Bag. 21 ▪ Pembantaian

977 107 11
                                    

Zrashh

OVE melepaskan sebuah anak panah. Meleset. Tangannya kalah lihai dengan derapan langkah kaki yang berpacu cepat milik Mr. Vender. Mr. Vender berlari secepat mungkin. Dia tak mempedulikan murid-muridnya yang berbondong-bondong mencari tempat persembunyian. Saat ini semuanya begitu mendahulukan egonya.

Siera melihat sekeliling kebingungan di tengah lapangan. Semua teman dan gurunya berlari ke arah lorong satu. Dia melihat Mr. Vender yang baru keluar dari lorong tiga bersama murid-murid lainnya langsung berhamburan di lapangan. Tujuan mereka hanya satu. Pintu keluar.

Sementara semua sedang kacau, Gubernur langsung dikawal masuk ke mobil mewahnya. Tetapi tiba-tiba anak panah jatuh ke tanah tepat di hadapannya. Gubernur menatap lekat-lekat anak panah itu. Dan dia mendengar suara yang tidak begitu jauh.

"Tuan ..."

Gubernur berbalik, menatap ke atas atap salah satu kelas. OVE.

"Ayo Pak, cepat masuk!" desak salah satu ajudannya.

Gubernur langsung melangkahkan kakinya ke dalam mobil. Saat ajudannya akan menutup pintu, terdengar suara yang menambah riuh suasana.

Dor! Ajudan itu seketika ambruk ke tanah dengan cairan merah kental keluar dari belakang kepalanya. Gubernur hanya bisa menatap bisu mayat itu.

"Tuan ..."

Dia mendengar lagi suara itu. Namun, dari arah yang berbeda. Dia menoleh ke kiri atas. Di sana, ada kembaran sosok yang tadi dilihatnya, berdiri menunduk di atas pohon dengan sebuah senapan berpeluru yang tidak dimiliki siapa pun.

Buk! Tiba-tiba Mr. Ferry datang menutup pintu mobil. "Pergilah, Pak Gubernur."

Mobil gubernur yang disupiri ajudannya langsung menderu, meninggalkan tempat parkir LPL, disusul oleh dua mobil lainnya yang berisi penjaganya juga. Saat akan keluar gerbang sekolah, sebuah anak panah di susul sosok berpakaian putih long dress berdiri tepat di depan mobil yang dinaiki Gubernur.

"Tuan ..."

"Apa dia baru saja berkata Tuan?" tanya sang supir.

"Tidak. PEGRILAH! PERGILAH SANA! AKU BUKAN TUANMU!" Gubernur berteriak, "ayo jalan, tabrak saja dia."

"Tabrak?"

"Ya, tabrak!"

"T—tapi—"

"Ah, lama kau!"

Gubernur berpindah tempat. Dia duduk di samping supir, dan dengan cepat menginjak pedal rem.

Tetapi belum sempat menyentuh pakaian sang wanita itu, sosok itu sudah berlari duluan menghindar. "Sed quid?" (*Tapi kenapa?)

Gubernur bisa mendengar ucapan itu. Ia tidak tahu harus bagaimana. Saat ini hatinya benar-benar menolak, bahwa dia adalah tuan mereka.

Dor! Dor! Dor!

Terdengar suara tiga tembakan beruntun. Saat itu Mrs. Rossa baru keluar dari lorong satu dan seketika ia jatuh ketika mendapati dua muridnya dan Mrs. Gemnita tewas dengan lubang kecil di kepala mereka masing-masing.

Siera yang baru keluar dari lorong satu segera membantu Mrs. Rossa untuk berdiri. Bersamaan dengan itu, dua gerbang LPL ditutup rapat. Beberapa murid memanjat, namun gerbang yang terlalu tinggi akan membahayakan nyawa mereka ditambah ujung atas gerbang berbentuk runcing.

Pak Habura dan Pak Feko berusaha membuka gerbang, namun tak bisa. Sedangkan Pak Ezid dan Pak Radik berusaha membuka gerbang satunya, tapi sama saja. Susah sekali, seakan gerbang itu sudah disatukan dengan dinding. Karena itu juga, satu mobil ajudan Gubernur tertinggal. Ada empat orang yang terkurung di sana.

Guru AnomaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang