Note: cerita ini saya tulis saat masih SMP
Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang.
Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
For you.
----
Pagi yang cerah. Namun tentu saja tidaklah dapat membuat cerah hati seseorang yang kini tengah duduk sendiri dengan pandangan lurus yang kosong. Pandangannya benar-benar kosong meski otaknya terus berputar.
Didalam hatinya ia tengah bersedih karna baru kehilangan seorang sahabat sejatinya. Sangatlah menyesal karena belum sempat meminta maaf karna sudah salah paham begitu lama dengan sang sahabat.
Tapi kini ia hanya tersisa harapan bahwa sang sahabat akan mengerti walau ia belum menjelaskan. Berharap bahwa almarhum sahabatnya akan bisa tenang dialam sana, dan ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan menjaga orang-orang yang ditinggali oleh almarhum.
Sahabatnya adalah orang yang paling baik baginya. Sang sahabat yang kini telah berada dipembaringannya yang sejati itu, selalu rela mengalah demi kebahagiannya. Namun dirinya saja yang terlalu tidak percaya akan sahabatnya itu. Sungguh keputusan dan perlakuan yang sangat disesalinya.
Hal yang akan selalu menjadi memori buruknya. Dia jadikan pelajaran agar tak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari.
Adit memijit kepalanya keras-keras. Sakit dan terasa berdenyut-denyut. Pandangannya masih saja kosong kearah depan. Pemandangan indah didepannya saja ia abaikan.
Tiba-tiba Adit merasakan tepukan dibahunya. Ia berbalik dan menemukan bahwa orang yang menepuk bahunya adalah Zalfa.
Zalfa tersenyum kearah Adit. Gadis itu langsung duduk disamping Adit, disebuah bangku panjang ditaman rumah Adam. Suasana pagi yang damai dirumah Adam membuat Zalfa dan Adit betah duduk berlama-lama disitu.
Zalfa ikut-ikutan memandang lurus kedepan. Jejeran bukit tersusun secara rapi bak lukisan dihadapan kedua insan ini. Pemandangan yang membuat siapa saja akan merasa nyaman dan damai hanya dengan memandangnya.
Adit menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan secara teratur melalui mulutnya. Barisan pohon-pohon hijau yang melambai-lambai karna tertiup angin membuat ia merasa sedikit lebih rileks.
“Waktu SMP gue sama Adam sering duduk disini sambil nonton film kesukaan kami,” icap Adit setelah lama keduanya hanya duduk diam seakan sedang menghayati suasana yang damai itu.
Zalfa menaikkan sebelah alisnya. Tidak memotong dan hanya menunggu Adit untuk meneruskan ceritanya.
“Adam bilang kalau disini adalah tempat terbaik untuknya menenangkan diri. Adam selalu suka menyendiri disini sambil nonton film. Kadang juga sama aku dan Tasya. Adam bilang kalau gak boleh ada yang duduk dibangku ini selain kami bertiga. Tapi, aku yakin kalau Adam pasti akan mengijiinkan kamu untuk ikut bergabung bersama kami disini,” lanjut Adit sambil menatap kearah manik mata Zalfa.
Zalfa segera memutus kontak matanya dengan Adit seketika itu. Ia langsung berpaling dan kembali menatap kearah bukit.
“Kamu kok diam aja dari tadi?” tanya Adit.
“Aku gak tahu mau ngomong apa, kak,” jujur Zalfa.
Adit tiba-tiba mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari kantung jaketnya. Sesaat kotak itu berada dihadapan Adit, hingga Adit menjulurkannya kearah Zalfa.
Melihat Zalfa yang tak kunjung menerima kotak itu, Adit pun berkata “Ini juga dari Adam. Kamu pasti udah lihatkan video yang Adam buat.”
Zalfa yang mengerti video apa yang Adit maksud langsung mengambil dan membuka kotak berwarna merah itu. Dilihatnya sebuah cincin dengan atasan berbentuk bunga mawar yang sangat indah tersimpan dengan sangat rapi.
Bunga mawar. Itu mengingatkan Zalfa saat dirinya dan Adam berada di taman mawar beberapa bulan yang lalu. Disaat Adam memintanya untuk menjadi model foto. Kenangan menghantam dinding ingatannya dengan sangat keras.
Zalfa bahkan ingat betul bagaimana senyum puas Adam saat melihat hasil jepretan kameranya. Semua masih terasa segar diingatan Zalfa. Seakan baru kemarin ia merasa bahagia, namun kini kenyataan menghempas jauh kebahagian dalam kenangan itu.
Adit masih menunggu reaksi Zalfa dengan cemas walau ia yakin Adam akan tahu betul apa yang gadisnya inginkan.
“Indah banget kak,” komentar Zalfa setelah puas dengan ingatannya. Matanya lagi-lagi memandang takjub kearah cincin itu.
Adit tersenyum geli saat melihat reaksi Zalfa yang terlalu berbinar itu.
“Kalau kamu terima lamaran Adam kamu boleh pakek cincin itu. Kalau enggak balikin ke kakak.”
Tanpa pikir panjang, Zalfa langsung mengenakan cincin itu. Sangat pas dengan ukuran jari manisnya. Seakan cincin tersebut memang diciptakan untuk menghiasi jari manisnya. Zalfa tersenyum sangat lebar sambil mengangkat tangannya ke udara dan memandang kearah jari manisnya. Kebahagiaan jelas terpancar dari wajah cantik gadis itu, menambah pesona dari wajah bersihnya.
Adit semakin kegelian melihat tingkah Zalfa yang seperti anak kecil yang baru saja dibelikan permen. Dalam hati ia tersenyum hangat. Ikut bahagia karena lamaran sang sahabat diterima oleh gadisnya.
“Lo kayaknya tahu betul apa yang gadis ini suka. Dia sampai gak bisa berpaling dari cincin bunga mawar itu. Pantes waktu gue bawa cincin yang lain, lo nolak dan bersikeras untuk cari cincin kayak gini. Lamaran lo diterima, dia udah terlalu jatuh sama lo, bro!” batin Adit sambil terus tersenyum memandang gadis yang sempat dicintainya itu.