Aku tak pernah menyesal pernah mengenal mu.
-Zalfa-----
Penyesalan selalu datang diakhir sebuah cerita. Jika penyesalan belum datang maka percayalah bahwa cerita itu belum berakhir.
Kata-kata itu terus dijadikan pedoman bagi Zalfa dalam menghadapi sikap Adam yang tiba-tiba berubah drastis. Karna, sampai sekarang ia belum menyesal pernah bertemu dengan seorang Adam Radiano Putra, juga mendengar cerita-cerita pahitnya. Baginya, setiap orang pasti punya sisi baik dan sisi buruknya masing-masing.
Jadi, Zalfa pikir ceritanya dengan ketua klub basket itu belum berakhir.
Hari ini, Zalfa kembali menemui Adam guna memperjelas kata-kata Adam padanya tempo hari. Semuanya masih saja menjadi teka-teki bagi Zalfa. Bagaikan susunan puzzle yang sama sekali belum ditemukan, semuanya masih terlalu abu-abu untuk dipahami oleh Zalfa.
Jadi, hari ini Zalfa bertekad untuk kembali mencari susunan puzzle tersebut, walau mungkin tak dapat menuntaskannya hari ini juga, tapi setidaknya Zalfa ingin untuk menemukan beberapa potongan puzzle agar ia dapat menyusunnya nanti.
Zalfa terus saja berusaha memaksakan otaknya untuk menerima semua yang dikatakan oleh Adam, namun hatinya tak sejalan, seakan ada sesuatu yang mengganjal dihatinya.
Semalaman ia berfikir bahwa sebenarnya ini sangat mudah, ia hanya perlu menjauh dan bersikap biasa-biasa saja seperti saat ia belum mengenal Adam. Tapi hatinya tak mau sejalan.
Hari ini dikampus Zalfa kembali menarik Adam dari kumpulan teman-temannya hanya untuk memperjelas hal yang sudah beberapa kali ia perjelas.
Awalnya Adam menolak mentah-mentah kedatangan Zalfa bahkan laki-laki itu menghempaskan tangan Zalfa yang berusaha menarik tangannya.
Namun saat melihat mata gadis itu yang seakan menunjukkan bahwa ia terluka dengan sikap Adam, akhirnya hati Adam pun melemah dan akhirnya ia menggiring Zalfa menjauh dari teman-temannya agar dapat lebih bebas berbicara.
“Kenapa lagi sih? Lo gak puas-puas ya?” Adam bersuara dengan sanga lantang saat diriya dan Zalfa baru tiba ditaman kampus. Laki-laki itu frustasi.
Suasana ditaman kampus saat ini sangatlah tenang, ditemani angin sejuk disore hari yang membuat siapa saja betah belama-lama.
“Aku cuma mau tanya satu hal, kenapa kakak tiba-tiba berubah sama aku? Apa karena cerita kakak waktu itu? Aku bisa kok bersikap seakan-akan aku gak pernah tahu cerita itu.“
“Berhenti ngebahas cerita itu atau gue akan pergi sekarang!” bentak Adam dengan wajah geram. Telingannya sudah memerah karna menahan marah. Adam bukannya marah pada gadis didepannya itu, ia malah marah pada dirinya tak tak pernah bisa untuk mengontrol dirinya saat bersama gadis itu. Ia tak pernah bisa untuk benar-benar marah ataupun membenci gadis itu walau ia sangat menginginkannya agar gadis itu tidak terluka nantinya.
Zalfa tak gentar karna bukan hanya Adam yang geram disini, dirinya juga. Ia merasa seakan-akan dirinya sedang dipermainkan. Ia sudah memutuskan bahwa mungkin ia akan mundur jika tak dapat menemukan apa-apa hari ini.
Bukannya mudah menyerah, hanya saja ia memang tak tahu apa kesalahannya dan apa yang harus ia lakukan atas laki-laki tampan ini.
“Apa susahnya sih kak untuk jawab pertanyaan aku. Aku udah mikir semalaman tapi aku gak bisa nemuin apa-apa,” lirih Zalfa.
“Lo bukan siapa-siapa dihidup gue, jadi berhenti memerintah. Terserah gue mau jawab atau enggak, itu bukan urusan lo.”
“Tapi aku gak bisa nerima itu,” lanjut Zalfa. Matanya sudah memanas, ia tak biasa dengan kondisi seperti ini didalam hidupnya. Zalfa terlalu polos untuk masalah seambigu ini.
Otak encer yang sudah membantunya mendapatkan beasiswa saja tak bisa membantu apapun saat ini bahkan untuk menemukan sebuah petunjuk sederhana saja.
“Lo hanya tinggal menjauh dari gue, itu aja. Apa yang gak bisa lo terima dari itu?” tanya Adam menuntut.
“Oke. Aku akan menjauh dari kakak tapi setelah kakak kasih aku alasan kenapa aku harus menjauh dari kakak.” Zalfa balas menuntut.Tangannya sedari tadi terus saja bergerak tanda ia sedang tak nyaman.
“Gak ada alasannya. Gue cuma pengen lo menjauh, itu aja,” jelas Adam dengan muka yang sudah memerah hingga telinga.
“Tapi aku butuh alasan kak!” nada suara Zalfa sudah naik satu oktaf sekarang. Dari nada suaranya saja semua orang tahu bahwa ia sedang tidak main-main.
“ Kenapa lo butuh alasan?” tanya Adam.
“Karna aku ngerasa aku gak bisa menjauh dari kakak. Aku udah merasa nyaman sama kakak dan aku ingin selalu bersama kakak. Apa itu cukup?!” Zalfa juga membentak kali ini. Matanya sudah mulai berkaca-kaca, namun aimata masih sanggup untuk ia tahan untuk saat ini, kecuali jika perkataan Adam selajutnya kan kembali merobek-robek hatinya.
Adam mematung ditempat, tak menyangka bahwa gadis didepannya sanggup untuk membentaknya, ia gadis pertama yang membentak didepan muka. Biasanya gadis-gadisnya hanya akan diam saja dan bahkan tak pernah berani untuk sekedar memarahinya. Mungkin itu namanya titik lelah.
Tapi yang lebih mengagetkan Adam adalah bahwa gadis itu berkata bahwa ia nyaman dengan dirinya dan tak mau menjauh darinya. Tak sadarkah gadis itu bahwa kini jantungnya sudah akan mau melompat keluar dari tempatnya saking senangnya dirinya disatu sisi namun sisi lain dirinya memerintahkan untuk tidak perlu sesenang ini.
Kenapa ini semua menjadi semakin rumit?
Saat melihat mata gadis itu yang berkaca-kaca, Adam tak dapat menahan dirinya dan semakin mengutuk dirinya karna kembali membuat gadis itu menangis. Ia sangat ingin mengenggam tangan mungil gadis itu dan berkata bahwa dirinya juga tak ingin menjauh dan ia juga merasa nyaman dengan gadis itu, namun itu semua tak pernah bisa diperintahkan oleh otaknya yang seakan menolak mentah-mentah naluri yang ia ciptakan sendiri itu.
“Apapun alasannya, lo harus tetap menjauh dari gue. Ini demi lo sendiri, zal!” lirih Adam, kali ini suaranya sudah melemah dan pandangannya juga sudah mulai meredup, tidak mengebu-gebu seperti tadi.
“Kenapa kakak ngomong itu disaat aku udah mulai cinta sama kakak.”
“Lo apa?” refleks Adam berteriak. Ia terkejut bukan main saat mendengar suara yang lebih seperti bisikan itu. Walau suara gadis itu sangatlah kecil, namun Adam yakin betul bahwa pendengarannya tak salah, telinganya tak mungkin berbohong dengan hal sespesifik ini.
Gadis itu mencintainya? Bolehkah ia berteriak dan melompat-lompat sekarang untuk menunjukkan betapa senangnya dirinya?
Ia sangat ingin memberitahukan pada seluruh dunia bahwa gadis cantik didepannya ini baru saja menyatakan cinta padanya. Tapi sayang, otaknya langsung mengingatkannya tentang niat pertamanya, ia sangat tak ingin gadis itu terluka karnannya.
“Lo gak boleh cinta sama gue,” kata Adam yang lebih seperti perintah. Layaknya perintah seorang komanda, perintah Adam kali ini seakan sangat tak boleh untuk dibantah.
“Kenapa kak?” tanya Zalfa. Air mata yang sedari tadi ditahannya dipelupuk mata, kini jatuh tak terbendung lagi. Hatinya sangatlah hancur.
Baru kali ini ia mencintai seseorang dan mengungkapkannya,namun dikali pertamanya inipun ia langsung mendapatkan penolakan bahkan sebelum laki-laki yang ia cintai itu mau mencoba memahami perasaannya.
“Sorry, gue harus pergi sekarang,” gumam Adam. Setelahnya ia langsung pergi dan meninggalkan Zalfa sendiri dengan airmata yang masih saja berlomba-lomba untuk keluar.
Jangan tanya sehancur apa hati kedua insan itu. Karna nyatanya, keduanya hanya sedang menutupi luka dengan luka yang baru.
***
Tbc,
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM (SELESAI)
Teen FictionNote: cerita ini saya tulis saat masih SMP Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang. Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...