BAB 23

406 20 0
                                    

Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Kadang seseorang yang kita suka berpura-pura untuk tidak peka.
- Arinda Alfatih -

***

Dinda POV

Aku mendengar suara keras, sangat keras. Seperti orang berteriak. Akhirnya aku membuka mataku. Kulihat 2 laki-laki membelakangiku dan seorang perempuan berontak di hadapan keduanya. Siapa mereka? Assh, kepalaku sakit.

Saat aku bisa melihat dengan jelas siapa perempuan itu aku terkejut. Dia Betty, sekertaris Daddy. Tapi... kenapa dia ada di sini? Bukannya dia ada di Bandung dengan Daddy? Saat dia melihatku aku segera menutup mata pura-pura tidur.

"Lepaskan aku!!" teriak Betty kasar. Mungkin dia memberontak. Tapi kenapa aku bisa ada di sini? Kenapa ada dia juga? Trus siapa kedua laki-laki berbadan kekar dan tegap itu? Mereka terlihat seperti bodyguard.

"Tapi Nona tidak boleh menyentuhnya. Itu perintah Tuan," ucap salah satu bodyguard itu. Nona? Tuan? Dimana sebenarnya aku ini?

"Sialan." Si nenek sihir itu mengumpat dan tidak ada suara memberontak lagi.

Aku mengintip sedikit. Aku melihat Betty mengambil ponselnya. Menekan-nekannya sebentar lalu menempelkannya di telingannya.

Tanganku meraba piyama rumah sakit yang kupakai. Pulpen Mommy. Ini adalah alat perekam. Tapi bagaimana cara memakainya? Aku harus merekam pembicaraan ini dan aku harus keluar dari sini.

"Dimana lo?" tanya Betty.

Aku menekan tuas pulpen itu dan menahannya. Aku berharap dengan cara ini suara nenek lampir itu bisa terekam.

"Lo cuman butuh Wais, kan? Lo cuman butuh ngejebak Wais? Tapi kenapa lo masih biarin jalang kecil ini di sini?"

Wais? Apa maksudnya Pak Wais? Menjebak Pak Wais? Apa salah Pak Wais?

"Dia adalah penghalang gua buat dapetin Arjuna. Kalau dia hilang itu artinya dendam lo ke Arjuna dan Wais udah selesai. Izinin gua buat bunuh dia sekarang."

Aku semakin menekan tuas pulpen itu. Tubuhku bergetar mendengar ucapan kasar Betty. Sebenarnya aku dimana? Apa yang terjadi? Kenapa Daddy dan Pak Wais dibawa-bawa? Siapa yang Betty telepon?

"Gua benci sama lo. Walaupun dia anaknya Arjuna, dia tetap penghalang gua dapetin Arjuna. Oh, atau karena dia anaknya Rachel dan mirip Rachel?"

Sekarang dia menyebut nama Mommy. Sebenarnya siapa Betty sebenarnya? Kenapa dia bisa tahu Mommy? Dan juga dia tahu aku anak Daddy. Darimana dia tahu?

"Gua bakal bunuh dia... DIA BUKAN RACHEELL!?"

Aku tersentak kaget. Badanku gemetar ketakutan. Aku masih menekan tuas pulpen itu. Bahkan aku merasa sebentar lagi aku akan merusak pulpen itu. Aku ketakutan, sangat. Daddy, save me!

"OK!" Betty menggertak. "Tapi lo harus pastiin Wais mati di tangan lo. Gua akan nurut semua perintah lo asal Wais mati. Dia penghalang kita paling besar dan lo harus bantu gua dapetin Arjuna."

Pak Wais? Mereka menculikku hanya untuk memancing Pak Wais. Aku harus segera menghubungi Pak Wais. Tapi... ponselku tidak ada di sini. Aku hanya membawa pulpen ini. Tidak. Pak Wais tidak boleh mati.

"Jalang sialan!?" Apa dia mengumpat padaku? Aku tidak melihatnya. Aku masih berpura-pura tidur.

Setelah semuanya benar-benar sunyi dan aku yakin nenek lampir itu sudah pergi. Suara ketukan sepatunya terdengar jelas menjauh. Kuharap kedua bodyguard tadi juga sudah pergi. Aku melepas tuas pulpen itu dan memegang erat berharap semuanya terekam di sana.

The Best DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang