Note: cerita ini saya tulis saat masih SMP
Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang.
Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gue manusia. Punya hati. -Adit-
----
Sambil mengendarai sepeda motor miliknya, dalam hati Adit berteriak memaki Rifyan, sekretaris yang merangkap sebagai asisten pribadi juga sahabatnya itu.
Kalau bukan karna Rifyan yang meneleponnya barusan untuk memberitahu bahwa ada masalah serius di restoran, Adit tidak akan meninggalkan Zalfa dipanti dan Zalfa tidak akan pulang berdua dengan Adam. Catat, BERDUA.
Kini Adit telah sampai direstoran miliknya.
Sebelumnya restoran ini adalah salah satu dari sekian banyak cabang restoran milik keluarganya. Namun, karna Adit yang terus terusan merengek minta pekerjaan agar cowok itu mempunyai penghasilan sendiri, jadilah sang papa memberikan restoran ini untuk dikelola oleh Adit.
Beruntung sejauh ini Adit selalu bisa mengatasi semua masalah dan selalu mendapat pujian atas hasil pekerjaannya- tentu saja dengan bantuan otak encer milik Rifyan- oleh sang papa.
“Dit, gawat! Lo harus lihat ini.” Seorang laki-laki bertubuh cukup tinggi dengan setelan formal ala pegawai kantor memberikan sebuah map berwarna biru kepada Adit tepat saat cowok itu baru membuka pintu.
Tentu saja dia Rifyan.
Adit dan Rifyan memang sudah seperti saudara, jadi wajar saja tidak terdengar panggilan-panggilan layaknya seorang asisten kepada bosnya saat Rifyan berbicara kepada Adit.
“Apaan sih, Yan?” Tanya Adit masih dengan nada jengkel karna Rifyan sudah mengacaukan harinya bersama Zalfa. Padahal dirinya sudah susah payah menyiapkan rencana untuk hari ini.
Rifyan hanya acuh tak acuh atas peringatan yang di berikan Adit, dirinya dan Adit sudah lama bersama jadi sedikit banyak ia tahu sifat Adit.
“GUE!! Banyak tanya lo. Buruan baca.” Rifyan yang tak takut dengan wajah garang sahabatnya itu malah menantang.
Mau tak mau Adit harus membuka map biru sialan itu. Dilihatnya rentetan angka yang selalu membuatnya pusing tiap kali harus mempelajari angka-angka yang butuh waktu untuk dipahaminya itu. Laki-laki tampan itu membelalakkan matanya saat melihat sederet angka yang menunjukkan suatu nominal. Kini ia paham.
‘Shit!’ umpatnya dalam hati.
“Apa-apaan ini? Kenapa pengeluaran kita bisa jauh lebih besar dari penghasilan? Kapan lo tahu ini semua?” Tanya Adit bertubi-tubi.
Rifyan menggeleng. Kalau boleh jujur cowok itu pun bingung kenapa ini bisa terjadi mengingat selama ini semua pengeluaran sudah terjangkau dibawah kendalinya.
“Kayaknya cuma ada satu cara untuk menyelamatkan restoran ini,” lanjut Adit saat dilihatnya Rifyan mulai pasrah akan keadaan ini.
Matanya masih menatap nyalang kearah arah deretan angka yang berjumlah 9 digit itu.
“Gimana caranya?” Jujur, Rifyan tidak tahu lagi cara apa yang harus mereka lakukan untuk meminimalisir kerugian setidaknya. Jalannya sudah benar-benar buntu walau ia sudah sangat berusaha untuk memutar otaknya.
Adit hanya diam. Terlihat jelas dari raut wajahnya bahwa ia juga sedang berpikir keras. Kemeja yang sudah ia gulung asal keatas juga rambut yang kini sudah berantakan juga seakan ikut menegaskan bagaimana sang pemilik tengah kalut saat ini.
Adit mengacak-acakkan rambutnya saking frustasi akan jalan yang akan ia ambil didepan.
***
“Pa, selama ini aku belum pernah minta tolong sama papa kan?” Tanya Adit kepada sang papa yang terlihat tengah sibuk dengan setumpuk berkas dihadapannya.
Adit sebenarnya tidak enak hati karna menggangu sang papa yang tengah sibuk, namun kali ini ia sangat membutuhkan bantuan laki-laki yang sangat dikaguminya itu untuk kelanjutan restoran yang tengah dikelolanya.
“Iya. Ada apa, nak? Kamu butuh apa? “ jawab laki-laki yang usianya sudah tak muda lagi itu. Ia tersenyum mendengarkan ucapan anaknya yang ia tahu sirat akan makna.
“Restoran lagi bermasalah Pa, jadi Adit butuh bantuan papa.” Adit sangatlah serius kali ini. Karna restoran menyangkut dengan kelangsungan hidup karyawan-karyawannya. Jika restorannya bangkrut, karyawannya akan kehilangan mata pencaharian mereka.
“Papa tentu akan bantu kamu, tapi dengan satu syarat,” laki-laki itu kini sudah menutup map-map yang sedari tadi dipegangnya. Sambil melepas kacamata dari wajah lelahnya, lelaki itu menatap serius ke arah putra sulungnya.
“Apa itu?”
“Kamu gak boleh balik ke Jepang lagi.” Itu adalah perintah bukan tawaran sebenarnya.
“Paaa, papa tahu kan alasan aku ke Jepang dan alasan aku kembali?” Tanya Adit dengan geram. Sambil menghentakkan kakinya, Adit merengek bak anak kecil.
Papanya hanya memutar mata melihat tingkah laku sang putra.
“Aku gak bisa tinggal disini selamanya, Pa. Aku disini cuma bisa dua tahun. Setelah itu aku langsung kembali ke Jepang.” Adit seakan mengingatkan kepada sang ayah tentang perjanjian yang telah mereka sepakati, bahwa Adit akan mendapatkan sebuah restoran jika ia mau kembali ke Indonesia selama dua tahun.
“Papa tahu ini semua karna dia kan?” tebak sang papa.
“Masalah tidak akan selesai jika kamu lari terus begini. Coba bicarakan dengannya, mungkin ini bukan masalah sebesar yang kamu pikirkan.” Papa Adit berusaha memberi penjelasan. Sebagai orang yang lebih berpengalaman, sang papa tentu tahu bahwa langkah yang diambil oleh anaknya adalah langkah yang tidak tepat.
“Tapi... paaa!” rengek Adit bak anak kecil yang tidak diperbolehkan mandi hujan oleh ayahnya.
“Papa tahu apa yang kamu rasakan.”
Adit berpikir keras ditempatnya berdiri saat ini. Dengan kedua tangan yang masih ia gantungkan disamping jahitan jeans hitam yang kini tengah ia kenakan.
“Papa tidak akan memaksa kamu karna kamu sudah dewasa. Kamu berhak menentukan jalan hidupmu sendiri. Itu hanya saran papa sebagai orang tua. Tapi, syarat papa itu tetap berlaku.”
“Iya Pa. Akan Adit pikirkan.” Adit kemudian berlalu pergi dari ruang kerja papanya tanpa protes lebih karna ia sudah tahu bahwa sifat keras kepalanya adalah turunan dari sang papa yang juga sangat keras kepala dan tak akan pernah mau mengubah apapun yang telah ia tetapkan.
“Kamu terlalu menuruti pikiranmu Nak, hingga kamu lupa dengan hatimu”
***
Tbc
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.