Bag. 2 ▪ Hidup Atau Mati

2.2K 222 23
                                    

Buk!

Felisa tak sengaja menabrak salah satu murid yang lebih tua darinya. Dia menoleh pada lelaki itu dan dengan tatapan nanarnya seakan dia mengucapkan 'maaf'. Tetapi lelaki itu hanya diam saja dan melemparkan pandangan dingin pada Felisa. Wajahnya tak terlihat kesal atau pun marah. Wajahnya benar-benar datar.

Setelah beberapa detik sempat bertatap mata, lelaki itu pergi menuju lorong satu tanpa mengucapkan satu kata pun pada Felisa. Entah memang sikapnya yang begitu atau karena dia baru masuk di sekolah ini. Sedangkan bagi Felisa sendiri, dia takut untuk mengatakan sesuatu pada orang yang menurutnya aneh. Dia tidak suka ikut serta dalam kehidupan orang seperti itu. Padahal dia sendiri tak menyadari kalau dirinya sendiri juga demikian.

Felisa akhirnya memacu langkahnya lebih cepat menuju lorong satu. Dia tidak boleh pulang telat hari ini dan membuat kakek dan neneknya khawatir. Ketika baru sampai di mulut lorong satu, langkah kakinya berhenti. Dia mematung. Matanya telah menyorot seorang guru aneh yang sudah dia lihat dua kali hari ini. Wanita itu sedang berjalan sendirian di dalam lorong satu dan menuju ke luar sekolah. Rasa takut kembali muncul dalam dirinya. Kenapa dia melihat wanita itu lagi di saat dia sedang terburu-buru seperti ini?

"Felisa?"

Felisa tersentak. Dia menoleh ke belakang. Ah, Bu Guru yang pertama kali mengisi di ruang kelasnya. Yang mempersilakan murid-murid untuk memperkenalkan diri waktu itu. Mrs. Revina.

"Kamu ngapain diam di sini? Nggak pulang?"

Felisa menggeleng kecil. Dia menunjuk ke tengah lorong.

Mata guru itu mengikuti arah tunjukkan Felisa, "Apa yang kamu tunjuk?"

Felisa menoleh, melihat ke tengah lorong. Di sana tidak ada siapa-siapa. Lorongnya kosong dan hanya ada mereka berdua.

"Eng—nggak ada," jawabnya dengan menunduk.

Guru itu sedikit mengernyit, "Ya sudah, ya sudah, sekarang kamu pulang ya."

Felisa mengangguk. Dia menyalami gurunya dan bergegas untuk pulang.

•••••••

"Nenek, Kakek, aku pulang!"

Felisa melepas sepatunya dengan terburu-buru di depan rumah. Dia berlari kecil masuk. Lantai kayu sebagai alas rumah ini berbunyi keras ketika Felisa menghentakkan kakinya.

Kriet

Dia membuka pintu kamar nenek dan kakek. Dia kaget ketika melihat seseorang yang sangat dia sayangi terbaring tak sadarkan diri di atas kasur.

"Kakek?" Dia berlari mendekati.

"Felisa? Kamu sudah pulang?" sapa nenek dengan suara pelannya.

"Kakek kenapa?"

"Penyakitnya kambuh lagi. Nenek berencana membawanya ke rumah sakit."

"Tapi... uangnya bagaimana?"

"Nanti Nenek akan cari pinjaman."

Felisa mulai mengeluarkan air mata, "Seharusnya hari ini Felisa tidak sekolah."

"Tidak, Fel. Kamu harus sekolah untuk masa depanmu. Kan kamu sendiri yang bilang, kamu mau jadi orang sukses untuk membahagiakan Nenek dan Kakek."

"Tapi, gara-gara Felisa Kakek jadi tidak ada yang jaga."

"Itu tidak masalah. Kamu sebagai anak tugasnya belajar."

"Tapi kalau aku mulai sekolah lagi, setiap Nenek kerja siapa yang menjaga Kakek?"

"Biar nanti Nenek yang memikirkan itu. Sekarang kamu ganti baju dan makan ya."

Guru AnomaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang