Khawatir itu wajar bukan? Layaknya seorang teman yang mengkhawatirkan teman lainnya.
-Adam-----
Dengan langkah yang terkesan sangat buru-buru, setelah kelasnya berakhir Adam langsung keluar dan melanjutkan kegiatannya yang tadi sempat terpotong. Adam terus melangkahkan kaki panjangnya ke segala arah di penjuru kampus untuk mencari keberadaan gadis yang kemarin sore pulang dengannya. Walau sudah saatnya jam makan siang namun rasanya perut Adam tidak merasakan kekosongan, mungkin perutnya tahu bahwa sang empunya sedang sibuk menjelajah kampus saat ini.
Setelah sekitar 30 menit berputar-putar tak tentu arah, mulai dari kantin, perpustakan, taman, Fakultas Komunikasi hingga toilet perempuan, akhirnya Adam memutuskan untuk bertanya pada sekelompok mahasiswi yang ia yakini sejurusan dengan gadis yang tengah dicarinya. Butuh perjuangan bagi Adam untuk bertanya pada sekelompok mahasiswi itu, pasalnya bukan jawaban tentang keberadaan Zalfa yang ia dapat melainkan tatapan-tatapan menggoda dari mahasiswi-mahasiswi yang genit itu. Membuat Adam muak hingga merasa jijik dan bahkan bersumpah dalam hati bahwa ia tak akan mau lagi jika harus bertanya pada mereka.
Namun, beruntung karna diantara gadis-gadis genit dengan pakaian ketat itu ternyata ada seorang yang baik dan mau memberi tahu kepada Adam bahwa Zalfa tidak masuk kuliah hari ini. Walau tidak mendapat kejelasan akan alasan mengapa Zalfa tidak masuk hari ini, paling tidak Adam tahu bahwa gadis yang dicarinya tidak ada disini hari ini. Setidaknya itu membuat Adam tidak lagi harus berkeliling layaknya orang bodoh seperti yang ia lakukan sejak tadi.
Entah mendapat dorongan dari mana hingga tadi Adam sebegitunya mencari keadaan gadis bertubuh mungil itu. Tidak melihat keberadaan gadis itu rasanya membuat Adam merasakan gejolak kekhawatiran dari dalam hatinya.
Kali ini entah mendapat bisikan dari mana, Adam tiba-tiba mengambil ponsel dari dalam saku celananya, menscroll hingga menemukan kontak yang dicarinya, lalu melakukan panggilan kepadanya.
Panggilan pertama tak dijawab.
Panggilan kedua pun begitu.
Adam kini benar-benar merasa resah. Kemana perginya Zalfa hingga ia tak menjawab teleponnya? Apa ia baik-baik saja?.
Pantang menyerah, Adam terus melakukan panggilan pada kontak yang sama. Jika dua panggilan sebelumnya berakhir sia-sia karna tak mendapat jawaban, panggilan pada percobaan ketiga ini rupanya membuahkan hasil karna panggilannya kini terhubung ke penerima telepon.
"Halo Zalfa, dimana? Kenapa nggak masuk kuliah?" Tanya Adam tanpa basa-basi.
"Kak Adam?" Kalimat yang merupakan pertanyaan mengalir dari seberang telepon.
Adam menyerngit seakan sadar bahwa itu adalah suara yang asing baginya. Bukan suara dari orang yang kini ia tengah cemaskan.
"Ya?" ucap Adam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM (SELESAI)
Teen FictionNote: cerita ini saya tulis saat masih SMP Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang. Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...