Bag. 31▪Kenyataan

421 68 3
                                    

Kepolisian Nauru bersama AKBP Tristan menyerbu masuk ke rumah yang diduga sebagai rumah Sultan Fenos. Polisi yang datang, ratusan, mengelilingi rumah Fenos dan menjaga tempat-tempat yang bisa digunakan untuk melarikan diri.

Jenderan Kepolisian Nauru mencoba membuka pintu depan rumah Fenos--yang ternyata tidak terkunci. Feeling jenderal polisi itu tidak enak. Ia masuk perlahan dengan pistol siap siaga disusul AKBP Tristan di belakangnya. Kemudian satu per satu polisi mulai memasuki rumah Fenos. Dan, mata AKBP Tristan tak sengaja melihat di salah satu ruangan, tiga anak seumuran terbaring dengan wajah pucat.

"Mereka ada di sini!" seru AKBP Tristan.

Para polisi tidak ada yang berani melihat terlalu dekat. Barangkali ada jebakan yang dipasang Fenos di sekitarnya. Akhirnya, seorang polisi mencoba menembak beberapa titik di sekitar ketiga anak itu. Dan ... tidak ada yang terjadi. Jenderal Kepolisian Nauru mengangguk kepada rekan-rekannya, menyatakan aman. AKBP Tristan mulai maju perlahan.

Tiba-tiba, ledakan hebat terdengar dari luar rumah. Rumahnya terguncang hebat. Suara histeris minta tolong para polisi terdengar. Segera, semua polisi yang ada di dalam rumah keluar untuk memeriksa. Mereka terkejut, ketika melihat halaman indah itu sekejap menjadi hancur berantakan. Lagi dan lagi, puluhan polisi yang berjaga di luar menjadi korban. Sesak dada ini.

Sementara itu, ledakan hebat itu berhasil membangunkan Steright dan Felisa. Mereka berdua duduk, dan saling pandang terkejut. Di tengah mereka, Siera masih diam membisu dengan tangan sedakap di atas perut.

"Ke...kenapa kau di sini?" tanya Felisa.

Steright menggeleng bingung. "Tidak tahu, aku pun baru sadar."

"Akh!" Felisa meringis, kemudian kembali berbaring memegangi dadanya yang sesak.

"Felisa?"

"Jangan peduli!"

"A--aku minta maaf."

"Untuk apa?"

"Aku tidak ada niat menyakitimu. Ini semua un--"

"Untuk memancing kakekku," Felisa melanjutkannya.

Steright menghela.

"Aku ... hanya ingin mendengar ... kelanjutan legenda puer deus. Maukah kamu memberitahunya? Akhirnya saja," pinta Felisa

"Bagian terakhirnya, mengatakan bahwa pada akhirnya ibu, bapak, dan Sangko Laking yang disebut sebagai puer deus meninggal tanpa ada yang menemukan jasadnya."

Felisa tersenyum kecil. "Oh, jadi dari awal sudah ditahu bahwa kakekku akan meninggal."

"Fel, aku ingin memberitahu sesuatu."

Felisa tersenyum lebar, dan mulai menutup mata. "Aku takut merasakan kematian."

"Sterta Arkerley!" teriak AKBP Tristan yang datang bersama rombongan polisi Nauru.

Steright spontan berbalik dan terkejut melihat banyak polisi menghampirinya.

"Jangan lari!" seru AKBP Tristan dengan menodongkan pistol.

Steright justru tersenyum mendengarnya.

"Ada apa denganmu? Jangan mencoba mengelabuhi polisi."

"Bagaimana aku bisa melarikan diri, sementara kakiku lumpuh."

AKBP Tristan beserta polisi lainnya terhenyak.

"Apa maksudmu?" tanya AKBP Tristan.

Steright tertawa kecil. "Kau ... seperti tidak kenal dengan Sultan Fenos saja."

Guru AnomaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang