Kringg. Kringg. Kringg. Telepon rumah berdering.
"Halo?"
"Kami dari kepolisian. Apa benar ini dari kediaman Steright Zaley?"
Mata robot itu membulat walaupun sebenarnya tak merubah ukurannya. "I—iya benar. Ada apa?"
"Steright Zaley sekarang berada di rumah sakit. Dia tertembak di bagian bahu kanan, dan telah selesai menjalankan operasi. Untuk informasi selanjutnya, bisakah kita bertemu di kamar inap Steright nomor dua puluh dua anggrek?"
Robot itu diam.
"Halo? Anda masih di seberang? Bisakah kami tahu anda siapanya Steright?"
"A—aku, pembantunya."
Bukk. Robot itu menutup telepon. Gawat! Seharusnya dia tak mengangkat telepon itu. Polisi pasti bisa mencari sinyalnya dan ke mari.
"Ah, bagaimana ini?"
"Ada apa?" Robot lain menghampirinya.
"T—tadi ada polisi yang menelepon ke sini."
Robot itu terkejut. "Bagaimana bisa, Fel? Apa katanya?"
"Tuan Arkerley tertembak. Dan dia sekarang di rumah sakit bersama polisi itu."
"Felisa, kau tidak becanda kan?"
Robot kuning yang dipanggil Felisa itu menunduk, sedih, pikirannya kacau. "Lawrence, bagaimana ini?"
Kringg. Kringg. Kringg. Telepon kembali berdering.
•••••••
"Hei wanita tua, rasakan itu!" Pria berjas hitam dan celana hitam yang sempurna segera memakai kacamata.
Ia tak ingin pemandangan di depannya ini merusak pupil matanya. Percikan-percikan api terus saja berkoar. Sementara itu, mesin itu terus berputar tiga ratus enam puluh derajat. Suaranya bising, seperti mesin penggiling. Namun sayangnya bukan benda seperti itu, melainkan mesin yang lebih keji dari mesin penggiling.
Sesosok wanita menunduk menghampirinya dari belakang. "Apa ini tidak keterlaluan?"
Pria itu menoleh, dan ketawa renyah ketika mengetahui siapa yang berbicara. "Kau memperintahku sekarang?"
"Maaf. Bukan itu maksudku. Hanya saja—"
"DIAM!" Pria itu berkacak pinggang. "Aku benci manusia tak berotak sepertimu."
Wanita itu menundukkan kepalanya lebih dalam. "Maaf."
Sosok wanita lain menghampirinya, dan berdiri di samping wanita sebelumnya dengan menunduk. "Kau pencipta kami. Kenapa kau membuat kami kalau kau tidak ingin kami ada di dunia ini?"
Pria itu menghela napas marah. Dia berbalik badan dan memelototi satu per satu wanita seiras itu.
"PAYAH! LEMAH! BODOH!" bentaknya.
Tak ada salah satu dari wanita itu berani menjawab.
"KALIAN BERANI MEMBANGKANG SEKARANG? KALAU LAGI SEKALI KALIAN MELAKUKAN INI, NASIB KALIAN AKAN SAMA SEPERTI OVE!" Pria itu berjalan pergi dengan angkuh.
•••••••
Tertembaknya Emirale waktu itu, membuat banyak anggota polisi terpukul dan tak percaya.Semua keluarganya tak bersedia tubuh tanpa nyawa itu diautopsi. Sedangkan, salah satu anggota polisi yang menembaknya masih berada di rumah sakit untuk mencari penyebab kematian dan kenapa dia menembak Emirale, yang merupakan rekan kerja yang baik. Tak membutuhkan waktu lama, hasil pemeriksaan itu keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Anomali
Mystery / ThrillerHighest Rank #27 in horor Rank #25 in Thriller Rank #81 in Mistery Rank #3 Menegangkan Labentis Phantera Leo (LPL) adalah sebuah tempat menuntut ilmu yang mirip dengan dunia perkuliahan, namun masih diiringi bimbingan guru. Siapa sajakah guru pembi...