18 • Merasa Jauh

1.8K 70 0
                                    


Panji membaca dengan seksama sebuah surat yang sudah ada di mejanya sejak tadi. Sebuah surat dispensasi untuk Shilla tidak melakukan latihan basket karena harus latihan untuk persiapan pensi. Dengan ditanda tangani oleh ketua dance dan pelatih dance.

"Yang ngirim surat ini siapa?" Begitu masuk ke basecamp, ia melihat surat ini berada di mejanya tanpa mengetahui siapa si Pengirim.

"Cowok tinggi, kayanya dia satu kelas sama lo."

"Si Gilang Nji, tadi dia kesini." Sahut Irsyad.

Cowok itu menghela napas, lalu meyandarkan punggungnya di kursi. Mungkin Gilang belum tahu jika jadwal latihan Shilla sudah dia pindahkan pada hari Kamis. Tapi disitu tertulis surat itu berlaku hingga pensi digelar. Itu artinya, hari Kamis pun Shilla tidak bisa latihan basket karena harus persiapan pensi.

Kenapa dia harus merasa tidak rela. Seharusnya Panji senang karena sepulang sekolah ia tidak harus mampir ke lapangan basket untuk melatih gadis itu. Bahkan ia bisa menggunakan waktu itu untuk hal yang lebih bermanfaat.

Panji menarik kembali tasnya yang baru saja ia letakkan di meja. Cowok itu bangkit bendiri hendak meninggalkan ruangan ini.

"Mau kemana lo Nji?" Suara Irsyad, cowok yang memakai jersey futsal.

"Gue mau pulang." Jawabnya singkat.

"Tumben banget lo pulang, gimana kalo sekarang kita main futsal aja."

Mendengar tawaran Irysad, membuat Panji bernegosiasi dengan dirinya sendiri. Mungkin bermain futsal lebih baik. Karena setelah kesibukkannya di organisasi dan melatih Shilla membuatnya jarang untuk bermain futsal. Segera ia membuka seragamnya, yang didalamnya ia rangkap kaus. Serta mengganti celana panjangnya dengan celana olahraga selutut.

Di lapangan outdoor ini, akhirnya dapat bermain futsal dengan sahabatnya. Bukan laga pertandingan, tapi hanya permainan untuk bersenang-senang. Karena bagi seorang pelajar, apalagi dengan jadwal 5 hari sekolah dan tugas menumpuk, merupakan hal yang melelahkan. Jadi mereka membutuhkan hiburan supaya tidak stress.

Bulir-bulir peluh membasahi tubuhnya, cowok itu dengan lincah menggiring bola sepak. Dua mata elangnya itu membidik ke gawang. Dengan sekuat tenaga cowok itu menendang benda berbentuk bulat tapi sayangnya bola itu meleset jauh dari gawang.

"Payah lo Nji!" Seru Agris penjaga gawang.

"Dewa Olahraga kita, nyatanya sekarang gagal fokus." Celetuk Irsyad.

Bola diambil dan kembali dimainkan oleh mereka. Panji kembali menggiring, ia tidak ingin berhenti bermain sebelum tendangannya mencetak gol.

•••

Terik mentari kian meredup, dengan perlahan cahanya tenggelam di ujung barat. Seolah menjadi kode agar para cowok itu untuk menyelesaikan permainannya. Panji berjalan ke pinggir lapangan untuk mengambil tasnya.

"Mau langsung pulang lo, Nji?" Irsyad mengikutinya.

Panji menoleh, seraya menggendong tasnya. "Ngga ada pilihan lain."

Sahabatnya itu mendekat. "Ada pilihan lain, gimana kalo kita nongkrong ke TSM, atau ke tempat hiburan lainnya?"

Panji menyeringai. "Lo yakin mau kesana dengan tubuh yang basah keringet gini, masih mending kalo keringetnya wangi. Ini mah lo baunya ngga jauh beda dari kaus kaki."

"Ya ngga sekarang lah Nji, kita pulang dulu mandi biar cakep."

"Terserah lo sih."

"Cakep. Brati setelah ini gue ke rumah lo."

Cold Breath✓ [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang