Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...***
Ternyata serumit ini menjaga sebuah rahasia.
- Arjuna Alfatih -***
Arjuna POV
Aku berlari menyusuri lorong rumah sakit. Jantungku berdetak tidak karuan. Setelah menerima telepon dari Mama, aku meninggalkan semua pekerjaanku. Berita yang kudengar membuatku tercekat, tidak bisa bernafas.
"Dimana dia?" tanyaku saat melihat Cakra dan Bunda di kursi tunggu.
"Di dalam." Cakra menunjuk pintu di hadapannya. "Bang." Cakra menahanku saat aku ingin masuk.
"Gua mau liat dia," ucapku dengan nada tegas.
"Jangan marahin dia, Bang," lirih Cakra memohon.
"Gua nggak bakal marahin dia. Gua khawatir. Gua panik." Aku melepas tangan Cakra dan melihat Bunda. Aku mengangguk pelan lalu masuk ke ruang rawat itu.
Matanya melihatku, tapi detik kemudian dia mengalihkannya. Ada raut ketakutan yang berhasil kutangkap. Aku tahu dia salah, tapi aku juga tidak bisa marah melihat keadaannya sekarang. Rasa khawatirku lebih besar dibanding rasa marahku.
"Nenek keluar dulu," ucap Mama kepadanya yang langsung memegang tangan Mama.
"Nek." Dia memelas memohon meminta Mama untuk tidak meninggalkannya.
"Daddy kamu ada di sini, kok." Mama mengelus tangannya menenangkan.
"Daddy mau ngomong," ucapku dengan nada datar.
"Nenek, jangan pergi." Dia memeluk tangan Mama erat. Aku tahu dia takut aku marah. Aku memang marah.
"Tinggalin kita berdua, Ma," ucapku lagi membuat Dinda semakin memeluk tangan Mama.
"Nggak apa-apa." Mama melepas tangan Dinda yang memeluknya secara perlahan. Mau tidak mau Dinda melepasnya dan pasrah saat Mama keluar dari ruang rawatnya.
"Kamu bikin Daddy jantungan, Dinda," ucapku dengan nada lelah. Benar-benar lelah. Berlari tanpa rem dan juga detak jantung yang berdetak menggila. Hampir saja aku kehilangannya.
"Maaf," cicitnya.
"Kamu inget aturan Daddy, kan?"
Dia mengangguk pelan.
"Jangan diulangi lagi, yah? Yang mana yang luka?" tanyaku melihat matanya berkaca-kaca. "Yang mana yang sakit, sayang?" tanyaku lagi mengelus puncak kepalanya dengan sayang.
Dia menggeleng. Apa itu artinya? Tidak ada yang luka atau lukanya tidak sakit? "Nggak ada yang luka. Cuman Dinda kaget aja," jawabnya dengan nada serak. Dia menangis.
Aku menghapus air matanya dan memeluknya. "Tolong dengerin Daddy, sayang. Jangan bantah apa yang Daddy bilang. Daddy udah ngasih tahu yang boleh kamu lakuin dan juga yang nggak boleh. Umur kamu masih 16 tahun. Masih di bawah umur. Inget, yah?"
Dia mengangguk dalam dekapanku. Aku mengelus rambutnya dan mencium puncak kepalanya lama. Aku tidak ingin kehilangannya seperti aku kehilangan Mommy-nya karena separuh nyawaku ada pada dirinya.
Entah dia dapat keberanian darimana. Sepulang sekolah, Cakra mengantarnya ke rumah Milly, sahabatnya. Katanya ada kerja kelompok. Aku mengizinkannya. Tapi salah satu dari temannya mengejeknya karena tidak pandai mengendarai mobil. Temannya yang lain menyanggupi untuk mengajarinya dengan mobilnya. Tapi Dinda malah menabrakkan mobil itu ke pembatas jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Daddy
General FictionArjuna Rifid Alfatih (Juna) adalah seorang duda beranak satu. Ia menikah muda dengan sahabatnya kecilnya. Sayangnya, istrinya meninggal saat melahirkan putri mereka, Arinda Magdalena Alfatih (Dinda). Dinda sendiri tumbuh menjadi gadis cantik yang sa...