Bag. 7 ▪ Gantungan Emas

1.2K 136 0
                                    

Felisa baru saja selesai makan dan langsung ke kamar mandi. Dia memasukkan pakaian kotor yang sudah menumpuk ke dalam ember besar. Diantara semua pakaian, paling banyak baju kakeknya. Tidak lupa juga dia mencuci pakaian sekolahnya. Saat mengucek pakaian putih-hitamnya untuk dipakai hari senin dan selasa, dia menemukan sebuah benda keras di dalam saku bajunya. Felisa segera mengeluarkan benda itu.

"Ah, gantungan pemberian OVe."

Felisa memandang cukup lama gantungan emas itu. Tapi tentunya bahannya bukan dari emas asli. Mungkin hanya lapisannya atau bahkan terbuat dari kuningan.

"Untuk apa OVe memberikanku benda ini? Sebenarnya apa maksudnya memilihku? Apa aku korban selanjutnya?"

"Felisa?" Nenek tiba-tiba datang.

Spontan Felisa menyembunyikan gantungan itu dalam genggamannya, dia mendongak, "Eh, Nenek. Ada apa?"

"Besok kamu tidak usah sekolah ya."

Felisa sedikit mengerutkan keningnya, "Kenapa?"

"Kakekmu sakitnya tambah parah. Nenek jadi nggak bisa tinggalin dia di sini. Kamu bisa kan temenin kakek di rumah selama Nenek bekerja?"

Felisa tersenyum, "Tentu saja Nek. Atau aku saja yang menggantikan Nenek? Biar Nenek di rumah saja."

"Jangan, tidak usah. Nenek masih kuat kok untuk bekerja. Malam nanti kita bawa kakekmu ke rumah sakit ya."

"A—apa Nenek pinjam uang sama tetangga?"

Nenek mengedipkan matanya sekali, "Mau gimana lagi, Sayang. Ya sudah ya, habis cuci baju kamu istirahat."

Felisa mengangguk dengan senyuman.

•••••••

Pegal menyertai gadis itu hingga tubuhnya ia baringkan ke kasur. Setelah selesai mencuci dan menjemur dua ember pakaian keluarganya, dia akhirnya bisa istirahat. Kepalanya masih saja memikirkan tentang tragedi pembunuhan di sekolahnya, dan satu hal lagi. Benda yang OVe berikan. Felisa kembali memperhatikan gantungan emas itu. Ukiran di benda bulat itu benar-benar rapi. Entah pikiran darimana, ia merasa kalau gambar itu ada sebuah kelompok dan orang yang berdiri di tengah-tengah itu adalah pemimpin mereka.

"Apa jangan-jangan aku dipilih untuk menjadi anggota mereka?" Felisa tercengang oleh pemikirannya sendiri.

Dia segera membuka ponselnya dan kembali membaca legenda SANGKO LAKING.

•••••••

Iptu David membaca berkas pembunuhan pada Jenila Cynthia. Dia diperintahkan Brigjen Pol Yaksa untuk memeriksanya. Menurut pendataan, Jeni diduga tewas akibat tusukan celurit tajam di perutnya yang membuat lambungnya robek dan alat vitalnya putus. Tetapi karena ada notes kecil yang menjelaskan bahwa cairan mencurigakan yang ditemukan dekat dengan jasad Jeni sedang diteliti, maka itu masih dugaan sementara.

Iptu David membalik lembarannya. Di sana tertulis petunjuk mengenai pelaku. Sebuah pesan mencurigakan yang dikirim pelaku kepada korban sekitar pukul dua puluh satu lewat dua menit. Mata Iptu David membaca bacaan di bawah tulisan tadi. Tapi, bukanlah petunjuk mengenai pelaku melainkan detail kondisi korban saat ditemukan tewas.

"Apa? Petunjuknya hanya satu?" Iptu David memegang kepalanya.

Iptu David menarik napasnya panjang. Dia melanjutkan kembali pemeriksaannya. Detail tentang kondisi Jeni saat ditemukan. Tangan kanannya terletak di samping kepala, namun terdapat posisi tidak normal. Sikunya patah. Tangan kiri korban terletak di samping kepala, dalam posisi menggenggam. Ke dua kakinya lurus menjulur ke bawah kloset. Perutnya sobek dan darah terciprat kemana-mana. Bola mata korban membuka, melotot. Selain itu tak ada luka atau kerusakan fisik lainnya. Baju yang korban kenakan adalah piyama warna biru dongker gambar teddy bear tertidur. Korban diduga dibawa dari rumahnya kemudian dibunuh di dalam toilet pria selatan Labentis Panthera Leo. Sementara itu tembok di kanan korban sedikit retak.

Guru AnomaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang