Selamat jalan, Sahabat.
-Adit-----
Hujan.
Kini Zalfa amat benci akan anugrah Tuhan yang satu itu. Alam raya seakan ikut merasakan apa yang orang-orang di tempat ini rasakan. Dibawah derasnya hujan, Zalfa terus saja berucap bahwa ia mencintai Adam dan tidak ingin kehilangan laki-laki itu secepat ini.
Untuk menjawabnya Adam tentu saja sudah tak bisa, namun setidaknya Zalfa ingin Adam tahu bahwa ia akan terus mencintai Adam meski di alam yang berbeda.
Zalfa terus saja meneriaki nama Adam saat dengan perlahan tubuh berbalut kafan itu mulai dimasukkan kedalam liang lahatnya.
Gadis itu benar-benar seakan tak peduli dengan keadaan disekitarnya karena yang ia lihat orang-orang disekitarnya juga tak kalah buruk keadaannya dibanding dirinya.
Sepanjang acara pemakaman Adam, Zalfa terus saja dipeluk oleh Adit. Adit memberikan dukungan dan semangat kepada Zalfa lewat pelukannya.
Zalfa tahu bahwa sebenarnya Adit juga merasa sangat kehilangan atas meninggalnya Adam namun ia berusaha terlihat kuat agar Zalfa juga ikut kuat.
Tubuh Zalfa dan Adit juga orang tua Adam kini sudah basah karna air hujan. Demi orang yang mereka sayangi yang kini sudah pergi mendahului, mereka rela dibasahi oleh air hujan. Mungkin jika harus menukar semua harta benda mereka dengan nyawa Adam, mereka akan melakukannya demi pemuda itu.
Mereka semua sama-sama kehilangan. Orang tua Adam kehilangan anak laki-laki semata wayangnya yang sebelumnya belum sempat merasakan kasih sayang mereka sepenuhnya, Adit kehilangan sahabatnya yang bahkan baru beberapa hari mereka kembali menjalin persahabatan, sedang Zalfa kehilangan kebahagiaannya, ia kehilangan bagian penting didalam hatinya, orang yang baru seminggu menjadi pacarnya.
Masih banyak hal yang belum sempat mereka lakukan bersama Adam, namun kini Adam sudah tak mungkin bisa melakukannya lagi. Terlalu banyak penyesalan mereka terhadap Adam dan semuannya tertuju pada kata seandainya.
Orang tua Adam kini sudah kembali kerumah. Namun didepan pusara laki-laki paling dicintainya, Zalfa yang ditemani Adit masih belum beranjak sedikitpun dari tempat mereka berdiri sejak tadi.
Zalfa memeluk nisan bertuliskan nama Adam dengan tangis yang teredam oleh suara air hujan yang menetes dengan deras.
“Zalfa, pulang yuk? Besok kita bisa kesini lagi, kamu bisa sakit kalau hujan-hujanan kayak gini. Adam pasti gak akan tenang disana kalau lihat orang yang dia sayang sakit disini,” bujuk Adit agar Zalfa mau pulang untuk berganti pakaian.
Zalfa awalnya hendak menolak ajakan Adit, namun karena Adit menyinggung bahwa Adam tidak akan tenang akhirnya ia mau pulang. Tentu tak ingin Adam khawatir kepadanya dari alam sana. Zalfa ingin Adam bisa tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADAM (SELESAI)
Teen FictionNote: cerita ini saya tulis saat masih SMP Kecerobohan menjadi awal perkenalannya dengan seorang laki-laki tampan most wanted di kampus tempatnya menuntut ilmu. Klise memang. Laki-laki yang nampak sempurna dari luar namun menyimpan ribuan duka yang...