BAB 4

711 33 0
                                    

Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Jika bertahan adalah cara untuk melanjutkan hidup, maka akan aku lakukan untuk dia, putriku.
- Arjuna Alfatih -

***

Arjuna POV

Mama memarahiku dan Dinda yang pulang penuh dengan tepung. Papa malah tertawa terbahak-bahak melihat kami cemong-cemong. Dinda masih menyalahkanku di depan Mama dan Papa. Aku pun tidak mau mengalah. Aku juga menyalahkannya karena dia lebih dulu.

Setelah membersihkan badan untuk kedua kalinya, aku segera keluar dari kamar. Dinda belum keluar. Aku takut dia marah karena membuatnya kesal tadi. Jadi aku berniat untuk mengetuk pintunya.

"Sayang, kamu udah selesai?" tanyaku sambil mengetuk pintunya.

"Beluuuuummmm.. Jangan buka pintunya!" teriaknya dari dalam.

"Ya udah, Daddy tunggu di bawah, yah."

"Iyaaaa.."

Aku turun lebih dulu dan ternyata Bunda sudah ada di ruang tengah bersama Mama dan Papa. Aku tersenyum membalas senyum Bunda lalu duduk di single sofa. Ada sekotak kue yang tadi Bunda buat.

"Dinda belum selesai?" tanya Mama.

"Belum, Ma," jawabku.

"Ini kuenya." Bunda menyodorkan kue kesukaan istriku itu kepadaku. Aku akan selalu bilang bahwa aku merindukan Mommy-nya Dinda.

"NO! Itu kue aku." Baru saja ingin mengambil satu, suara Dinda menginterupsi dari arah tangga. Sebelum dia sampai di ruang tengah, aku langsung mengambil 3 buah kue. "Daddy!?" pekiknya segera berlari mengambil kotak kue itu dan memeluknya.

Oma, Kakek, dan Neneknya malah tertawa. Aku tidak menggubrisnya dan memakan kue yang sudah ada di tanganku. Dia cemberut lalu duduk di antara Mama dan Oma. Dia pun mengunyah kue yang ada di pangkuannya.

"Nggak ngasih Kakek sama Nenek?" tanyaku.

"Bilang aja Daddy mau lagi. Kan, Oma selalu bawa 2 kotak kue. Satu kotak buat aku, satunya lagi buat Kakek dan Nenek. Tuh, di meja makan," jawab Dinda sambil menunjuk meja makan yang memang ada satu kotak kue lagi.

"Trus, buat Daddy?" tanyaku pura-pura cemberut.

"Nggak usah. Katanya Daddy bisa bikin kue. Ya udah, bikin sendiri aja," jawabnya cuek dan tetap memakan kuenya.

Aku terkekeh pelan, tapi pura-pura merengut lagi. "Tapi kan buatan Oma lebih mirip dengan buatan Mommy. Kalau Daddy yang buat malah rasanya ancur, nggak ada mirip-miripnya."

"Daddy." Dinda mulai merengek kasihan kepadaku. Dia menyodorkan kotak kuenya kepadaku. "Buat Daddy," ucapnya.

"Bener, yah?" Aku langsung mengambilnya karena tahu dia akan menariknya lagi jika tahu aku mengerjainya. "Makasih, sayang," ucapku tersenyum sumringan.

"Jangan sedih lagi, yah," lirihnya pelan.

Aku menatap Bunda, Papa, dan Mama bergantian. Aku merasa bersalah karena mengerjainya. Aku memberikan kuenya lagi kepadanya. Niat awalku cuman ingin menjahilinya bukan membuatnya sedih.

"Yeeee..." Dia mengambil kotak kuenya dengan senang dan saat itu aku tahu kalau dia juga mengerjaiku. Mama, Papa, dan Bunda langsung tertawa, menertawaiku.

"Arjuna versi cewek, nih." Bunda mengacak pelan rambut Dinda.

"Makanya, Jun, jangan suka jailin orang." Mama masih tertawa kecil.

The Best DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang