Chapter 25

913 42 3
                                    

Jangan menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan menangis. Aku akan selalu ada disini, hanya untukmu.
-Adit-

----

Dua minggu sudah berlalu sejak Zalfa menerima penolakan dari Adam.

Dua minggu ia lalui seadanya. Tidak ada yang terlalu menyenangkan, namun juga tidak seperti remaja labil yang sedang patah hati. Hari-harinya ia lewati begitu saja, hanya kekampus dan bekerja, begitu saja setiap harinya. 

Sudah seminggu lebih Zalfa tak berbicara atau mengobrol dengan Adam. Ia hanya mampu memperhatikan Adam dari jauh. Zalfa merasa hatinya terenyak saat dilihatnya Adam dalam seminggu lebih ini terlihat semakin kurus dengan lingkar mata yang sudah mulai menghitam, juga pakaiannya yang kini sudah tidak serapi biasanya saat dikampus.

Adam yang biasanya ke kampus dengan pakaian casual tapi rapi, kini lebih sering mengenakan celana robek-robek dibagian lutut dengan baju kaos gombrong seadanya.

Zalfa kian bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi pada Adam belakangan ini. Namun sadar ia tak mungkin bertanya langsung sesudah penolakan itu, ia tak mau dicap sebagai wanita yang tak tahu malu. Nyatanya sisa-sisa harga diri yang mencegahnya untuk bertanya.

“Kenapa lagi, Zal? Kakak lihat kamu belakangan ini sering melamun, ada masalah?” tanya seorang lak-laki muda tampan yang berpakaian casual kepada Zalfa.

Tanpa Zalfa sadari sebenarnya laki-laki itu memperhatikan segala tingkah lakunya sejak tadi.

“Eh? ah.. gak ada apa-apa kok kak,” jawab Zalfa gelagapan. Kain lap ditangannya hampir saja terbang karna Zalfa terkejut akan suara Adit yang tiba-tiba muncul dari belakang punggungnya.

“Kamu bisa cerita kapanpun kamu siap. Kakak akan selalu sedia untuk dengerin kamu,” gumam Adit.

“Makasih ya kak.”

Grttt grttt

Ponsel Zalfa bergetar panjang tanda ada panggilan masuk. Menyadarinya, Zalfa segera mengambil ponsel dari dalam saku celananya kemudian dijawabnya panggilan itu saat hampir terputus.

"Kak, aku izin angkat telepon ya?" tanya Zalfa, sedikit menurut speaker handphonenya.

Adit mengangguk mempersilahkan.

“Assalamualaikum bu! Ada apa?” tanya Zalfa saat panggilan itu terhubung.

Sebelum mengangkat telepon, Zalfa sempat melihat bahwa yang menelpon tersebut adalah sang ibu. Zalfa memang tinggal terpisah dengan ibunya sejak ia berkuliah dikota ini. Sang ibu tinggal di kampung halaman mereka, bersama bibi dan pamannya.

Sejak sang ayah meninggal, Zalfa selaku anak tunggal bersama ibunya terpaksa tinggal bersama paman dan bibinya karena rumah mereka sudah  dijual untuk biaya pengobatan sang ayah sebelum meninggal.

ADAM (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang