Hari ini murid-murid LPL pulang lebih awal. Selain karena pembunuh masih berkeliaran, Mr. Vender mengadakan rapat pada guru-guru. Pukul sebelas nol nol, LPL sudah sepi. Beberapa petugas polisi masih berjaga. Satu per satu pengajar mulai memasuki ruang rapat. Di sana sudah ada Mr. Vender bersama Mr. Ferry duduk bersebelahan di kursi rapat yang mengelilingi sebuah meja bundar besar. Mr. Vender paling tidak suka berlama-lama. Wakilnya, Mr. Ferry menggunakan pengeras suara agar para guru mempercepat langkah mereka menuju tempat rapat.
Setelah semua guru terkumpul, Mr. Vender segera membuka rapat, "Baik, di sini saya akan langsung saja, tidak usah berbasa-basi. Saya mengumpulkan guru-guru semua karena ada peristiwa yang menimpa sekolah ini. Guru-guru sekalian pasti sudah tahu mengenai hal itu. Sekarang, di rapat ini kita harus menyusun rencana baru dan menghindarkan hal serupa terjadi lagi. Sebelumnya, ada usul atau pendapat?" Mr. Vender mengedarkan pandangannya pada setiap wajah yang ada di depannya.
Setelah beberapa detik dalam keheningan, Mrs. Revina mengangkat tangannya.
"Ya, Mrs. Rev?" sambut Mr. Vender.
"Kalau menurut saya, lebih baik kita masih merahasiakan hal ini kepada pihak kepolisian. Karena kalau kepolisian tahu, sekolah ini bisa ditutup dan mungkin saja akan membahayakan sekolah lain."
Mr. Vender tampak berpikir, "Yah, itu benar. Selanjutnya, ada yang lain?"
Kali ini Mr. Heat yang mengangkat tangan, "Saya tidak setuju kepada pendapat Mrs. Revina. Mungkin saja kalau pihak kepolisian tahu, akan meringankan kasus ini."
Mr. Defra mengangkat tangannya, "Saya malah setuju dengan Mrs. Revina. Ini bukan kasus biasa. Lagipula, dalam perjanjian pihak kepolisian tidak ikut serta. Bagaimana kalau polisi tahu dan masalahnya tambah parah. Mereka itu bukan makhluk biasa."
Mr. Ferry mengangguk-angguk, "Ya, itu juga benar. Yang kita tidak inginkan di sini adalah nyawa yang hilang lagi. Maka dengan itu kita harus bertindak secepatnya. Juga, harus ada yang mencari tahu kenapa mereka melanggar perjanjian itu."
Mrs. Revina mengangkat tangan lagi, "Saya bersedia mencari informasi tentang itu Mr. Serahkan saja pada saya."
Mr. Vender mengangguk, "Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan yang lain?"
Mrs. Rossa mengangkat tangan, "Saya setuju dengan pendapat Mr. Defra barusan. Kalau kita salah bertindak, masalahnya akan bertambah besar. Pihak kepolisian dan warga di luar sekolah sebaiknya tidak tahu."
Mr. Heat tanpa mengangkat tangannya langsung melihat tajam ke arah Mrs. Rossa, "Maaf sebelumnya Mrs. Ross, tapi kita ini negara yang memiliki hukum. Ada polisi yang bisa membantu kita memecahkan kasus pembunuhan ini. Itulah kerjaan polisi kan? Kalau kita tidak memberitahu pihak kepolisian, mereka akan kesusahan mencari pelakunya."
"Well, pelakunya sudah jelas bukan?" Mrs. Anditta angkat bicara.
Mr. Heat menatap meja kosong di depannya, "Aku tahu. Tapi—"
"Sudah, hentikan. Di sini kita mau mencari solusi, bukan perdebatan." Mr. Vender mengatakan dengan nada tinggi.
Mr. Anggara mengangkat tangan, "Bagaimana kalau kita memancing pelakunya keluar. Kita bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan dari pihak kepolisian. Setelah kita sudah memancingnya, kita tanyakan kenapa dia melanggar perjanjian yang sudah kita buat."
Mr. Ferry menyahut, "Mungkin itu memang cara terbaik. Saya setuju dengan pendapat Mr. Anggara, Mr. Vender."
Mr. Vender melirik ke arah Mr. Ferry, tetapi tidak mengatakan apa pun.
Mrs. Revina mengangkat tangan kembali, "Ya, saya juga setuju. Kita mungkin juga bisa sekalian menangkapnya."
"Apakah kita memang bisa menangkapnya?" Mr. Vender berbicara spontan, tanpa ia sadari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guru Anomali
Mystery / ThrillerHighest Rank #27 in horor Rank #25 in Thriller Rank #81 in Mistery Rank #3 Menegangkan Labentis Phantera Leo (LPL) adalah sebuah tempat menuntut ilmu yang mirip dengan dunia perkuliahan, namun masih diiringi bimbingan guru. Siapa sajakah guru pembi...