Terasa susah mencari sebuah kata, meski dalam kepala ini sudah banyak kutanamkan kosakata dari kamus. Nyatanya, mengungkapkan itu tidaklah mudah.
---Harum yang terasa gurih menyelusup melalui hidung, menggambarkan nikmatnya suasana sore hari. Aroma sate yang dibakar, wedang bajigur, soto, dan beberapa makanan lainnya yang dijual pedagang kaki lima di area jalan ini. Dengan menaiki grab atau ojek online, Shilla duduk di boncengan sembari melihat jalanan sekitar.
Tiba-tiba hujan mengguyur, Si Pengendara grab pun menghentikan motornya di sebuah masjid yang terletak di dekat rumah warga. Laki-laki itu melepaskan helmnya.
"Hujan dek, berhenti dulu ya." Ia melepaskan sarung tangan hitam di tangannya itu. Sepertinya pengendara grab itu masih muda, mungkin seumuran dengan Alfe.
"Iya Bang." Jawabnya seraya mengamati langit yang hitam, bintang pun tak terlihat.
Tidak lama kemudian suara azan magrib itu terdengar dari dalam masjid itu, cowok itu melepaskan jaket hitam hijau dari tubuhnya.
"Sambil nunggu hujan, saya salat dulu ya dek. Oh ya kamu salat juga kan?"
Shilla tersenyum, seketika ia teringat dengan kakaknya. "Saya lagi ngga salat Bang, Abang grab salat aja, saya nggapapa kok nunggu disini."
Cowok itu tertawa. "Nama saya Fiko dek."
"Oh iya Bang Fiko, Saya Adshilla."
Fiko melepaskan sepatunya, meninggalkan Shilla ke tempat wudu. Gadis itu meraih ponsel di sakunya. Ada beberapa pesan masuk, hanya ia abaikan. Karena isinya hanya menanyakan pertanyaan seperti ini 'Shil udah ngerjain pr belum? Foto dong.'
Ia menarik napas panjang, untung tadi Bang Fiko buru-buru berteduh. Jika tidak mungkin mochinya akan basah dan tak layak untuk dimakan.
"Neng ngga salat?" Seorang perempuan yang memakai mukena putih itu bertanya.
"Saya lagi ngga salat Bu." Ia membulatkan bibirnya, lalu memasuki masjid.
Sekitar lima belas menit menunggu, Abang grab keluar. Ia memakai kembali jaket dan sarung tangannya. Berhubung hujan sudah reda, ia kembali melajukan kendaraannya.
Motor matic itu berhenti di sebuah rumah bertingkat dua, alamat rumah yang ia tujukan kepada pengendara grab ini adalah rumah Panji. Shilla tersenyum, akhirnya sampai juga di rumah cowok itu.
Ia menyerahkan helm kepada pengendara grab itu. "Makasih ya Bang."
Pagar rumah ini dibuka, Shilla langkahkan kakinya untuk masuk. Ia mengetukkan pintu beberapa kali. Hingga pintu dibuka dari dalam, menampilkan seorang wanita yang wajahnya tidak asing baginya. Shilla mencoba mengingat siapa wanita itu? Namun sebelumnya ia teringat, wanita itu sudah lebih dulu berbicara.
"Loh kamu anaknya, Mbak Lista ya?"
Yups, Shilla baru ingat. Beliau adalah pelanggan Mamanya yang suka membeli kue mochi, yang dulu pernah bercerita jika anaknya sekolah di SMA Taruna Arsa kelas 11. Jadi anaknya adalah Panji?
"Oh iya, Tante. Assalamualaikum." Ia mencium punggung tangan Syifa
"Wa'alaikumussalam. Kamu kok bisa tahu alamat rumah tante?" Syifa melirik pada keresek plastik yang dibawa Shilla, yang terdapat logo toko kue Lista. "Perasaan saya mesen kue mochi untuk minggu depan, kenapa sekarang sudah diantar? Tapi nggapapa deh, anak tante juga lagi sakit. Pasti dia seneng kalau dikasih mochi." Bibir Shilla hendak berbicara, namun keresek itu sudah diambil alih olehnya.
Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Saya tahu alamat rumah Panji dari Irsyad."
Mata Syifa membulat. "Jadi kamu kenal Panji dan Irsyad?" wanita itu tampak terkejut. "Kamu ke sini bukan untuk mengantar pesanan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Breath✓ [Telah Terbit]
Roman pour Adolescents[Part masih utuh] "Lo punya posisi penting buat gue. Karena lo itu orang yang akan jadi prioritas gue kedepannya!" Ucapan itu penuh penekanan. Bermula dari Adshilla yang gagal ikut ujian basket. Membuatnya harus diprivat seorang ketua cabang olahrag...