35 • Kehangatan

1.7K 60 2
                                    

          Panji berjalan pelan menyusuri rak buku dengan tema Agrikultura. Berbagai macam buku pertanian berjejer rapi dengan sampul yang menarik. Panji juga tidak tahu apa yang membuat kakinya melangkah ke sini. Karena Shilla sedang asyik melihat buku rak bagian tengah. Ia merasa bosan dan terkacangi. Padahal niat awalnya mengajak gadis itu kesini adalah untuk membantunya memilih buku.

"Astagfirullah!"

Panji terkejut saat ia balik badan, Shilla berdiri tepat di belakangnya. Padahal setahunya tadi hanya ada dia di tempat ini. Melihat wajah Panji yang kalut Shilla malah cekikikan.

"Muka lu, jelek banget. Haha!" ia malah terpingkal-pingkal.

Cowok itu memutar badanya berjalan ke rak buku lain dengan wajah yang dingin. Shilla yang masih berada di depan rak buku tadi merasa tertarik dengan buku bersampul hijau merah. Ia meraih buku itu dan membawanya.

"Panji! Lo beli ini aja deh!" Shilla merentangkan buku itu. Mata Panji menyipit melihat buku berjudul 'Bertanam Tomat( Solanum Lycopersicum)'.

"Gue kan suka makan tomat. Tomat juga bagus buat kesehatan, nah gimana kalau elu nanem tomat. Kan Mama sama Papa Panji suka berkebun. Nah nanti kalau udah berbuah, gue minta deh." Ucapnya secara enteng.

Panji mengambil buku itu dari tangan Shilla. "Bikin repot aja lu." Cowok itu lalu berjalan menuju kasir, Shilla membuntutinya dari belakang.

"Kok cuman beli itu aja." Selesai mengambil kembalian. Panji menarik tangan Shilla dan berjalan keluar gedung ini. "Yah kok cuman beli itu doang sih, padahal gue ngga maksa lo buat beli itu."

"Gue udah nemuin yang pas buat gue beli. Ya, yang lo kasih ini."

"Emang beneran lo mau bertanam tomat?"

Panji memasangkan helm di kepalanya, "Ya, Mama sama Papa entar gue juga bantuin."

Shilla naik ke boncengan Panji, motor berlalu meninggalkan gedung toko buku itu. Entah kenapa, sore hari ini udara tidak seperti biasanya. Meski Shilla sudah memakai jaket, semilir angin terasa menelisik di kulitnya.

Dia menggeser tubuhnya ke depan. Biasanya jika berboncengan dengan laki-laki kecuali Abangnya, Shilla selalu jaga jarak. Tidak terkecuali dengan Panji. Tangan Shilla melingkar di perut Panji yang sontak membuat cowok itu terkesiap serta membulatkan mata. Benarkah ini, Shilla memeluknya.

Panji merasa dadanya menghangat, ia rasa jatungnya berdegup kencang. Tapi jika ia menyuruh Shilla melepaskan pelukan ini, maka kehangatannya hilang.

"Setelah ini mau kemana?" Ia membuka suara diantara keheningan keduanya.

Entah kenapa, suara Panji berubah lembut dan manis. "Langsung pulang aja."

Sebenarnya Panji merasa kecewa, ia menanti Shilla berkata 'main ke mal dulu' atau jika tidak 'makan dulu yuk'

"Gue lagi ngga ada kerjaan, gue ikut ke rumah lo. Boleh kan?"

"Boleh, kebetulan gue lagi ngga ada temen di rumah."

Tepat ketika motor itu berhenti di depan pekarangan rumahnya. Shilla langsung ngibrit turun dari motor itu. Panji melepas helmnya seraya geleng kepala. Ia langkahkan kakinya untuk mengikuti Shilla dari belakang.

Cewek itu langsung masuk ke kamarnya, melepas jaket dan tasnya. Panji mengamati kamar dengan ukuran minimalist ini, dipenuhi warna klasik seperti coklat dan putih. Di bagian dinding terdapat foto idola Shilla.

Namun, yang membuat keningnya berkerut, sebuah sticky note berwarna koral dengan tulisan.

TARGET SMA

Cold Breath✓ [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang