedang bermain game di posnya. Akibatnya tiga siswa keluar dengan masih mengenakan seragam sekolah, tidak terlihat olehnya.
Di tempat yang bising dipenuhi suara pukulan anatara besi dengan besi. Bunyi kunci inggris ketika digunakan untuk menarik atau memasang baut. Bengkel tempat Pak Jodi yang berada di samping SMA Adiwangsa. Tempat yang awalnya dijadikan solusi ketika kendaraan siswa mogok. Namun terkadang disalah gunakan bagi para siswa bandel untuk nongkrong di jam pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Breath✓ [Telah Terbit]
Teen Fiction[Part masih utuh] "Lo punya posisi penting buat gue. Karena lo itu orang yang akan jadi prioritas gue kedepannya!" Ucapan itu penuh penekanan. Bermula dari Adshilla yang gagal ikut ujian basket. Membuatnya harus diprivat seorang ketua cabang olahrag...