Apapun yang gue lakuin. Seberapapun gue berkorban, semua tetap gak ada nilainya dimata Lo kan, bro?
-Adam-----
“Kenapa lagi?” sebuah tepukan menyadarkan Adam dari lamunannya. Ia sudah kembali dari dunianya namun tetap tak menghiraukan tepukan dibahunya karna sudah tahu betul siapa yang menepuknya.
“Masalah apa lagi sekarang? Masalah Adit lagi?” tanya orang itu.
“Bukan,” jawab Adam seadanya.
“Jadi?”
“Lo ingat Zalfa kan?” tanya Adam pada pemuda berkulit eksotis itu.
“Oh cewek yang lo dan Adit suka?” goda Anton, bartender yang merupakan sahabat Adam sejak hampir lima tahun belakangan. Seperti sedang mengejek Adam lewat perkataannya.
Untung Adam nampak tak tersinggung atau mungkin ia tak menyadari ejekan dalam kalimat sahabatnya itu. “Iya. Tadi dia ngungkapin perasaannya sama gue…”
“Bagus dong. Jadi sekarang lo udah menang, bro. Gue percaya sekarang kalau persona seorang Adam Radiano Putra gak pernah memudar,” potong Anton. Kini laki-laki itu tak bisa untuk tidak tersenyum lebar, bahkan terkesan sangat lebar bagi yang melihatnya.
Anton selalu mengakui kekuatan dibalik pesona laki-laki setampan, sekaya, sebaik, sekeren dan sepopuler Adam. Bagi siapapun, dibalik masa lalunya yang seperti itu, Adam adalah deskripsi dari kata sempurna yang orang-orang inginkan. Meski tentu saja bagi yang mengenal Adam dengan dekat akan berkata bahwa laki-laki itu tidaklah sempurna. Dia menyimpan banyak luka, dia tumbuh besar bersama rasa sakit, bahkan pengabaian.
“Lo bisa gak sih dengerin gue cerita dulu sampe habis baru lo potong?” geram Adam.
Anton hanya menyengir tak bersalah namun langsung menutup mulutnya rapat-rapat agar Adam dapat melanjutkan ceritanya. Anton akan fokus pada kelanjutan dari cerita Adam. Semoga dia bisa.
“Gue awalnya juga senang banget saat tahu kalau dia cinta sama gue, karna kayaknya gue juga cinta sama dia. Tapi gue takut dia terluka karna gue, jadi gue nyuruh dia untuk menjauh.”
Adam kembali meneguk cairan kuning pucat dari gelasnya. Ada rasa panas yang menjalar saat cairan dengan kadar alkohol tinggi itu melewati tenggorokannya.
“Karna lo takut dia terluka, atau karna lo merasa bersalah sama Adit?” tanya Anton yang langsung menohok hati Adam yang terdalam.
“Karna gue takut dia terluka,” jawab Adam ragu-ragu.
“Jujur sama perasaan lo,” desak Anton.
“Oke! Dua-duanya, gue takut dia terluka juga, karna gue tahu Adit juga cinta sama dia,” jujur Adam. Cairan laknat itu kembali mengalir dikerongkongannya. Menyalurkan rasa panas yang membakarnya tapi memabukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM (SELESAI)
Teen FictionNote: cerita ini saya tulis saat masih SMP Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang. Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...