Note: cerita ini saya tulis saat masih SMP
Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang.
Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pengorbanan ku berbuah manis. Gadis manis itu kini menjadi milikku. -Adam-
----
Bahagia, itulah yang Adam rasakan saat ini. Rasanya seperti ia baru memenangkan hadiah lotere. Mendapatkan kembali sahabatnya. Juga memiliki seseorang yang dipujanya. Kebahagian yang pasti tak akan mau ditukarnya dengan apapun didunia ini.
"Makasih ya."
"Untuk apa kak?" tanya Zalfa yang kini sedang duduk diatas balkon rumah pamannya.
Zalfa yang awalnya menghadap kedepan-dimana kelap kelip lampu menjadi dominasi utama diperdesaan yang sunyi pada malam hari seperti ini- kini berpaling menghadap Adam di sampingnya.
Entah sudah berapa lama, ternyata Adam pun juga sudah berpaling menghadap Zalfa, mungkin sejak keduanya saling diam hingga hanya suara jangkrik yang terdengar.
Adam sampai dirumah Zalfa tadi sore, Zalfa awalnya cukup terkejut dengan kedatangan Adam yang tiba-tiba itu, ditambah Adam hanya mengenakan pakaian basketnya. Hingga laki-laki itu menjelaskan maksudnya juga menjelaskan alasannya yang tiba-tiba berubah hingga meminta Zalfa untuk menjauh tempo hari. Setelah itu akhirnya Zalfa mengerti dan memakluminya.
Adit sudah kembali tadi sore. Saat Adam sampai, Adit sempat berpesan agar Adam menjaga Zalfa untuk sementara waktu. Hubungannya dengan Adit akhirnya sudah membaik, walau mereka sepertinya masih sama-sama canggung. Memang butuh waktu untuk kembali dari perasingan berjangka tahunan itu. Mungkin tidak mudah, tapi Adam yakin bisa.
"Berkat lo, sahabat gue kembali."
Tanpa dijelaskan sekalipun Zalfa sudah tahu siapa maksud sahabat dalam perkataan Adam. Gadis cantik itu hanya tersenyum sebagai jawaban atas ungkapan Adam.
Adam melihat dengan sangat jelas kepedihan dalam senyuman Zalfa, seakan ia sangat memaksakan diri untuk tersenyum. Adam sangat memakluminya, semua orang pasti akan begitu saat mereka kehilangan orang yang sangat disayanginya.
Adam bahkan lebih dari itu saat ia kehilangan adiknya dulu. Laki-laki itu sangat menyesal karna ia tak bisa berada bersama gadis itu dihari paling menyedihkan dalam hidupnya itu.
Adam tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Zalfa tadi tanpa seorangpun keluarga disampingnya, walaupun saat Tasya meninggal ada mama papa yang menenangkannya, tetap saja tak bisa berhenti bersedih dan menangis saat itu. Bagaimana lagi dengan Zalfa?
Adam rasanya sangat kagum terhadap gadis yang dicintainya itu karna dapat menghadapi semuanya sendirian.
"Untuk apa yang lo ungkapin hari itu, apa masih berlaku?" pandang Adam kini lurus kedepan, menatap apa saja yang ada didepannya tanpa titik fokus pada apapun.
Angin malam yang berembus dengan santai nyatanya mampu membuat dua insan ini menggigil kedinginan sampai ketulang-tulang terdalamnya. Seakan menjadi peredam suasana yang tiba-tiba memanas diantara keduanya, sang angin terus saja mengusik. Menerbangkan helai rambut keduanya dengan pelan. Berayun ke kiri dan lalu ke kanan.
Adam yang melihat Zalfa menggosok-gosokkan kedua tangannya seakan mencari kehangatan langsung berinisiatif melepaskan jaket yang memang sejak tadi dipakainya, lalu dipakaikannya kepada Zalfa.
Meski awalnya menolak dengan berdalih bahwa Adam juga kedinginan, namun karna paksaan Adam akhirnya jaket hitam yang baru dibelinya itu kini resmi bersandar pada tubuh Zalfa yang terlihat semakin kurus dalam beberapa hari.
Zalfa tahu betul apa yang ditanyakan Adam, namun rasanya ia malu jika harus kembali mengingatnya apalagi saat itu ia menerima penolakan dari Adam. Ia takut jika kali ini kejadian itu kembali terulang. Akhirnya Zalfa bersikap jujur akan apa yang dibisikkan hatinya.
"Kalau untuk penolakan, perasaan aku itu udah gak berlaku."
Adam menghela napas. Meski jawaban itu tidak mengatakan iya secara langsung, namun maksud tersiratnya masih bisa membuat senang. "Jadi kalau bukan untuk penolakan, perasaan lo masih berlaku kan?" tanya Adam memastikan.
"Maksud kakak? Kakak demam ya?" Zalfa sebenarnya bingung dengan laki-laki itu.
Adam tertawa sekilas, namun Zalfa tidak. Entah karna memang ia tak tahu apa yang harus ia tertawakan ataupun ia terlalu meikmati pemandangan indah didepan matanya saat Adam tertawa lepas seperti itu.
Adam berhenti tertawa kemudian langsung meraih tangan Zalfa untuk menggenggamnya sekaligus menyalurkan kehangatan dari tubuhnya.
Wajah Adam berubah jadi serius. Ditatapnya tepat pada manik mata yang berkilau bak mutiara ditengah kegelapam milik Zalfa itu. Ingin meyakinkan Zalfa bahwa apa yang akan dikatakannya selanjutnya adalah sebuah keseriusan yang berasal dari dalam lubuk hatinya.
"Dari pertama gue natap mata lo, gue udah tertarik sama lo, Zal. Seakan ada magnet di dalam tubuh ini yang selalu narik gue menuju lo. Gue paling gak bisa lihat lo sedih ataupun nangis, rasanya seperti lo terlalu berharga melebihi apapun yang gue miliki. Terlalu takut bakal bikin lo sedih makanya gue menjauh, dengan harapan lo akan bahagia jauh dari gue. Tapi itu semua malah bikin gue makin sakit, apalagi tiap ngelihat lo senyum ke cowok lain rasanya mau gue patahin tulang cowok itu. Gue terlalu cinta sama lo, cuma Adit yang bisa bikin gue menjauh dari lo walaupun akhirnya gue yang menderita. " Adam menjeda ucapannya. Menghela napas dan memejamkan matanya meresapi angin. "Tapi kali ini gue gak mau kehilangan lo untuk yang kedua kalinya, nggak peduli siapapun yang berusaha memisahkan kita berdua, gue akan tetap mencintai lo sampai gue mati dan gue akan merjuangin lo sekeras gue bisa. Kali ini gue pengen jujur sama perasaan gue sendiri. Zalfa, gue hanya mau lo yang jadi penyemangat gue disisa-sisa hidup gue ini. Would you be my girlfriend? " ungkap Adam sungguh-sungguh.
Mata Zalfa sudah kembali memanas. Baginya ini adalah ungkapan yang paling tulus dari seorang Adam. Rasanya ia kini bak Cinderella yang tiba-tiba mendapat lamaran dari seorang pangeran dari negeri dongeng.
Pangeran.
Sungguh perasaan yang tidak dapat diungkapkannya dengan kata-kata. Sambil setetes airmata mengalir membasahi pipi halusnya, Zalfa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Adam.
Yah. Gadis itu setuju untuk menjadi kekasihnya.
Wow
Huh
Yeiiih
Bolehkan Adam berteriak dan meloncat-loncat sekarang? Akhirnya penderitaan dan penantiannya beberapa bulan terakhir ini dapat terobati. Bagi Adam, Zalfa bak obat mujarab yang dapat mengobati segala sakitnya.
Tangan Zalfa yang tadinya berada dalam genggaman tangan Adam kini berpindah kebibir Adam. Mencium tangan Zalfa lama, mungkin adalah sebagai wujud cinta dan terimakasih Adam kepada Zalfa.
"Gue janji, lo akan jadi satu-satu wanita setelah Mama dan Tasya yang masuk dalam daftar orang yang paling gue cintai." Adam adalah laki-laki yang sangat memegang apa yang ia sudah janjikan. Baginya laki-laki sejati adalah laki-laki yang dapat memegang teguh janjinya juga laki-laki yang dapat menjaga apa yang sudah Tuhan titipkan untuk dijaganya.