Chapter 18

888 50 3
                                    

Seberat apa masalah mu? Hingga memilih tak sadarkan diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seberat apa masalah mu? Hingga memilih tak sadarkan diri.
-Zalfa-


----

"Zalfa, kak Adam kemana? kok udah gak kelihatan lagi?"

Zalfa yang saat itu baru selasai mandi langsung diserbu oleh pertanyaan Dira yang tak lain adalah sahabat sekaligus teman satu kamarnya.

Zalfa sendiripun sebenarnya juga bingung karna tidak tahu sama sekali alasan kenapa laki-laki itu menghilang sejak seminggu yang lalu setelah mereka pulang dari taman mawar itu.

"Aku juga gak tahu," jawab Zalfa. Selama satu minggu ini Zalfa sudah berulang kali berusaha menghubungi Adam namun sayang ponsel milik laki-laki itu selalu dalam keadaan tidak aktif.

Di kampus pun ia tidak kelihatan. Sampai tugas yang diberikan oleh Adam pun sudah selesai Zalfa kerjakan, tapi entah kemana sang pangeran itu menghilang, keberadaannya seakan disembunyikan oleh bumi.

"Lagi sakit mungkin," asumsi Dira.

"Gak tahu juga,"

Drrt.. drrt.. drrt..

Sebuah dering ponsel mengintrupsi obrolan antara teman sekamar ini.

Zalfa segera saja mengambil ponselnya yang berbunyi itu, lalu melihat username sang penelpon.

"Siapa?" Tanya Dira penasaran.

"Kak Adam?" Zalfa membeo dengan nada seakan bertanya. Kaget sekaligus lega bahwa Adam menghubunginya. Menjadi jawaban atas apa yang Dira tanyakan kepadanya.

"Aku angkat dulu ya," lanjut Zalfa seraya berlalu dari hadapan sahabatnya itu menuju teras kostnya.

Angin malam berhembus dengan sangat lembut hingga mampu membuat sang gadis cantik bergidik kedinginan apalagi dengan tubuhnya yang hanya dibalut oleh kaus oblong lengan pendek berwarna hijau army juga celana jogger yang ia gunakan saat ini.

"Assalamualaikum, Kak Adam kemana aja sih? Tugas yang kakak kasih udah selesai semua dan ini udah hampir 3 bulan kak. Aku terbebas sekarang kan?" serbu Zalfa bahkan sebelum si penelpon mengucapkan salamnya.

Entah apa yang hatinya rasakan saat ini, lega? mungkin. Rindu? khawatir? entahlah.

Emosi-emosi semacam itu adalah hal baru yang sepertinya belum pernah ia rasakan selain kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Hal baru yang masih asing baginya.

"The Lemo, kesini sekarang juga," sebuah suara serak terdengar dari seberang tepat sebelum sambugan telepon di putuskan secara sepihak oleh seorang diseberang sana.

Baru beberapa saat yang lalu rasa khawatir didada Zalfa menghilang kini ia kembali, rasa khawatir yang sama yang membuat dada Zalfa sesak kembali rasanya.

Tanpa pikir panjang, Zalfa langsung berlari kedalam kamar untuk mengambil tasnya, kemudian pergi ketempat yang disebutkan orang tadi.

The lemo?

Zalfa sepertinya pernah mendengar tempat itu entah dimana.

***

Disini lah sekarang Zalfa berakhir sekarang, didepan bangunan bernama The Lemo ini. The Lemo, ternyata adalah sebuah bar yang cukup terkenal di kalangan anak-anak muda saat ini, pantas saja ia merasa tidak asing dengan nama itu.

Menimang-nimang apakah ia harus masuk atau tidak , seumur hidup Zalfa belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya kedalam tempat laknat itu, namun jika ia tidak masuk bagaimana dengan kak Adam?

'Kenapa Adam ada disini?' adalah hal yang ditanyakan Zalfa sedari tadi, meski rumor buruk pernah iya dengar namun rasanya Zalfa kurang percaya jika mengingat semua baik yang Adam lakukan untuknya.

Setelah beradu argumen dengan dirinya sendiri, Zalfa akhirnya berusaha memantapkan hatinya untuk masuk.

Usai melewati dua orang penjaga bermuka bringas di depan tadi, Zalfa akhirnya benar-benar masuk kedalam tempat terlaknat ini.

Sejenak Zalfa sempat menyesal sudah masuk kedalam bangunan ini, ditempat seluas ini bagaimana caranya ia bisa menemukan Adam?

Tidak menyerah, Zalfa masih saja mencari keberadaan seniornya itu bahkan setelah hampir 20 menit ia berkeliling dan belum menemukannya.

Mata tajam Zalfa akhirnya menemukan sosok yang dicarinya itu. Walau dari belakang dan wajah yang menempel pada meja bar, tapi Zalfa hafal betul bentuk tubuh proporsional itu karna tidak banyak laki-laki yang memiliki bentuk tubuh sebagus itu.

Tidak membuang waktu Zalfa langsung saja berjalan kearah laki-laki itu.

"Kak Adam! Kakak ngapain di tempat kayak gini? Pulang yuk kak!" ajak Zalfa sambil memegang bahu Adam dan sedikit meremasnya karna sebenarnya ia merasa sangat risih berada di tempat ini.

Apalagi musik yang berdentum sangat keras disini membuat gadis baik-baik itu ingin cepat-cepat keluar dari tempat terkutuk ini.

Adam dapat merasakan bahunya disentuh oleh sebuah tangan, ia juga seperti mendengarkan suara gadis itu, gadis yang sejak seminggu ini ia rindukan.

Ia mengira mungkin ia hanya halusinasi saja karna pengaruh alkohol dan karna ia terlalu memikirkan gadis itu belakangan ini.

Namun, tangan dan suara itu terasa sangat nyata bagi Adam.

"Kak Adam!" suara gadis itu terdengar lagi namun kali ini Adam dapat merasakan bahwa bahunya digoncangkan oleh seseorang.

Gadis itu benar-benar disini.

'Kenapa dia bisa disini?'batin Adam.

Dengan keadaannya saat ini, jangankan untuk menjawab panggilan gadis itu, untuk membalikkan telapak tangannya saja Adam rasanya sudah tak sanggup.

"Gue Anton. Yang tadi nelfon. Tenang, gue temennya Adam," ujar seseorang yang tiba-tiba datang dan berdiri didepan Zalfa sambil menjulurkan tangannya memperkenalkan diri.

"Zalfa," sahut Zalfa menerima uluran tangan laki-laki yang memperkenalkan diri sebagai temannya Adam itu.

"Lebih cantik kalo dilihat langsung," gumam Anton dengan nada sangat rendah.

"Hah?" ucap Zalfa. Sepertinya ia melihat bibir teman kak Adam itu bergerak tadi seperti sedang mengucapkan sesuatu. Namun Zalfa tidak dapat mendengarnya karna disini benar-benar berisik.

"Gak ada. Adam tadi mabuk, gue minta tolong anterin Adam pulang bentar ya? Gue masih sampe pagi nanti kerja disini."

"Bisa kak. Tapi kenapa Kak Adam bisa mabuk?" Tanya Zalfa penasaran.

Pasalnya sejauh ini, Zalfa belum pernah melihat tingkah laku Adam yang dalam tanda kutip 'aneh'.

Zalfa sendiri belum pernah mempunyai pengalaman bersama orang yang mabuk.

Ia hanya tahu dari beberapa drama korea yang pernah ditontonnya bahwa orang yang mabuk akan cenderung berkata jujur atas perasaannya dan akan mengatakan apapun yang selama ini menjadi bebannya kepada orang yang bersamanya saat itu.

"Nanti lo tanya sendiri kalau Adam udah sadar," jawab laki-laki itu santai, berbanding terbalik dengan Zalfa yang kini sudah menekuk mukanya.

"Yaudah, kami pulang ya kak." Pamit Zalfa dengan setengah memeluk punggung Adam agar laki-laki itu tak terjatuh karna tak sanggup menahan berat badannya sendiri.

"Iya, bilangin sama Adam gue pesan supaya dia gak berbuat bodoh untuk yang kedua kalinya."

Zalfa menganggukkan kepalanya, walau tak tahu maksud akan perkataan Anton.

***

Tbc,

ADAM (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang