BAB 9

502 27 0
                                    

Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Semoga hari ini dan seterusnya aku nggak akan pernah ngecewain Daddy.
- Arinda Alfatih -

***

Dinda POV

Aku masuk sekolah seperti biasanya, dan seperti biasanya juga aku nebeng Bang Cakra. Kali ini Bang Cakra banyak diam. Aku tidak tahu, dia marah karena kecelakaan kemarin atau ada hal lain. Tapi dia tidak seperti biasanya.

Mau mengajaknya mengobrol, tapi takut dia diam karena aku yang ngeyel pengen belajar bawa mobil kemarin. Salah aku juga, sih. Sudah tahu Langit suka jail, aku meladeni ejekannya. Si El malah setuju mengajariku. Siapa yang tidak tergiur?

Sedikit cerita tentang dua teman kelasku yang ternyata sepupuan itu. Langit Bratadikara, orangnya supel, jail, cerewet, dan juga lucu. Dia kadang jadi provokator di kelas untuk bikin ribut. Tapi gitu-gitu dia juga pintar, walau orang tuanya sudah meninggal. Katanya waktu orang tuanya meninggal dia dirawat sama Kakeknya yang benar-benar mengajar Langit dengan baik. Kakeknya meninggal 2 tahun yang lalu.

Kalau si El, nama lengkapnya Erlangga Ardiansyah. Dia beda lagi. Dia kebalikannya Langit. Sangat pendiam. Ngomongnya irit-irit. Kalau tidak diajak bicara, dia tidak bakal bicara, kecuali dia ada perlu. Otaknya sebelas dua belas sama Langit, sih. Tapi kayaknya lebih pintar El. Belum ketahuan soalnya ujian semester satu saja masih ada 2 bulan lagi.

Cerita El, kami (sekelas) tahu dari Langit cerewet. El itu anak broken home sejak 1 setengah tahun yang lalu, dan juga anak tunggal. Diperebutkan orang tuanya membuat dia tidak suka. Karena sakit hati dia pindah ke rumah Langit (rumah peninggalan kakek mereka). Kata Langit, dia pendiam sudah dari dulu, tapi semakin pendiam lagi pas orang tuanya cerai.

Sekarang Papanya tinggal di Bandung dan udah nikah lagi, sedangkan Mamanya tetap tinggal di Jakarta, tapi karena posisinya di perusahaan orang tuanya sebagai pemimpin perusahaan membuat Mamanya sibuk bukan main. Jadi, siapa peduli kalau El bawa mobil ke sekolah padahal umurnya belum cukup alias belum ada SIM?

Kata Langit lagi nih, yah. Alasan orang tua El cerai karena profesi Papanya hanya seorang pelukis biasa, sedangkan Mamanya punya pekerjaan lebih elit. Urusan orang tua emang ribet, begitu kata Langit. Dia cuma bilang itu. Tapi pas tidak ada El di tempat. Bisa mati dia kalau El sampai dengar. Hehe, Langit bocor banget, yah?

Mobil berhenti dan Bang Cakra langsung buka pintu. Fix, Bang Cakra kerasukan. Dia tidak biasanya kayak begini. Apa Bang Cakra ada masalah? Tapi masalah apa? Kerjaan, keluarga, atau cewek? Aku menyusulnya segera.

"Abang anter sampai ke kelas." Hanya itu dan dia jalan duluan.

Aku mengekorinya dan berhasil berjalan di sampingnya. Kulirik dia yang diam-diam saja. Mau bilang 'nggak usah', tapi takut. Auranya pagi ini tidak enak kayak asem kecut gimana gitu. Dia bukan Bang Cakra aku, nih. Ada yang tahu Bang Cakra kemana?

"Dinda!" Aku menoleh ke depannya. Kulirik Bang Cakra yang ternyata malah menatap Nabila. Ok, ada apa ini? Nabila malah membuang muka saat dilirik oleh Bang Cakra.

"Lo nggak apa-apa? Gua denger lo kecelakaan kemarin," tanyanya dan kutahu itu tulus tanpa embel-embel pengen deket sama Bang Cakra.

"Abang ke kantor dulu. Jangan bandel lagi!" Bang Cakra minta pamit.

"Iya, Bang. Makasih."

Bang Cakra mengangguk. Sekali lagi dia melirik Nabila, tapi kakak senior aku itu langsung mebuang muka asal. Apa cuma aku yang peka dengan keadaan ini? Kayaknya Bang Cakra memang menyembunyikan sesuatu, deh. Apa dia diam karena kena cuek Nabila? Kalau iya, aku mau tertawa dulu. Tapi tidak enak sama Bang Cakra. Hehe..

The Best DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang