Note: cerita ini saya tulis saat masih SMP
Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang.
Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semua orang punya masa lalunya sendiri, yang kadang tak pernah ingin ia bagi pada siapapun. Karna kisah itu terlalu kelam untuk dikenang. --
----
Dengan segenap tenaga yang telah Zalfa kerahkan, akhirnya Adam kini telah bobo cantik di kasurnya yang berukuran king itu.
Dari bar sampai kerumahnya ini, Zalfalah yang memapahnya-dengan bantuan supir taksi dan Mbok Jum tentunya- dengan tenaga kuda yang ia miliki. Di sepanjang perjalanan tadi Adam meracau tidak jelas khas orang mabuk, membuat Zalfa kewalahan dengan tingkahnya.
“Makasih ya Mbok,” ucap Zalfa kepada Mbok Jum yang sedari tadi masih bersamanya didalam kamar Adam yang sangat elegan ini.
“Seharusnya Mbok yang bilang makasih sama non karna udah nganter Den Adam pulang.” Perempuan paruh baya itu tersenyum sangat manis kearah dara cantik yang kini juga sedang tersenyum kearahnya.
“Mbok, kalau aku boleh tahu, emang Kak Adam sering ya Mbok mabuk kayak gini?” tanya Zalfa.
“ Dulu. Udah setahun lebih Mbok gak pernah liat Den Adam mabuk.”
Zalfa hanya mengangguk-anggukkan kepalanya tanda ia mengerti. Dalam hati ia bertanya kenapa Adam mabuk-mabukan seperti ini. Pasti ada hal yang sangat berat yang harus hadapi laki-laki tampan yang kini tengah terlelap, makanya ia memilih untuk melarikan diri kepada alkohol.
“Yaudah non, Mbok Jum kebawah dulu ya. Mau buatin den Adam jamu yang dulu sering Mbok buat kalo Den Adam lagi mabuk,” jelas Mbok Jum sambil beranjak meninggalkan kamar Adam yang berada di lantai dua ini.
Sepeninggal Mbok Jum, Zalfa kini hanya duduk diam di sofa samping ranjang Adam. Memandang wajah Adam yang kini tengah terlelap tenang dalam tidurnya tanpa pernah tahu bahwa sekarang ada wajah kagum seorang gadis yang tengah mengamatinya.
Zalfa mengamati keseluruhan dari pemuda yang kini tengah bersama alam mimpinya itu. Mengamati bagaimana wajah itu tidur dengan sangat tenang seakan ia tidak pernah memiliki masalah dalam hidupnya.
Bagaimana ia menarik napas dengan dalam lalu menghembuskannya perlahan, juga bagaimana pemuda itu mendengkur halus dalam tidurnya.
Bagaimana wajah itu terlihat sangat sempurna dengan garis-garis wajah yang seakan dilukis secara sangat teliti dan sangat hati-hati.
Sungguh membuat hati wanita manapun akan berdetak tak karuan hanya dengan memandangnya, tak terkecuali Zalfa.
Disaat Zalfa tengah asik memandang wajah Adam, tiba-tiba terdengar suara berisik dari lantai bawah. Zalfa tidak tahu dari mana suara itu berasal, tapi sepertinya suara itu berasal dari perdebatan seorang laki-laki dan perempuan di lantai bawah.
Suaranya terdengar sangat keras, bahkan sampai ke kamar Adam yang terletak di lantai atas.
Zalfa yang penasaran berusaha menguping dengan menempelkan telinganya ke pintu kamar Adam. Suara yang awalnya samar-samar kini terdengar cukup jelas di telinga Zalfa.
Ternyata benar bahwa ada seorang laki-laki dan perempuan yang berdebat sengit di lantai bawah.
Tapi siapa mereka? Apa ada orang lain yang tinggal di rumah ini selain Kak Adam dan Mbok Jum? Mungkin keluarga lain Kak Adam-pikir Zalfa.
Zalfa fukos dalam acara mengupingnya itu.
“Semua ini juga kan karna papa yang terlalu sibuk kerja,” ucap seorang wanita yang sepertinya sedang menangis.
“Mama juga gak becus jaga anak. Sekarang mama juga gila kerja kan?” kali ini suara seorang laki-laki yang terdengar. Suaranya seperti sedang menahan marah.
“Kalau waktu itu papa gak telat pulang karna katanya ada meeting, Tasya sekarang mungkin masih hidup. Mama mungkin masih bisa lihat dia pakai seragam putih abu-abu,” geram wanita itu lagi.
“Tasya, Tasya dan Tasya. Terus saja salahkan papa. Mama pikir papa senang karna Tasya meninggal? Hah?” bentak seorang laki-laki pada wanita yang sepertinya adalah istrinya itu.
Zalfa terus menyimak perdebatan itu. Tasya ? siapa dia? Kenapa Tasya meninggal?
Banyak pertanyaan yang terus bermunculan dari kepala Zalfa, namun belum satu pun yang ia temukan jawabannya. Karna memang ia tak punya orang atau benda atau apapun itu yang dapat menjelaskan kepadanya tentang seseorang bernama Tasya yang sedang menjadi perdebatan itu.
“Mereka orangtua gue. Udah biasa mereka berantem kayak gitu. Paling bentar lagi bakal ada vas yang pecah,” ucap seorang laki-laki seakan menjawab pertanyaan dari kepala Zalfa. Laki-laki itu tentu Adam.
Adam bangkit dari posisinya tidur kemudian duduk bersender di kepala ranjangnya.
Kepalanya masih terasa sangat pusing, namun ia bisa mendengar dengan jelas bahwa ada keributan dari lantai bawah.
Bagi Adam, hal semacam ini sudah menjadi makanannya sehari-hari, namun tentu ini bukanlah hal yang biasa di temui oleh gadis dari keluarga baik-baik seperti Zalfa.
Zalfa yang terkejut dengan suara yang berasal dari belakangnya sontak membalikkan badannya menghadap kearah suara itu berasal.
Yang membuat Zalfa terkejut adalah bahwa ternyata Adam sudah bangun walaupun terlihat masih dalam pengaruh alkohol yang diminumnya tadi.
Zalfa yang merasa malu karna ketahuan ia telah menguping pembicaraan orang lain tak bisa menyembunyikan wajahnya yang kini sudah sangat memerah.
Dan benar saja apa yang dikatakan oleh Adam, karna setelahnya terdengar suara sebuah benda yang pecah.
Zalfa yang tampak terkejut karna ia tidak menduga bahwa yang tadi dikatakan Adam akan benar-benar terjadi kini hanya terdiam kaku di tempatnya berdiri.
“Kak kalau boleh aku nanya, Tasya itu siapa?” walau sedang merasa malu, tapi rasa penasaran lebih mendominasi dirinya hingga Zalfa menyuarakan pertanyaan yang membuatnya terus memutar otak itu.
Adam yang masih dalam berada setengah pengaruh alkohol tidak dapat menyinkronkan otak dan hatinya yang kini tengah berlawanan arah.
Sang otak menyuruhnya untuk tetap diam sedangkan hatinya malah memberontak meminta untuk dibebaskan dari segala beban mental yang selama ini di tanggungnya.
Akhirnya hatinya lah yang menang setelah melewati persaingan sengit melawan otaknya.
“Boleh gue percaya sama lo?” tanya Adam dalam kondisi sadar tidak sadar.
“Maksud kakak?”
“Boleh gue percaya sama lo?” pertanyaan yang sama malah dilontarkan oleh Adam.
“Boleh kak. Tapi tentang apa?” kadang Zalfa merasa kurang beruntung karna dilahirkan dalam tingkat keingintahuan yang tinggi, sebab ia sering menyuarakan rasa ingin tahunya dan akhirnya ia berakhir sebagai kacang karna pertanyaannya malah diabaikan.
“Semuanya. Gue ingin percaya sama lo tentang semuanya,” dalam hati ia berharap bahwa dirinya tidak akan menyesal karna keputusannya untuk mempercayakan masa lalunya pada satu orang lagi.
Apalagi orang itu adalah Zalfa.
“Aku mungkin bukan pemberi nasehat yang baik, tapi kakak bisa percaya sama aku karna aku pendengar yang baik.”
Seumur hidupnya Zalfa sangatlah menghargai kepercayaan orang lain kepadanya.
Ia tidak mau mengkhianati orang-orang yang sudah percaya kepadanya, karna ia sendiripun tahu bagaimana rasanya saat kita dikhianati oleh orang yang kita percaya.
“Semua berawal dari 5 tahun yang lalu. Hari paling kelam dalam hidup gue…..”